Sunday, May 19, 2024

2021

Kabar dari Bukit 3 Januari 2021

Kabar dari Bukit

SPESIAL DI HADAPAN ALLAH (Mzm. 147:12-20)

 

Ia tidak berbuat demikian kepada segala bangsa, dan hukum-hukum-Nya tidak mereka kenal. Haleluya! (Mzm. 147:20)

 

Firman Tuhan di Minggu kedua setelah Natal atau pertama di tahun baru ini, dari Mzm. 147:12-20, dengan judul perikop: Kekuasaan dan kemurahan Tuhan. Ayat 1-11 sebelumnya menekankan kekuasaan dan kemurahan Tuhan, dengan karya-Nya yang besar dan ajaib bagi umat-Nya Israel. Tuhan baik dengan memulihkan mereka dari pembuangan di Babel, menyembuhkan yang patah hati, dan membalut luka-luka mereka (ayat 1-3). Kebaikan tersebut meneguhkan pengakuan Allah Mahakuasa, yang menciptakan bintang-bintang dan membuat awan-awan penutup langit. Ia membuat gunung-gunung dan menumbuhkan rumput (ayat 4, 8). Maka untuk itu Allah sungguh layak dimegahkan, disembah, serta dinaikkan puji-pujian bagi-Nya (ayat, 6-7).

 

Kita pun sebagai jemaat Israel baru, pengikut Kristus, tentu sudah merasakan kuasa dan kemurahan Tuhan sepanjang tahun 2020. Kita merayakan Yesus Kristus yang turun ke dunia, menebus dosa-dosa manusia, sepanjang menjadikan Ia sebagai Juruselamat dan Raja yang memerintah hidup sehari-hari. Kita dapat menghitung hari-hari kemurahan Tuhan, membuat daftar besarnya, termasuk kemurahan-Nya kita sehat selamat masuk ke tahun 2021 ini.

 

Tetapi mungkin ada yang tidak dapat merasakan kebaikan Tuhan selama tahun 2020, atau sebelumnya. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Pertama, kita perlu menyadari bahwa kebaikan Tuhan tidak tergantung kepada keadaan kita atau seseorang. Dia Allah yang Mahabaik; itu karakter Allah. Tidak ada yang dapat mengubah itu. Mungkin kita merasa sudah meminta, bahkan mengklaim memintanya dengan iman. Tetapi hal yang perlu ditanyakan adalah: apakah kita memintanya dengan motivasi yang baik? Allah tidak memberikan ular jika anak-anak-Nya meminta ikan (Mat. 7:9-10, Flp 4:19).

 

Nah, kalau kita merasa Allah belum baik (kepada kita), justru pertanyaannya: Mengapa? Mazmur minggu ini mengajarkan: Pertama, kita belum sungguh-sungguh menjalankan perintah Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Kurang taat, itu istilah tepatnya. Jika kita merasa Allah berkuasa memberikan yang kita minta, maka taatlah pada aturan dan perintah-Nya. Bersekutu tiap pagi, berserah dalam menjalani kehidupan, produktif dan bekerja dengan baik, dan berbuah bagi sesama. “Ia memberitakan firman-Nya kepada Yakub, ketetapan-ketetapan-Nya dan hukum-hukum-Nya kepada Israel,” kata Mazmur ini dalam ayat 19.

 

Kedua, kita mungkin tidak mensyukuri pemberian Allah yang sudah ada. Istilahnya, terus kurang puas. Allah Mahatahu akan kebutuhan dan keperluan kita. Tidak pernah ada yang mati karena kelaparan di negeri ini. Maka bila ada yang ingin ditambahkan, berusahalah dalam jalan Tuhan untuk meraihnya. Membuat rencana itu mutlak, sebab Allah lebih senang melihat rencana yang kita buat dan diberkati-Nya (Luk. 14:28; Yak. 4:15). Mintalah, maka akan diberikan kepadamu.... (Mat. 7:7). Tetapi janganlah meminta hanya kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu (Yak. 4:3).

 

Kita juga harus belajar bersyukur bila ada pergumulan dan ujian iman yang datang menerpa. Sepanjang itu bukan karena kebodohan atau hilangnya hikmat, maka Tuhan pasti memberikan jalan keluarnya (1Kor.10: 13; Flp 4:13). Tetaplah semangat dan bersyukur. Tuhan menginginkan kita bertumbuh dalam keyakinan penyertaan-Nya, dan semua itu terjadi jika ada penghayatan firman yang dalam dan benar (lih. Rm 8:28). Ketahui firman-Nya, dan refleksikan dalam kehidupan sehari-hari, maka kita semakin mengenal Allah yang Mahabaik itu. Jadi, jangan hanya manis di mulut saja (Mat. 2:1-12).

