Tuesday, May 07, 2024

2021

Kabar dari Bukit Minggu 26 Desember 2021

 

Kabar dari Bukit

 

SEMAKIN DISUKAI (1Sam. 2:18-20, 26)

 

 

 

Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia (1Sam. 2:26)

 

 

 

SELAMAT HARI NATAL untuk kita semua. Semoga ibadah Natal yang kita ikuti menjadi berkat dan menanamkan damai dan sukacita dalam hati kita semua. Amin.

Khotbah Perayaan Natal 2021

 

 

 

  Khotbah Perayaan Hari Natal 2021

 

 

 

MARILAH KITA PERGI KE BETLEHEM (Luk. 2:8-20)

 

 

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes. 62:6-12; Mzm. 97; Tit. 3:4-7

 

 

 

Pendahuluan

 

Setiap orang percaya dari segala bangsa pasti bersukacita menyambut tanggal 25 Desember ini. Bahkan mungkin sejak awal bulan, meski dalam dua minggu adven yang seharusnya lebih mengingatkan hidup kita agar (kembali) sejalan dengan firman Tuhan,  ternyata sukacita ini sudah timbul. Rumah-rumah mulai memasang pohon natal, mal-mal telah berhias dan mengumandangkan lagu-lagu pujian natal, sehingga bulan Desember layak disebut sebagai bulan sukacita. Desember bukanlah bulan suci, sebab bagi umat Kristen tidak ada bulan suci khusus; bagi kita setiap hari adalah hari-hari suci, minggu suci dan bulan suci, karena kita sudah disucikan oleh Tuhan Yesus yang kita sambut kelahirannya di bulan Desember ini.

 

 

 

Bacaan firman Tuhan dalam Luk. 2:1-20 ini menceritakan kepada kita beberapa berita sukacita yang besar.

 

 

 

Pertama: Berita sukacita melalui gembala (ayat 8-9)

 

Alkitab menceritakan kelahiran Yesus disampaikan kepada para gembala. Pilihan para gembala untuk menerima berita sukacita itu memiliki alasan yang khusus. Dalam pandangan manusia saat itu, gembala termasuk kelas yang rendah, pekerja kasar dan keras yang harus bekerja siang malam untuk menjaga kawanan ternaknya. Mereka tidak lagi dipandang sebagai pekerjaan yang membanggakan sebagaimana nenek-moyang mereka Musa dan Daud, yang pekerjaan awalnya adalah gembala.  Tetapi dalam pandangan Allah, mereka adalah orang-orang yang khusus, yang layak menerima berita itu, sebab gembala adalah para penyedia korban untuk persembahan kepada Allah. Mereka adalah penyedia ternak korban untuk dipersembahkan umat Yahudi kepada Allah. Dan Yesus adalah korban dalam rencana Allah untuk penebusan dosa-dosa manusia.

 

 

 

Berita sukacita yang disampaikan itu bahwa Allah kini telah menjadi manusia, menjadi daging yang tinggal bersama manusia. Pada mulanya adalah Firman, Logos; Logos itu bersama-sama dengan Allah, dan Logos itu adalah Allah. Dan Logos itu kini telah menjadi manusia, dan diam di antara kita. Logos menjadi manusia itu sangat penting karena masa diam selama 400 tahun sejak nabi Maleakhi itu sudah berakhir. Tuhan telah mengutus begitu banyak nabi kepada umat Yahudi semata-mata untuk menunjukkan kasih dan kepeduliaan Allah kepada manusia yang sudah jatuh begitu dalam ke dalam dosa. Melalui pesan nabi, manusia tidak cukup kuat untuk melawan iblis dalam kehidupannya. Mereka perlu diselamatkan tidak hanya pesan kepada nabi, tetapi pesan yang menjadi Manusia. Itulah berita sukacita itu.

 

 

 

Berita sukacita akan kelahiran Anak itu merupakan penggenapan dari beberapa janji dan nubuatan. Ada begitu banyak ayat dalam Perjanjian Lama yang menubuatkan datangnya Mesias tersebut, mulai dari janji meremukkan Iblis kepala ular karena menggoda Hawa (Kej. 3:15) hingga tempat kelahiranNya di kota Betlehem melalui nabi Mikha (5:1). Janji Allah adalah pasti terwujudkan. Tidak ada keraguan dan kekuatiran bahwa Ia adalah Allah yang setia.

