Thursday, November 27, 2025

2025

Kabar dari Bukit, Minggu 28 September 2025

Kabar dari Bukit

 

 RASA TENTERAM YANG SEMU (Am. 6:1-7)

 

 ”Sungguh celaka orang yang merasa aman di Sion, orang yang merasa aman di gunung Samaria” (Am. 6:1a TB2)

 

 

Kita baru saja melihat dampak perbuatan beberapa anggota DPR yang berjoget-joget pada rapat resmi; ditambah lagi dengan ucapan-ucapan terbuka mereka yang menyakitkan hati rakyat. Apalagi di tengah kesulitan dan kemandekan ekonomi yang terjadi, anggota DPR malah mendapat tambahan tunjangan Rp. 50 juta per bulan untuk biaya tempat tinggal, memiliki hak istimewa. Masyarakat pun kecewa, marah, turun ke jalan. Adanya casus belli atau pemicu meninggalnya seorang pengojek dilindas kenderaan taktis polisi, amukan massa tidak terhindarkan. Dalam teori, kumpulan massa itu seperti sapi yang mudah diarahkan. Maka terjadilah penjarahan beberapa rumah anggota DPR termasuk Menkeu serta pembakaran fasilitas publik dan kantor pemerintahan. Tragedi berulang kembali dalam perjalanan bangsa kita; kemunduran dan berbiaya mahal.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Amos 6:1-7; yakni peringatan nabi Amos terhadap para penguasa Israel saat itu yang sedang mengalami kemajuan dan kemakmuran ekonomi. Mereka merasa memiliki hak istimewa di atas bangsa-bangsa lain (ay. 2-3). Pejabat hidup berlimpah dan mempertontonkannya dengan kesombongan, sementara di tengah masyarakat terjadi penindasan, kemerosotan moral, ketidakadilan sosial, kemiskinan dan kesulitan hidup. Simbol Sion Yerusalem dan Samaria (Israel Utara) adalah rasa aman tenteram yang palsu (ay. 1).

 

 

 

Semua itu terjadi karena para pejabat telah melupakan Allah sebagai sumber berkat. Mereka lebih fokus kepada dirinya dan keluarga, menikmati kenikmatan duniawi, kesenangan diri. Hidup terlena, berfoya. Allah menegur: “Celakalah kamu yang berbaring di atas ranjang yang mewah-mewah dan berpesta dengan daging sapi dan domba yang muda! Kamu senang menggubah nyanyian..., dan kamu memainkan lagu-lagu itu dengan kecapi. Kamu minum anggur dari gelas yang diisi penuh, dan kamu memakai minyak wangi yang terbaik, tapi kamu tidak bersedih hati atas kehancuran Israel” (ay. 4-6).

 

 

 

Nabi Amos mengingatkan jangan berpikiran “bahwa hari malapetaka masih jauh.... perbuatanmu hanya mempercepat tibanya hari kekejaman itu” (ay. 3). “Karena itu kamulah yang pertama-tama akan diangkut ke pembuangan. Pesta-pesta dan perjamuan-perjamuanmu akan berakhir” (ay. 7).

 

 

 

Ada empat pelajaran penting dari firman-Nya minggu ini. Pertama, berkat-berkat duniawi yang kita terima adalah baik. Timbul rasa aman juga wajar. Namun ketika kita tidak lagi mengakui Allah sebagai sumber berkat dan hidup, maka itu menjadi dosa. Ini sikap congkak yang mengandalkan kehebatan diri dan merasa kuat (ay. 13).

 

 

 

Kedua, tetaplah rendah hati, pengakuan semua berkat adalah dari Tuhan. Itu adalah anugerah-Nya: kita diberi hidup sehat, kemampuan dan kesempatan, keluarga mendukung, lingkungan yang membuat hidup bisa berlimpah. Respon kita justru bersyukur dan tetap sederhana. Tidak ada gunanya pamer, Tuhan bisa mencabutnya sekejap.

 

 

 

Ketiga, hidup bersyukur mesti diisi dengan berbagi dan peduli sesama; sesuai kemampuan. Ada parameter seperti persepuluhan meski tidak mutlak, bisa kurang atau lebih sesuai kerelaan, bukan dengan berat hati. Ingatlah hukum tabur tuai. Hidup orang percaya dasarnya adalah kasih dan menjadi berkat berdampak bagi sesama.