 

Allah berkuasa dengan karakter Mahabaik-Nya, maka tidak sulit merasakan kita telah diberkati. “Ia memberikan kesejahteraan kepada daerahmu dan mengenyangkan engkau dengan gandum yang terbaik” kata ayat 14. Ia menyampaikan perintah-Nya, firman-Nya, maka semua terjadi, bahkan membalikkan (ayat 15, 18).

 

Merasa diri hebat bahwa kita tidak membutuhkan Allah, sebab pintu-pintu gerbang berkat telah ada, itu sikap yang salah. Matthew Henry mengatakan, palang pintu tetap Allah yang pegang (ayat 13). Palang itu bisa menutup semua, dan kemudian orang congkak menjadi sengsara. “Allah senang kepada orang-orang yang takut akan Dia,” kata nas di ayat 11.

 

Poin penting dalam nas Mazmur minggu ini adalah: jadikan diri kita spesial, istimewa di hadapan Allah. Jangan merasa kita seperti “orang kebanyakan”, biasa-biasa saja. Kita merupakan pilihan Allah dalam bagian rencana-Nya. Membuat “perjanjian dengan Allah” menjadikan kita spesial, dan Allah akan menyertai dengan janji tersebut (ayat 19). Dan ayat 20 nas mengatakan, “Ia tidak berbuat demikian kepada segala bangsa, dan hukum-hukum-Nya tidak mereka kenal. Haleluya!” Jadikan resolusi kita di tahun 2021 ini: aku istimewa di hadapan Tuhan. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Khotbah Minggu 3 Januari 2021

Minggu Kedua Setelah Natal

JANGAN HANYA MANIS DI MULUT (Mat. 2:1-12)

 

“Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur” (ayat 11).

 

Pendahuluan

Nats ini menceritakan peristiwa saat Yesus sudah berusia 1-2 tahun, tatkala Raja Herodes berkuasa di wilayah Israel dari kekuasaan Romawi. Ia seorang yang cerdas dan keras sehingga dapat berkuasa selama 30 tahun. Minatnya sangat luas termasuk kepada hal-hal sejarah dan agama, sehingga ia juga dikenal sebagai raja yang merenovasi bait Allah dengan memperluas dan mempercantiknya. Ini dilakukannya tentu agar menarik simpati orang Yahudi. Ia banyak mengetahui isi Perjanjian Lama termasuk pengharapan datangnya Mesias. Herodes sendiri diberi gelar “Raja Yahudi” oleh Kaisar Romawi sebab ia memiliki darah Yahudi, meski orang Yahudi tidak menyukainya, sebab acapkali ia bertindak kejam dan bersikap keras kepada yang tidak disukainya. Salah satu yang dikenal dalam sejarah adalah ketika ia memutuskan untuk membunuh para bayi yang berusia di bawah dua tahun, setelah mengetahui bahwa telah lahir sekitar dua tahun lalu yaitu Yesus, Mesias dan Raja Yahudi yang dinanti-nantikan oleh umat Yahudi tersebut.

Nats minggu ini memberi pelajaran kepada kita beberapa hal, sebagai berikut:

 

Pertama: Memahami petunjuk (ayat 1-6)

Adanya petunjuk kepada orang-orang majus dengan munculnya “bintang-Nya di Timur” membuktikan berita kelahiran itu juga disampaikan ke seluruh dunia. Kedatangan Tuhan Yesus sebagai manusia sebagai Juruselamat bukan hanya untuk orang Yahudi, melainkan untuk segala bangsa. Ahli waris itu tidak hanya umat Israel melainkan sudah terbuka kepada semua orang (lihat bacaan lainnya Ef. 3:1-12).

Meski dianggap memiliki kedudukan tinggi di wilayah Patria, Babylonia, latar belakang orang majus sendiri tidak terlalu jelas dalam Alkitab, sehingga dalam tradisi gerejawi sering ditafsirkan dengan beberapa kemungkinan, seperti mereka adalah para ahli astrologi (perbintangan), mungkin keturunan orang Yahudi yang ada di pembuangan, atau mungkin juga mereka mendapat pesan langsung dari Allah atas berita tersebut. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan adanya nubuatan dalam Perjanjian Lama, “bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel” (Bil. 24:17, yang mendorong mereka datang dari Timur ke Yerusalem.