 

 

 

Bagaimana dengan hidup kita? Adakah hidup kita selama tahun 2012 yang akan berakhir ini, ada penggenapan janji Allah kepada kita? Kalau belum terjadi, mungkin kita belum meminta dengan serius, mungkin kita kurang berdoa, mungkin kita belum bekerjasama dengan Allah dalam memenuhi permintaa kita itu, mungkin Allah juga berfikir kita tidak sesuai menerimanya, atau mungkin waktunya belum tiba. Tetapi setiap doa dan permintaan pasti ada jawaban. Mari kita merenungkannya dan membuat janji Allah sebagai sebuah penggenapan dalam hidup kita.

 

 

 

Kedua: Kesukaan besar bagi semua (ayat 10-12)

 

Berita yang disampaikan kepada para gembala itu bukan berita tanggung, melainkan berita besar. Oleh karena itu malaikat datang dengan sinar yang terang, mengagetkan dan menakutkan, tetapi pesannya mengatakan: berita sukacita itu adalah berita untuk segala bangsa. Jadi berita itu tidak saja untuk mereka para gembala, bukan hanya untuk orang Israel, bukan hanya pembaca website ini, atau pembaca Alkitab, tetapi untuk segala bangsa dan segala umat di dunia.

 

 

 

Artinya, kerinduan para gembala dan umat Israel yang selama ratusan tahun dijajah dan ditindas oleh berbagai bangsa, ketakutan yang terus menghantui kehidupan mereka sehari-hari, kini seolah terbuka jalan untuk bebas dari itu. Mesias Kristus itu telah lahir. Juruselamat itu kini telah lahir. Para gembala pada saat itu tentu tidak berfikir jauh, bahwa pengertian Juruselamat itu terkait dengan dosa-dosa mereka. Mereka tidak menyadari sebetulnya penyebab situasi mereka dijajah berbagai bangsa merupakan buah dari dosa-dosa generasi mereka sebelumnya. Bagi mereka, berita pentingnya justru yang terus menerus ada dalam pengharapan mereka, yakni tiga kata datangnya: Saviour (Juruselamat – Penyelamat), Kristos (Kristus - yang dalam bahasa Ibraninya Mesias dan berarti Yang Diurapi), dan Kurios (Tuhan – yang berarti Tuan atau Pemilik).

 

 

 

Berita sukacita itu disampaikan bagi semua orang: bagi pemulung, tukang ojek, pengusaha, supir, professional, pengusaha, dan lainnya; juga bagi yang jahat dan yang baik, bagi pencopet dan bagi pendeta, bagi koruptor dan bagi presiden. Itulah sasaran berita itu. Tujuan berita sukacita disampaikan agar semua orang menerima dan percaya kepadaNya, yakni menjadikan Yesus dalam hidupnya sebagai Juruselamat, sebagai Kristus dan sebagai Tuhan.

 

 

 

Sudahkah kita menjadikan Yesus yang berita kelahiranNya kepada gembala itu dan sebenarnya untuk kita; sudahkah kita jadikan sebagai Juruselamat, sebagai Yang Diurapi, dan sebagai Pemilik hidup kita? Sudahkah pesan itu juga kita sampaikan kepada semua orang dan semua bangsa?

 

 

 

Ketiga: Kemuliaan Allah dan Damai di bumi (ayat 13-14)

 

Hal ketiga dalam berita sukacita itu merupakan penegasan akan pentingnya kemuliaan bagi Allah dan datangnya damai sejahtera di bumi. Kemuliaan bagi Allah dalam peristiwa itu dinyatakan dengan kehadiran bala tentara sorga yang datang bersama malaikat dan memuji-muji Allah. Kemuliaan Allah itu adalah sukacita puji-pujian, bukan ketakutan, penindasan, seremoni dan jabatan. Allah telah begitu lama dilupakan oleh umat Israel sebagai pengharapan mereka. Allah tidak lagi dimuliakan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Umat Israel melalui kedudukan para imam dan para rabi lebih mementingkan aturan-aturan legalistik, pengutamaan jabatan dan seremoni, bukan hakekat saling mengasihi, khususnya bagi mereka yang berkekurangan.

 

 

 

Inilah yang ditekankan dalam pesan tersebut. Bagamana Allah yang begitu mulia harus lahir di kandang domba, hanya berbalut kain lampin dan ditempatkan di palungan tempat makan domba. Kemuliaan bagi Allah pada hakekatnya ada dalam kesederhanaan, bukan dalam hal yang glamour, dalam hal berlebihan yang tidak wajar. Sering kita lihat gereja-gereja mengadakan perayaan natal yang begitu mewah dan berlebihan menghabiskan ratusan juta (bahkan mungkin milyar rupiah), tetapi miskin dan minim dalam menciptakan damai sejahtera di bumi. Gereja-gereja sering lupa akan tanggungjawabnya dalam memberikan dan membagikan sukacita natal itu kepada kaum yang membutuhkan, mereka yang haus akan perlunya “juruselamat” dan “majikan/pemilik” dalam kehidupan mereka sehari-hari. Gereja sering ibarat kumpulan para imam dan ahli taurat yang mengutamakan seremoni dan bukan perwujudan hakekat kasih dalam pelayanan duniawinya.