 

 

 

Terakhir, hidup di dunia sangat singkat dibanding dengan kekekalan. Rasa aman dengan berkat duniawi apalagi dengan pamer dan kesombongan hanyalah sementara. Keselamatan kekal dan sejati hanya ada pada Yesus Kristus yang telah menebus dosa kita dan memberi hidup kekal. Tetaplah bergantung dan menjadikan-Nya sebagai pusat hidup.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu XVI Setelah Pentakosta - 28 September 2025

Khotbah Minggu 28 September 2025 - Minggu XVI Setelah Pentakosta

  JURANG YANG TAK TERSEBERANGI (Luk. 16:19-31)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer. 32:1-3a, 6-15 atau Am. 6:1a, 4-7; 1Tim. 6:6-19;

 Mzm. 91:1-6, 14-16 atau Mzm. 146

 

Pendahuluan

 

Minggu ini kita masih diberikan pengajaran tentang konsekuensi penggunaan harta dan kekayaan yang salah dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kisah dalam nats ini yakni tentang orang miskin yang penuh iman dan tentang orang kaya yang tidak peduli dan membekukan hatinya terhadap sesama dan tidak memiliki belas kasih. Kisah ini hanyalah perumpamaan yakni tidak sungguh-sungguh terjadi. Lazarus dalam kisah ini berbeda dengan Lazarus yang disebutkan dalam Yoh. 11 yang dibangkitkan Yesus. Akan tetapi yang ditekankan dalam kisah ini adalah bahwa segala hal yang kita lakukan dan perbuat selama kita hidup di dunia ini akan membawa konsekuensi ketika kita nanti dipanggil Tuhan menghadap-Nya. Konsekuensi ini permanen dan tidak ada yang bisa merubahnya. Dari kisah yang kita baca minggu ini diberikan beberapa pengajaran sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: adanya yang kaya dan miskin (ayat 19-21)

 

Kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin memang sudah ada sejak manusia mengenal sistim kepemilikan individu. Tidak dapat dipungkiri manusia diciptakan Allah dengan berbagai kemampuan yang tidak sama khususnya dalam mencari nafkah dan penghasilan. Manusia dengan kemampuan tinggi akan dengan mudah memanfaatkan segala sumber alam dan produksi untuk menjadi miliknya, di bawah penguasaannya, dan juga untuk dinikmatinya. Sistim ini pernah dicoba untuk dihilangkan melalui sistim sosialis komunis, dengan konsep kepemilikan bersama dan komunal, namun dari pengalaman beberapa dekade di berbagai negara sistim ini gagal untuk meningkatkan keadilan dan harkat manusia. Sistim ekonomi tidak bisa menghilangkan individualitas yang dianggap justru meningkatkan kemakmuran bagi semua.

 

 

 

Kecendrungan manusia untuk mencoba meningkatkan harkat dan derajatnya melalui kepemilikan yang banyak dan berlebih dari kebutuhannya bukanlah sesuatu yang tabu. Manusia diberi talenta dan karunia yang berbeda. Berbagi kepemilikan dengan sistim sama rata sosialisme juga tidak efektip sebagaimana disebutkan di atas. Maka yang menjadi masalah adalah ketika yang memiliki banyak kemudian mengeksploitasi mereka yang memiliki sedikit dan kurang berpendidikan, seperti majikan mengeksploitasi buruh, pemilik modal menindas pekerja, tuan tanah menindas buruh tani, pejabat memeras rakyat, yang pintar menipu yang bodoh, dan sebagainya. Hal ini akan jelas terlihat ketika mereka yang kaya kemudian melupakan yang miskin dengan hanya menikmati untuk dirinya sendiri saja.

 

 

 

Itulah gambaran yang diberikan dalam nats ini. Orang kaya yang disebutkan dalam kisah ini selalu ingin menunjukkan kekayaannya dengan memakai jubah ungu mahal, bersukaria setiap hari dengan penuh kemewahan. Ia benar-benar menikmati kekayaannya dan mementingkan dirinya sendiri, bahkan mungkin secara atraktif memperlihatkan kepada banyak orang. Sementara di lain pihak kita membaca bagaimana Lazarus (yang berarti “Allah adalah pertolonganku”) dan hidup benar di hadapan Allah, harus hidup dengan mengais-ngais sisa makanan yang dilemparkan dari rumah orang kaya itu, dan itupun mungkin harus bersaing dengan anjing!!! Bahkan kadang anjing itu datang untuk menjilati borok Lazarus yang papa dan ia tidak mampu untuk mengusirnya. Sungguh gambaran yang tragis sikap orang kaya terhadap orang miskin.