Tetapi yang utama sikap diperlihatkan oleh orang majus yakni langsung bertindak dengan adanya petunjuk yang mereka terima dari Tuhan. Petunjuk bintang itu juga terus mengikuti mereka hingga tiba di Yerusalem (ayat 9). Hal ini dapat dikaitkan dengan bacaan lainnya yakni Mzm. 72:1-7; 10-14, yang menekankan hukum itu harus diberikan kepada para raja-raja, sehingga raja membawa keadilan dan damai sejahtera bagi bangsa; orang yang tertindas dan orang miskin akan ditolong, tetapi justru Allah akan meremukkan para pemeras.

Bagaimana dengan kita? Adakah kita merespons petunjuk dari Allah dalam hidup kita dengan datang kepada-Nya, seperti otang majus yang berjalan ribuan kilometer dari dekat Roma hanya untuk melihat Raja yang lahir itu dan menyembah Dia? Atau kadang kala kita dibutakan, meski Allah telah memberi petunjuk dengan tanda-tanda baik berupa berkat keberhasilan maupun dalam “sakit”, namun respon kita belum sama dengan orang majus tersebut?

Meminta petunjuk pada masa kini memang bisa mengundang perdebatan teologis. Alkitab sendiri banyak menyebutkan cara-cara manusia meminta tanda atau petunjuk tersebut, seperti melalui mimpi, penglihatan, atau bahkan memilih dengan cara “dadu” seperti penunjukan Mathias pengganti Tomas, murid Yesus. Memang meminta cara mendengar suara langsung dari Allah (audible) sudah diragukan dan tidak dilakukan oleh Allah, meski hak prerogatifnya tetap ada pada Allah. Tetapi permohonan dan kerinduan untuk menerima tanda atau petunjuk yang didasari doa dan hikmat dalam menentukan “mana yang lebih baik”, saya kira tidak bermasalah, sepanjang hal tersebut semuanya berkenan dan berorientasi kepada Allah. Doa dan hikmat sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga yang lebih utama tidak terjadi “kebutaan dan ketulian” akan tanda-tanda yang sebenarnya sudah diberikan kepada kita.

 

Kedua: Jangan hanya manis di mulut (ayat 7-8)

Umat Yahudi sendiri berfikir bahwa Mesias yang datang itu adalah Raja yang memiliki kepemimpinan yang kuat secara politik dan militer, seperti Alexander Agung, dengan pengharapan dapat mengusir tentara Romawi yang sedang menjajah. Herodes mengetahui itu, oleh karenanya ketika ia mendengar lahirnya Yesus Sang Raja, Herodes menjadi ketakutan dalam hatinya. Herodes bertanya kepada semua imam kepala dan ahli taurat, di mana Mesias itu akan dilahirkan, yang dijawab: di Betlehem tanah Yehuda (Mi. 5:1).

Padahal sebenarnya ia memiliki maksud tersembunyi agar dapat membunuh bayi itu. Ia tidak mau disaingi sebagai raja Yahudi yang sudah ditetapkan oleh Kaisar Romawi. Ia bermanis mulut dengan memanggil orang majus itu dan mengatakan, bilamana bintang itu nampak? (ayat 7). Demikian juga ia bermulut manis dengan menyuruh orang majus itu ke Betlehem, katanya: "Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia"(ayat 8).

Tetapi kenyataannya niatnya sangat buruk, dalam bahasa gaulnya, Herodes bersikap “muna”, lain di mulut lain di hati. Ia ketakutan dan ingin membunuh bayi itu. Maka ketika Herodes tahu bahwa orang majus tidak kembali dan malah menyembunyikan berita itu, maka untuk mengamankan rencananya dan menutupi ketakutannya, ia memerintahkan membunuh semua bayi yang berusia 2 tahun ke bawah. Alangkah sadis dan kejamnya.

Pernahkah kita bersikap demikian? Apakah kita mudah tergoda bahwa “persaingan” di dalam keluarga, di kantor, di tempat kerja, atau di tempat lain membuat kita seolah-olah bermulut manis, namun sebenarnya hati kita dilingkupi niat busuk untuk memangsa siapa saja yang mencoba menghalangi karir atau keunggulan kita? Kita perlu hati-hati dari godaan iblis. Mempertahankan prestasi dan kedudukan hanyalah dengan memberi dan menghasilkan yang terbaik bagi pihak lain. Menutupi kelemahan dan kekurangan dengan niat buruk, suatu saat pasti gagal. Bau bangkai pasti terkuak. Apalagi dalam hal rencana dan kehendak Allah, maka tiada yang dapat menggagalkannya, sebagaimana Herodes berusaha membunuh Yesus.