 

 

 

Gereja perlu melihat bagi kemuliaan Allah hanya mungkin kalau ada damai dan sejahtera di bumi. Damai sejahtera di bumi hanya mungkin kalau ada damai sejahtera di lingkungan RT/RW, desa, kecamatan, kota, kabupaten, propinsi dan seluruh wilayah nusantara ini. Kalau kita berjalan ke wilayah desa-desa, mereka begitu rindu atau lupa akan damai sejahtera itu, karena mereka lebih bergulat akan beratnya kehidupan sehari-hari, beratnya tantangan yang dihadapi. Itulah tugas kita semua dan gereja dalam menciptakan damai sejahtera itu dan dengan demikian kemuliaan Allah dinyatakan di bumi.

 

 

 

Keempat: Marilah kita ke Betlehem Memuliakan Allah (ayat 15-20)

 

Sama seperti respon para gembala itu atas pesan malaikat, mereka langsung percaya dan mewujudkannya dalam perbuatan. Mereka bergegas pergi ke Betlehem untuk merespon berita sukacita itu. Seperti juga respon Allah dalam perbuatan kasihNya yakni Firman itu telah menjadi manusia, respon gembala, maka kepada kita juga diminta respon positip dalam perwujudan pesan Allah kepada kita. Pesan baik tanpa respon ibaratnya kita “Ndableg”. Kalau respon itu juga hanya sebatas di mulut, tidak dalam tindakan dan perbuatan, maka kita adalah “Pembohong”.

 

 

 

Inilah yang diminta, bagaimana yang utama bagi kita adalah memberi kemuliaan bagi Allah dalam hidup kita. Memuliakan Allah berarti menempatkan Allah di atas segalanya, menempatkan Allah sebagai prioritas dan utama dalam kehidupan sehari-hari. Sehabis bangun tidur, maka Allah adalah yang utama. Di dalam kegiatan harian, Allah juga sebagai hal yang utama, dalam rencana dan tindakan, Allah yang utama, dengan demikian Allah kita muliakan. Menjauh dari dosa dan perbuatan yang tidak berkenan kepada Allah dalam keseharian kita, memberi sukacita bagi sesama dalam pergaulan sehari-hari, berbagi kasih dan sukacita, itulah gambaran nyata memuliakan Allah dalam kehidupan kita.

 

 

 

Memuliakan Allah hanya dimungkinkan dengan adanya damai sejahtera. Kerajaan Allah adalah kerajaan damai, kerajaan syalom. Itulah pesan natal bagi kita, yakni bagaimana kita setiap hari merasakan damai sejahtera itu. Damai sejahtera itu bukan ada pada makanan dan minuman, bukan ada dalam perjalanan-perjalanan yang menghabiskan dana, bukan kepada baju mahal, tetapi ada dalam kesederhanaan, bersahaja, mudah, gampang, dan tidak membuat jadi rumit, membuat jadi ruwet (complicated). Hidup yang mudah dan melihatnya sederhana adalah sumber mendapatkan damai sejahtera itu.

 

 

 

Pengharapan dunia akan datangnya kerajaan damai kerajaan syalom hanya diwujudkan melalui kita yang sudah menerima berita sukacita itu. Bagi mereka yang belum menerima dan percaya akan berita sukacita itu, maka mari kita lihat ajak mereka melihat Yesus, Anak Allah itu, begitu sederhananya, begitu bersahajanya. Damai lahir di Betlehem, damai lahir di hati kita, dalam kehidupan kita.

 

 

 

Penutup

 

Pesan natal melalui nats ini mengingatkan kita bagaimana Allah merencakan segala sesuatu pasti ada dasarnya dan kuat pilihanNya, sebagaimana Allah memilih para gembala penerima berita pertama lahirnya Raja Damai itu. Berita sukacita natal itu adalah bagi kita semua, bagi yang sudah mendengar dan percaya, bagi mereka yang belum mendengar atau belum percaya, bahwa bagi semua: “Telah lahir bagimu Juruselamat, Kristus Tuhan” di Betlehem.