 

 

 

Kedua: semua orang akan mati dan mendapat yang setimpal (ayat 22-25)

 

Akan tetapi segalanya akan berakhir ketika semua orang dipanggil kembali kepada Tuhan. Umur manusia tidak ada yang bisa memperpanjang dan Allah pemegang mutlak atas itu. Untuk itu tidak ada perbedaan kaya dan miskin, berbaju bagus atau compang-camping, pintar atau bodoh, Allah yang menentukan kapan akan menghadap Dia, meski diakui hikmat dalam pengetahuan bisa membawa dampak pada umur rata-rata orang terkait kesadaran kesehatan. Kalau semasa di dunia orang kaya mendapatkan kenikmatan dengan baju dan makanan yang enak dan melupakan mereka yang miskin, atau mendapatkan kehormatan dengan di tempatkan di tempat-tempat khusus dan utama, maka ketika kematian tiba, semua itu tidak ada artinya. Allah yang menjadi hakim bagi semua orang dengan melihat semua yang dilakukan terlepas dari kondisi kaya miskinnya.

 

 

 

Seperti semua orang Lazarus dan orang kaya itu memang akhirnya mati tanpa perlu dijelaskan penyebabnya. Akan tetapi Lazarus yang miskin itu langsung dibawa malaikat dan duduk di pangkuan Abraham. Di sini Abraham digambarkan sebagai bapak orang beriman sehingga dapat dipastikan bahwa Lazarus penuh dengan iman pada masa hidupnya. Meski ia miskin dan kelaparan, namun melalui imannya ia percaya ada dalam pemeliharaan Allah dan tidak pernah mengeluhkannya. Oleh karena itu ia diangkat ke Firdaus dan tinggal bersama-sama Abraham dan bahkan mendapat tempat yang istimewa di pangkuan Abraham (band. Yoh. 1:18). Pangkuan disini dalam pengertian “berbaring” yakni dalam suasana pesta di Firdaus (zaman dahulu menikmati pesta sering dilakukan dengan berbaring).

 

 

 

Berbeda dengan Lazarus yang menikmati kehidupan setelah kematiannya, orang kaya yang selalu hidup mewah tadi digambarkan menderita di alam maut. Orang kaya itu melihat Lazarus dan mengatakan kepada Abraham agar mengasihaninya. Ia sangat kesakitan dalam nyala api ini di neraka dan meminta Lazarus agar mencelupkan ujung jarinya ke dalam air untuk menyejukkan lidahnya. Sebuah gambaran yang menyedihkan. Ia dihukum bukan karena kaya akan tetapi karena mempergunakan kekayaannya secara tidak benar. Dalam kehidupan dunia, orang kaya ini telah menggunakan miliknya untuk kesenangan, kemewahan dan kepentingan dirinya tanpa memperdulikan mereka yang miskin, maka Allah tidak berkenan akan hal itu dan memberikan hukuman kepadanya dengan berat. Apa yang ia dan kita lakukan di dunia pasti akan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah.

 

 

 

Ketiga: jurang yang tidak terseberangi (ayat 26-29)

 

Ada pemahaman Yahudi dalam perjanjian lama bahwa mereka yang meninggal akan dikumpulkan bersama dengan nenek moyang mereka (Kej. 15:15; Hak. 2:10; Mat. 8:11). Oleh karena itu Lazarus digambarkan bersama-sama dengan Abraham. Orang kaya itu juga setelah mati digambarkan berada di alam maut di tengah nyala api. Alam maut (Yun: hades dan Ibr: syeol) memang gambaran dalam kekristenan sebagai tempat berkumpulnya roh orang mati dan sering disebut neraka. Mereka yang tidak berkenan dan mendapat penghukuman karena perbuatannya di dunia tidak sejalan dengan kehendak Allah, maka mereka akan berakhir tragis di tempat ini. Penderitaan orang kaya itu pasti lebih hebat dari penderitaan Lazarus sewaktu hidup dalam kemiskinannya. Apalagi, dari cerita yang kita baca tampak bahwa orang kaya itu sebenarnya mengenal Lazarus pada masa hidupnya. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya, matanya menjadi buta dan telinganya menjadi tuli akan penderitaan orang lain dan tidak peduli dengan yang disekelilingnya.

 

 

 

Berbeda dengan gambaran Firdaus yakni tempat damai sejahtera, maka mereka yang berkenan kepada Allah melalui iman dan perbuatannya di dunia akan berada di sini bersama-sama dengan bapak iman kita Abraham. Ini juga sebagai kiasan tempat sorgawi (band. Luk. 23:43 dan Kis. 7:59). Gambaran yang diberikan dalam nats ini yakni kedua tempat ini dipisahkan oleh jurang yang dalam dan tidak terseberangi. Dunia orang yang berkenan kepada Allah kelak akan berada jauh dari dunia tempat mereka yang tidak diselamatkan. Memang ada penafsiran bahwa sesama orang akan dapat melihat bagaimana mereka berkumpul kelak di sorga dan juga dapat melihat mereka yang berada di neraka (band. Yes. 66:24).