 

Ketiga: Mempersembahkan yang sesuai (ayat 9-11)

Orang majus saat datang dari jauh sudah mempersiapkan persembahan bagi Raja yang lahir itu. Mereka dengan ketulusan hati mempersiapkan segala sesuatu, dan untuk alasan itu pulalah kelihatannya Allah memberitahukan berita sukacita itu kepada mereka. Mereka berangkat membawa persembahan yang mahal sesuai dengan kemampuan mereka yakni emas, kemenyan dan mur. Tradisi dalam gerejawi, jenis persembahan ini ditafsirkan dengan emas sebagai lambang persembahan kepada keluarga raja; kemenyan sebagai lambang persembahan untuk Tuhan; dan mur sebagai lambang persembahan untuk seseorang yang akan mati, karena Yesus memang mati bagi penebusan dosa-dosa kita.

Mazmur 72 menekankan persembahan ini juga, yakni agar raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan-persembahan; kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti! Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya! (ayat 10-11).

Kita diingatkan untuk mempersiapkan dan memberi persembahan bagi Tuhan. Apakah kita sudah memberikan yang terbaik dan sesuai dengan “maksud” Tuhan dan “keberadaan” kita? Mungkin kita tidak peduli dengan mengatakan bahwa kita sudah memberikan persembahan kepada/melalui gereja. Saya sendiri tidak menganut doktrin bahwa semua persembahan harus diberikan kepada gereja. Apalagi, jika gereja kita tidak menggunakan dananya dengan baik, khususnya untuk kepentingan pekabaran Injil dan pelayanan kasih. Kita harus memperhatikan dan menyesuaikan rencana Allah dengan apa yang “dibutuhkan” oleh lingkungan di sekitar kita. Mungkin kita memberi persembahan tanpa memikirkan bahwa itu sebenarnya “tidak cocok” dengan maksud Allah. Kalau kita ada dalam lingkungan suatu tempat, maka Allah bermaksud lingkungan kita adalah tempat Allah dimuliakan, dipersembahkan kepada mereka-mereka yang ada di sekitar kita dahulu, yang tentunya dalam kerangka pelayanan iman dan kasih kita sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus. Kalau gereja kita sebagai anggota sudah melakukan pengelolaan dana persembahan dengan baik, maka kita tentu harus sukacita memberikan kepada gereja tersebut apa yang terbaik untuk pelayanannya.

 

Keempat: Berubah setelah bertemu Tuhan

Mungkin kita lebih sering mempertanyakan siapakah Tuhan, siapakah Yesus itu? Kita lebih sering meminta agar Tuhan lebih dahulu menjelaskan diri-Nya kepada kita dan setelah itu baru kita mau menyembah Dia. Ini berbeda dengan orang majus, begitu mereka menerima tanda yang kecil saja, sikap untuk menyembah dan memberikan yang terbaik langsung terlihat dalam hidup mereka. Mereka langsung berubah ketika menerima pesan dari Tuhan terhadap mereka.

Demikian juga setelah kembali melihat Yesus, mereka merubah jalan pulang tidak lewat Yerusalem agar maksud Herodes tidak kesampaian untuk membunuh Yesus. Pesan dari peristiwa ini adalah agar banyak orang merubah jalan hidupnya setelah bertemu dengan Yesus. Apakah kita sudah merubah jalan hidup kita karena sudah mengenal dan percaya kepada Yesus?

Bacaan dari nats lainnya pada minggu ini ada di Yes. 60:1-6a, yang juga menekankan: “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu”. Kita semua diminta bangkit. Allah memberikan pelbagai hikmat dan talenta dalam pelayanan kita, sebagaimana dinyatakan dalam bacaan lainnya, “supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Ef. 3:10-11).

 

Penutup

Ada empat pesan dari nats minggu ini yakni agar dalam menjalani kehidupan ini, mulailah memahami petunjuk dari Allah, sebagaimana orang majus tadi. Kalau memang belum ada, jangan ragu untuk meminta tanda atau petunjuk sepanjang itu adalah pilihan baik dengan baik, bukan pilihan antara baik dengan buruk. Persaingan hidup selalu ada, tetapi janganlah kita bersikap munafik, hanya manis di mulut seperti Herodes. Hatinya disembunyikan dengan maksud jahat.