 

 

 

Mari kita memuliakan Dia dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga tampak bahwa Yesus itu lahir dalam hidup kita, Yesus itu menjadi Pemilik kita. Kita ciptakan damai sejahtera dalam hidup kita, damai sejahtera dalam keluarga kita, dalam lingkungan kita, dengan demikian kita memuliakan Allah; sehingga pesan natal ini akan berkumandang bagi segala orang. Mari kita pergi ke Betlehem, melihat peristiwa Raja yang lahir itu dan kembali seperti gembala yang memuji dan memulikan Allah dalam kehidupannya. Joy to the world…The Lord is come… Hai Dunia, gembiralah… telah lahir Rajamu….

 

 Selamat Hari Natal 2021. Tuhan Yesus memberkati kita, amin.

Khotbah Minggu IV Adven 19 Desember 2021

 

Minggu Adven Keempat

 

 

 

BERBAHAGIALAH YANG TELAH PERCAYA (Luk. 1:39-55)

 

 

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Mi. 5:2-5a; Mzm. 80:1-7; Ibr. 10:5-10

 

 

 

Pendahuluan

 

Dalam minggu keempat adven ini kita lebih siap menyambut lahirnya bayi Yesus Sang Juruselamat di Betlehem. Segala perubahan sikap cara pandang kehidupan ini membuat kita semakin berkenan kepada Tuhan. Dengan begitu, maka kita pun sebagai anak-anakNya akan bersukacita dalam perayaan tersebut. Kita penuh sukacita menyongsong datangnya bayi kudus itu dalam hati kita, yang dalam beberapa hari ke depan kita akan menyanyikan “Malam Kudus….Bintang-bintang gemerlap…”.

 

 

 

Kitab Lukas sangat rinci menceritakan kelahiran Yesus Kristus sehingga banyak ahli yang berpendapat bahwa Lukas mewawancarai Maria secara langsung untuk memperoleh kisah kelahiran tersebut. Maka dalam minggu ini pribadi Maria ibu Yesus menjadi sorotan yang memberikan keteladanan bagi hidup kita. Juga melalui nats ini kita bisa melihat bagaimana panggilan dan perjumpaan dengan Tuhan dalam hidup kita masing-masing. Firman Tuhan dalam Luk. 39 - 55 memberitakan kepada kita empat hal yang memberi sukacita:

 

 

 

 

 

Pertama: Sambutan sukacita

 

Kalau kita melihat kehidupan Maria, maka sangatlah berat apa yang terjadi dalam kehidupannya. Mulai dari hamil sebelum menikah, hendak diputus tunangannya Yusuf, terlahir dari keluarga miskin, berjalan selama 3 hari dari Nazareth hingga Betlehem, melahirkan di kandang domba, bahkan setelah partus masih dikejar-kejar karena ancaman pembunuhan atas anaknya. Tetapi Maria menerima itu dengan sukacita dan ketika malaikat Gabriel menyampaikan kabar itu kepadanya, ia sambut dengan mengatakan, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Luk. 1:37).

 

 

 

Maria merespon keadaan itu dengan penuh tanggungjawab. Ia mengunjungi sepupunya Elisabet yang tinggal cukup jauh di pegunungan (perkiraan 3 hari berjalan kaki). Sebagai seorang wanita, mungkin ia memerlukan tempat untuk curhat tentang yang terjadi padanya. Ia tahu, bahwa bertemu keluarga dalam keadaannya saat itu akan sangat membantu situasi hatinya. Ini juga pelajaran bagi kita tatkala kita mengalami suatu “beban” pikiran, berbagi hal-hal yang berat atau sedih akan mengurangi beban kita. Berbeda halnya dengan berbagi hal yang menggembirakan atau sukacita justru sukacita kita akan bertambah-tambah. Itulah uniknya soal berbagi dan itu perlu dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sosial dan kekeluargaan.

 

 

 

Namun sungguh mengagumkan. Sewaktu Maria berkunjung, Yohanes yang saat itu masih dalam kandungan Elisabet melonjak kegirangan (Luk. 1:41). Elisabet menyadari hal itu sesudah Maria mengucapkan salamnya, sehingga ia memberi sambutan yang hangat dan merendah kepada Maria. Itu bukan basa-basi Elisabet karena bayi dalam kandungannya memang kegirangan. Sebuah perjumpaan yang menyenangkan dan memberikan sukacita bagi mereka dan anak-anak yang dikandungnya.

 

 

 

Demikianlah hati kita menyambut kedatangan bayi Yesus itu. Kita merendahkan hati kita dan bersukacita sambil memuji Allah akan kebaikanNya dalam hidup kita khususnya hadirnya Yesus sebagai Gembala dan Juruselamat dalam hidup kita.

 

 

 

Kedua: Berbahagialah yang percaya

 

Semua orang tidak akan tahu bagaimana sebuah beban hidup dapat berubah menjadi sebuah sukacita. Di sini hal yang menentukan adalah iman percaya kita kepada janji Allah sebagaimana disampaikannya melalui Alkitab. Ayat 56 dalam nats ini menegaskan bahwa janji Allah sebagaimana diberikan kepada Abraham itu merupakan janji yang selalu ditepati. Maria menyadari akan beratnya beban yang akan dia terima karena mengandung bayi itu, tetapi karena ia menerima dan percaya, maka Allah kemudian mengubahnya menjadi sukacita. Maria siap menerima baik kehormatan maupun celaan yang akan dialaminya karena menjadi ibu lahiriah dari Anak yang kudus itu.

 

 

 

Demikianlah kiranya bagi kita yang saat ini mengalami pergumulan atau beban hidup yang berat. Kita diajarkan untuk melihat rencana Allah adalah rencana yang indah (Yer. 29:11). Mata manusia kita sangat terbatas untuk melihat akan apa yang terjadi di balik semua beban yang terjadi. Tetapi iman percaya kita bahwa Allah akan menopang dan menguatkan dalam menjalani pergumulan itu, maka semua itu akan berakhir dengan kemenangan, sepanjang kita setia dan taat kepadaNya sebagaimana kesetiaan dan ketaatan Maria terhadap janji Allah tersebut. Begitu juga apabila ada kerinduan akan berkat dari Allah, maka seperti apa yang terjadi pada Elisabet yang baru pada masa tuanya baru dapat mengandung, merupakan bukti janji Allah tidak pernah mengecewakan. Ia lama mengalami aib tidak memiliki anak. Bahkan mengandung pada usia tua juga merupakan suatu beban baginya. Tapi ia menyambut semua itu dengan sukacita sebagaimana ia sampaikan kepada Maria ketika datang mengunjunginya.

 

 

 

Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk. 1:37). Segala sesuatu dari Kristus adalah “ya” dan “amin” dan kita tidak perlu ragu atau bimbang. Ini juga yang kita peroleh dari penggenapan janji Tuhan dalam bacaan lainnya yakni Mikha 5. “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata… dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah  Israel… sampai waktu perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan …” (Mi. 5:2-3). Janji Tuhan pasti akan digenapi, dan pesan itulah yang bisa kita lihat dari pengalaman Maria dan Elisabet, keduanya dipakai Tuhan untuk menjadi ibu yang diberkati. "Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana" (Luk. 1:45).

 

 

 

Ketiga: Janganlah Sombong

 

Maria ibu Yesus memberikan keteladanan sebagaimana diutarakan dalam kisah itu. Memang malaikat Gabriel menyatakan kondisi Elisabet saudaranya yang juga mengandung enam bulan (Luk. 1:37). Tetapi keistimewaannya menjadi ibu Yesus yang setelah besar “akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi”, tidak membuat Maria congkak. Janji Allah yang akan mengaruniakan kepada  bayi yang dikandungnya yakni Yesus akan menjadi “raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya…” tidak membuat Maria berfikir Elisabet yang harus datang kepadanya. Ia menyadari usianya lebih muda, dan itulah yang dilakukannya mengunjungi Elisabeth untuk mencari tahu tentang kabar sukacita itu.

 

 

 

Elizabet yang menyambutnya sebagai “ibu Tuhan” tidak menjadikan Maria tinggi hati. Maria malah menekankan bahwa Allah yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadanya (ayat 49). Maria membawa pesan bahwa Allah bahkan akan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya (ayat 51). Di sinilah kita dapat melihat bagaimana Maria membuat Allah lebih besar dan dirinya semakin kecil. Pujian memang bisa bermata dua, dapat menjadikan kita sombong dan merasa diri kita hebat, tetapi juga mengatakan bahwa itu semua adalah perbuatan tangan Tuhan yang kuat sebagaimana Maria menyatakannya sehingga kita tetap kecil dihadapanNya.

 

 

 

Ini juga yang dikatakan oleh William Barclay bahwa seringkali dalam kehidupan kita ada paradok dari kebahagiaan. Dipilih Allah seringkali berarti mahkota sukacita dan sekaligus salib dukacita pada saat yang sama. Oleh karena itu diperlukan hikmat dalam melihat berkat kebahagiaan yang kita terima karena maksud Allah hal itu juga seharusnya menjadi berkat bagi orang lain. Berkat yang diterima dengan kesombongan dan dinikmati sendiri akan dicerai-beraikan dan diturunkan kedudukannya dihadapan Allah dan manusia.