Allah sering memberi tanda atau petunjuk dalam perjalanan hidup kita. Maka persiapkanlah yang sesuai dan terbaik untuk kemuliaan Tuhan dan balasan atas pengorbananNya di Golgota. Pengenalan dan pertemuan dengan Tuhan harus membuat perubahan dalam jalan hidup kita, seperti orang majus yang merubah jalannya setelah bertemu dengan Tuhan.

Tuhan Yesus memberkati.

 

 

Renungan Tahun Baru 1 Januari 2021

RENUNGAN Tahun Baru 1 Januari 2021

TAHUN BARU SEMANGAT BARU (Pkh. 3:1-13)

 “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya” (Pkh. 3:1)

 

Firman Tuhan bagi kita, Pkh. 3:1-13, (dibacakan) berbicara tentang kekuasaan Tuhan atas hidup manusia dan alam semesta. Untuk segala sesuatu ada waktunya; manusia bisa berencana, berikhtiar, tetapi Tuhan adalah penentu segalanya.

 Tahun 2020 segera berlalu. Pergantian tahun mendorong kita untuk merenung sejenak, melihat ke belakang. Seperti patung Janus yakni dewa Yunani dengan dua wajah, menatap ke belakang sebagai refleksi, dan ke depan sebagai pengharapan. Nama bulan Januari berasal dari kata Janus ini. Dan kontemplasi Mzm. 90:12 sangat relevan: "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana."

Akhir tahun seperti tutup buku. Dalam perusahaan, pendataan persediaan, penghitungan arus kas, dan lainnya. Demikian juga setiap kita pribadi-pribadi. Tentu, kita evaluasi tidak melulu pencapaian, untung rugi, tetapi juga tentang upaya kita dalam hidup memberi yang terbaik, sebagai wujud bukti kita mengasihi Tuhan dan sesama. Ada pergumulan, ada berkat sukacita, dan kita merasa bahwa tangan Tuhan ikut bekerja dalam hidup kita.

Di atas semua itu, tentu kita wajib bersyukur memasuki tahun yang baru ini. Mzm. 8:5 mengingatkan: "apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" Ketika kita merasakan Tuhan tidak memberi yang terbaik, atau tidak ikut campur dalam hidup kita, janganlah menjauh. Justru bagaimana agar kita semakin lebih dekat dan lebih mengenal DIA sehingga kita tahu bahwa Tuhan selalu ada menyertai kita.

Sebagai anak-anak Tuhan, Dia ingin kita berhasil. Semuanya tentu akan lebih baik jika ada perencanaan dan pengharapan. Hidup berserah bukan berarti que sera-sera, whatever will be will be. Jangan juga terlena pada hal yang telah berlalu. Kaca spion untuk melihat ke belakang selalu dibuat kecil. Kaca di depan jauh lebih besar agar fokus kita lebih ke depan, melihat dan membuat hal-hal baru dalam hidup di tahun yang baru.

Mari kita buat dan tuliskan daftar petisi atau permohonan dan pengharapan. Rencana ke depan disusun untuk meraih hidup yang lebih damai dan sejahtera, dengan optimisme yang membubung tanpa kepongahan.

Saat menyusun petisi perlu pegangan: Pertama, kita hanya dapat berencana, namun tidak dapat memastikan hari esok. Kedua, hidup kita singkat, oleh karena itu harus diisi dengan yang bermakna. Waktu terbatas. Ketiga, kita bergantung kepada Tuhan sepenuhnya dalam perencanaan.

Kitab Yakobus 4:13–17 telah menasihatkan agar senantiasa memikirkan kehendak Tuhan dalam setiap rencana yang disusun. Tuhan berdaulat membuat rencana kita berhasil. Tentu kita perlu melakukan bagian kita dengan yang terbaik, sambil menundukkan diri di hadapan-Nya, dan Tuhan akan melakukan bagian-Nya. Do Your Best and Let God Do the Rest! (Kol. 3:23-24). Dengan demikian, apa yang kita rencanakan dan lakukan, menjadi berarti. Tuhan akan meninggikannya. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka" (ayat 11).

Kita bersyukur melewati tahun yang lalu dengan segala mosaiknya, indah dan buruknya. Mari tetap bersyukur karena kita sudah dalam keselamatan kekal. Kini, dengan berserah kita juga menyusun petisi pengharapan, membulatkan tekad untuk melakukan yang terbaik di tahun yang baru.

Mari kita semua membuat hari-hari kita lebih baik dari tahun yang lalu. Dan semua itu hanya kemuliaan bagi-Nya. Soli Deo Gloria. Tuhan memberkati, amin.

Pdt. Em. Ir. Ramles M. Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 23 guests and no members online

Login Form