 

 

 

Maria memutuskan tinggal selama tiga bulan bersama Elisabet yang berarti sampai Elisabet melahirkan Yohanes Pembaptis. Mungkin dengan demikian mereka bisa saling berbagi baik hal sukacita maupun yang berat. Apa yang menjadi beban mereka bisa mereka sampaikan kepada Tuhan sebagaimana nyanyian Mazmur 80 yang merupakan bacaan lainnya. Beban Elisabeth yang hamil pada usia tua dan beban Maria yang mengandung anak tanpa suami menjadi ringan dan berubah menjadi sukacita. Di sini pentingnya memilih siapa yang kita jadikan teman atau partner saat kita menghadapi suatu pergumulan hidup.

 

 

 

Keempat: Perhatian kepada yang miskin

 

Sejajar dengan menghindari kesombongan, Allah meminta agar kita memperhatikan kaum yang rendah dan lapar (ayat 52-53). Kitab Lukas juga dikenal sebagai kitab yang peduli terhadap kaum miskin dengan mengutip kitab Yesaya bahwa kedatangan Tuhan adalah untuk orang miskin (Luk. 4:18). Dengan demikian menyambut natal tidak dipergunakan untuk membelanjakan hal-hal yang tidak perlu dan berlebihan, melainkan lebih peduli kepada mereka yang membutuhkan kasih.

 

 

 

Pesan bahwa Allah mengutakan kedatanganNya untuk kaum miskin harus memberi sinyal kepada kita untuk lebih memberikan kasih kepada mereka yang membutuhkan. Sukacita natal yang kita terima sebaiknya juga bisa dirasakan oleh semua orang sehingga natal menjadi sukacita bagi banyak orang. Sebagaimana disampaikan di atas, berbagi sukacita kepada orang orang lain tidak akan mengurangi sukacita kita melainkan justru bertambah-tambah, karena kita bisa melihat orang lain bersukacita dan itu akan memberikan sukacita tersendiri bagi kita. Ini yang membuat sukacita kita semakin bertambah.

 

 

 

Pesan ini pula yang disampaikan dalam bacaan lainnya Ibr. 10:5-10, bahwa Yesus masuk ke dunia sebagai korban untuk sukacita kita. Kita sudah dikuduskan melalui persembahan tubuh AnakNya yang tunggal itu. Oleh karena itu marilah kita “berkorban” untuk orang lain sebagai wujud penyataan kasih kita kepada Allah.

 

 

 

Kesimpulan

 

Pesan Tuhan dalam minggu keempat adven ini mengingatkan kita empat hal, yakni: Mari kita sambut kehadiran Yesus di dunia ini dan di dalam hati kita. Tetaplah kita percaya akan apapun yang terjadi dalam hidup kita. Menerima tanggungjawab dari Allah dan kita berbahagia akan janji Tuhan sebab janjiNya itu “ya” dan “amin”. Kalaupun itu berbentuk beban pergumulan maka kita harus taat dan tabah dalam menanggungnya sampai tiba saat janji dan kebahagiaan itu datang.

 

 

 

Kita tidak boleh sombong dalam menyambut sukacita natal ini. Hendaklah kita tetap rendah hati sebagaimana Maria rendah hati dalam sikapnya kepada Allah dan manusia. Kita juga tidak diminta untuk menyombongkan diri dalam keglamouran sukacita natal, melainkan diminta untuk berbagi sukacita kepada mereka yang rendah dan lapar, mereka yang membutuhkan kasih. Mengasihi Allah berarti mengasihi manusia.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati. Amin

 

 

 

Pdt. Ramles M. Silalahi, D.Min.

 

Kabar dari Bukit Minggu 19 Desember 2021

 

Kabar dari Bukit

 

 

 

RINDU PERUBAHAN (Mi. 5:1-5)

 

 

 

Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala (Mi. 5:1)

 

 

 

Di tengah-tengah rindu perubahan atas rasa lelah mengalami pandemi yang sudah berjalan hampir dua tahun, ada dua berita memicu adrenalin kita naik. Pertama, Pak Luhut B. Panjaitan menyatakan, indeks keyakinan konsumen Indonesia saat ini kembali tinggi. Indeksnya 118,5 yang jauh lebih tinggi dari angka sebelum pandemi, bahkan sempat anjlok di bawah angka 100 poin (detik.com).  Ini menandakan peningkatan keinginan belanja atau pengeluarkan uang masyarakat semakin besar.

 

 

 

Tetapi berita kedua breaking news juga memicu tensi darah bereaksi: virus tipe Omicron sudah masuk ke Indonesia! Virus Omicron ini diduga sangat cepat menyebarnya, yang tadinya dianggap momok baru lebih mematikan; bersyukur ternyata kurang sebegitu kejam jenis Delta. Tetapi, sakit selama beberapa hari tetap menakutkan, terlebih bagi yang berpenyakit bawaan lain.

 

 

 

Situasi ini dihadapi bangsa Israel saat nabi Mikha menyatakan nubuatannya yang menjadi nas firman Tuhan di Minggu IV Adven hari ini, yakni Mi. 5:1-5. Judul perikopnya: Raja Mesias dan penyelamatan Israel. Mikha adalah nabi dari pedesaan yang dipakai Tuhan. Ia mengingatkan Raja Yotam dan Ahas yang korup dan juga para pemimpin Yehuda saat itu, seperti imam-imam dan nabi-nabi fasik, hakim-hakim yang tidak jujur dan para pedagang yang mementingkan diri sendiri. Ada banyak ketidakadilan, penindasan penduduk miskin, keserakahan, dan kejahatan lainnya. Mikha menyatakan, bila tidak dilakukan perubahan, maka kejatuhan Israel dan Yehuda pasti terjadi (Mi. 1:6-7; 1:9-16; 3:9-12).

 

 

 

Semua orang menginginkan perubahan. Dan tidak ada gunanya menyalahkan keadaan. Perubahan hanya terjadi jika manusianya sendiri berubah. Itu terjadi jika dimulai dari diri sendiri, tidak tergantung orang lain. Menjaga kesehatan, mengikuti prokes 5M, rajin berolah raga, berpikir positif dan selalu dalam doa dan pengharapan, merupakan kunci untuk melalui semua hal buruk pandemi ini. Maka kedua berita di atas tidak perlu menjadi fokus kita lagi dalam menjalani hidup saat ini. Lupakan. Semua itu hanya meneguhkan bahwa kita manusia tidak ada apa-apanya, kadang hampa sia-sia tanpa ada kasih dan penyertaan Tuhan yang berkuasa. Tetaplah rendah hati untuk taat dan takut kepada-Nya. Sebagaimana nubuatan Mikha terbukti nyata, dari kota kecil Betlehem, Sang Raja telah lahir! (ay. 1)

 

 

 

Kini semua kembali ke kita. Memang ada yang mengatakan, melakukan perubahan diri itu ibarat menegakkan benang basah; usaha yang mustahil dapat dilaksanakan. Kepribadian (orang dewasa) itu sudah membatu. Tapi itu tidak benar. Percayalah Alkitab yang mengatakan, “bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Luk. 1:37), dan “tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!” (Mrk. 9:23). Semua hanya dimulai dengan bersyukur dan penerimaan diri, ada self affirmation. Kedua, mulailah dengan keyakinan: kita mau dan mampu berubah. Tanamkan di lubuk hati dan minta dipimpin Roh Kudus, kerinduan untuk berubah. Soal itu akan bertahun-tahun, jangan putus asa. Semua hanya membutuhkan latihan. Latihan rohani itu perlu, sama seperti latihan badani (band. 1Tim. 4:8). Mulai dari hal kecil saja. Hargai yang kecil. Betlehem desa kecil.

 

 

 

Kita semua tidak akan tahu bagaimana sebuah beban hidup dapat berubah menjadi sebuah sukacita. Yang kita tahu, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Maka kunci ketiga, terus menerus mengingatkan diri melalui doa dan pertolongan Roh Kudus, agar semua terkabul. Di sini hal yang menentukan adalah iman percaya kita kepada Raja yang kembali hadir ditengah-tengah kita. “Maka ia akan bertindak dan akan menggembalakan mereka dalam kekuatan TUHAN, dalam kemegahan nama TUHAN Allahnya; mereka akan tinggal tetap, sebab sekarang ia menjadi besar sampai ke ujung bumi, dan dia menjadi damai sejahtera" (ay. 3-5). Berbahagialah mereka yang telah percaya (Luk. 1:39-55).

 

 

 

Kunci keberhasilan mendaki adalah selalu memandang ke atas, melihat ada keindahan yang tidak terkira ketika sampai di puncak pendakian. Demikian juga hidup, perjalanannya selalu ada harapan dan rintangan, itu seninya. Mari kita fokus mempersiapkan diri dengan datangnya Tuhan Yesus yang akan kita rayakan. Teruslah berubah semakin baik, maka dunia juga akan ikut berubah.

 

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati kita, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 12 Desember 2021

 

Kabar dari Bukit

 

 

PEMULIHAN DAN SORAK-SORAI (Zef. 3:14-20)

 

 

 

Bersorak-sorailah, hai puteri Sion, bertempik-soraklah, hai Israel! Bersukacitalah dan beria-rialah dengan segenap hati, hai puteri Yerusalem! (Zef. 3:14)

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di Minggu III Adven hari ini dari Zef. 3:14-20. Judul perikopnya: Janji keselamatan. Nabi Zefanya (yang artinya “Tuhan bersembunyi”) menyuarakan pengharapan setelah umat Israel akan menderita beberapa lama. Penderitaan yang terjadi merupakan hukuman Tuhan atas dosa-dosa mereka. Tetapi Allah tetap mengasihi mereka. Janji keselamatan dan pemulihan pun diberikan. Melalui pertobatan yang dipimpin Raja Yosia (Zef. 1:1), semuanya berbalik baik. Kegelapan menjadi terang. Tangisan menjadi sorak-sorai, airmata menjadi sukacita beria-ria.

 

 

 

Situasi tersebut tentu merefleksikan kepada hari ini, saat kita semua dan seisi dunia menderita berat akibat pandemi Covid-19. Orang lain dapat mengatakan pandemi terjadi karena kesalahan prosedur dalam penelitian, dampak mobilisasi yang tinggi, atau semua versi ilmiah dan itu tidak ada hubungannya dengan dosa. Namun kerendahan hati membawa kita kepada sikap, bahwa manusia perlu bertobat dari sikap masa lalunya. Sama seperti di masa nabi Zefanya, dunia memiliki tantangan besar, seperti kemiskinan yang masih tinggi (ay. 3). Orang enggan berbagi. Para imam tidak memberi teladan baik, sama seperti masa sekarang agama telah menjadi komoditas politik (ay. 4). Peperangan dan kekerasan masih sering terjadi, ancaman lingkungan pemanasan global, dan lainnya, yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan saat mencipta bumi dan manusia.

 

 

 

Kita di Indonesia juga masih melihat besarnya sikap memusuhi sesama. Persoalan 212 masih menggema. Penyebaran kebencian terus berlangsung. Orang semakin mudah menghakimi. Meski tidak jelas dan tidak kuat alasannya, seolah-olah hal yang dilakukan oleh pihak lain (misalnya: pemerintah) tidak lagi ada bagus-baiknya (lihat ay. 7). Semua salah, dan ironisnya, dipakai menjadi peluru senjata untuk menjatuhkan. Hal ini membuat semakin besarnya sikap curiga dan was-was, yang menjadi momok untuk sulit bergerak maju.

 

 

 

Tetapi kita mari tetap bersyukur. Melihat perkembangan pandemi dua bulan terakhir, kita tentu berpikiran Tuhan sangat baik pada bangsa kita. Indonesia mengalami penurunan tingkat kematian dan kasus baru. Dunia memuji. Betul, tingkat vaksinasi sudah bagus. Banyak negara lain sudah terlebih dahulu mencapai vaksinasi yang tinggi, tetapi gelombang baru tetap datang. Saya berpikiran, kerendahan hati dan selalu dalam doa serta bersikap waspada, merupakan kunci keberhasilan manusia melawan pandemi ini.

 

 

 

Bangsa Israel menerima janji baru melalui nabi Zefanya. Kita pun berada pada janji dengan bersiap menyambut perayaan kelahiran Tuhan Yesus. Sikap itu yang perlu kita miliki saat ini. Allah tetap mengasihi manusia (ay. 14-15). Ia ada tinggal berdiam dalam diri kita (ay. 16-17). Tidak perlu takut. Seberapa berat beban masalah kehidupan yang kita tanggung, semua ada akhirnya. Badai pasti berlalu, kuk dan kelelahan akan dipulihkan (ay. 18-19). Kuncinya, datanglah kepada Tuhan Yesus dan berjanji melakukan perubahan yang menyenangkan hati-Nya. Bila tidak, kapak dan penampi siap beraksi (Luk. 3:7-18).

 

 

 

Mari terus rendahkan hati dan berusaha melakukan yang terbaik untuk sesama dan bagi-Nya. Kita yang tercerai jarak selama ini, akan dipersatukan (lihat ayat 20). Pandemi akan menjadi endemi, sebuah penyakit biasa yang akan ada obatnya. Satukan hati. Singkirkan perbedaan dan egoisme. Damai adalah kunci memulai. Dan Raja Damai akan kembali berkuasa bagi seisi bumi. Sorak-sorai layak kita siapkan untuk menyambut-Nya. Hosana, muliakanlah Raja kita.

 

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

 

Tuhan Yesus menyertai kita, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 15 guests and no members online

Login Form