 

 

 

Hal yang ingin ditekankan dalam ayat-ayat ini bahwa keberadaan akhir seseorang setelah kematiannya adalah hak Allah yang bersifat final, tidak seorang pun dapat merobah atau menolongnya. Riwayat akhir perjalanan manusia memang hanya ada dalam dua tempat yakni tempat menerima penghukuman kekal dan tempat menikmati kebersamaan dengan mereka yang dikasihi Allah. Jurang adalah perlambang yang membedakan tempat yang maha indah dan maha buruk, seperti penggambaran domba dan kambing. Dalam kekekalan itu semua akan terkondisikan tanpa ada yang bisa berbuat sesuatu. Kita manusia yang hidup saat ini diminta untuk belajar dari situasi ini sehingga kelak tidak mengalami yang sama dengan orang kaya ini.

 

 

 

Keempat: dengarlah pesan nabi dan Tuhan Yesus (ayat 30-31)

 

Kalau di atas digambarkan adanya jurang di antara surga dan neraka yang bersifat jauh dan tetap, maka dalam ayat-ayat berikutnya ini yang digambarkan adalah adanya jarak yang permanen antara dunia orang mati dan dunia orang hidup. Orang kaya itu dalam penderitaannya masih berpikir agar ada yang mengingatkan mereka yang hidup yakni ayah dan saudara-saudaranya, untuk bertobat dan tidak melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan, terlebih lagi bila pesan itu disampaikan oleh mereka yang sudah mati dan mengalami. Namun, firman yang kita baca menegaskan bahwa hubungan itu sudah terputus sama sekali. Dunia orang mati yakni tempat roh-roh berkumpul sudah terlepas dari dunia orang yang hidup saat ini di dunia.

 

 

 

Firman Tuhan berkata biarlah pesan Tuhan melalui para nabi dan rasul cukup untuk mengajar mereka. Semua pesan dan kesaksian itu sudah tertulis dalam Alkitab baik perjanjian lama (termasuk yang disampaikan dan kesaksian Nabi Musa) dan kesaksian para rasul dalam perjanjian baru. Utusan orang mati tidak lebih hebat dari firman yang tertulis. Kesaksian orang yang pernah melihat surga tidak lebih dahsyat dari gambaran yang ada dalam Alkitab. Maka biarlah (tulisan) Alkitab itu yang mengajar kita, dengan membaca dan mempelajarinya, mendengarkan dan merenungkan uraian para hamba Tuhan agar kita tidak tersesat dan jauh dari kehendak Tuhan. Firman Tuhan mengatakan, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim 3:16). Semua itu diberikan Allah agar kita membaca, mendengar, merenungkan dan menjadi pelaku-pelaku firman Tuhan.

 

 

 

Hal lainnya yakni terputusnya dunia orang yang masih hidup dengan orang yang sudah mati membawa konsekuensi yang sangat besar bagi iman kekristenan, khususnya tentang doa bagi mereka yang sudah meninggal. Sering muncul pertanyaan: apakah orang yang masih hidup dapat mendoakan mereka yang sudah meninggal? Maka sebagaimana dinyatakan dalam ayat tadi, doa orang yang masih hidup tidak mempunyai arti lagi bagi mereka yang sudah meninggal, keduanya sudah terputus dan tidak ada satupun yang bisa merubahnya kecuali melalui pertobatan dan keselamatan di dalam Tuhan Yesus semasa ia hidup. Iman Kristen protestan sangat ketat dalam hal ini dengan melarang mendoakan mereka yang sudah meninggal, meski kita akui saudara kita dari gereja katholik masih memperkenannya dengan mendasarinya dari Kitab Makabe yang merupakan bagian dari kitab Apokrifa (2Mak. 12:41-45) yang tidak diterima oleh umat Protestan.

 

 

 

Kesimpulan

 

Melalui bacaan kita minggu ini, Tuhan Yesus bukan mengajarkan agar kita membenci atau menghindari kekayaan, akan tetapi bagaimana kita mensikapi dan diajarkan mempergunakan kekayaan itu. Yesus mengajarkan bahwa ketidak-pedulian kita akan orang-orang miskin sementara kita menikmati kekayaan yang ada, akan diperhitungkan oleh Allah dan membawa konsekuensi setelah kita mati nanti dan masuk dalam kekekalan. Orang miskin selalu ada di sekitar kita. Kita tidak dapat berbuat apa-apa lagi ketika kita sudah mati, bahkan semua kekayaan dan keluarga termasuk orang tua dan saudara-saudara tidak dapat merubah ganjaran yang kita harus terima. Mari kita belajar dan mendengar firman Tuhan dan menjadi pelaku-pelaku agar hidup kita kelak jauh dari nyala api yang merindukan setetes air pun tidak akan kesampaian.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu XVI Setelah Pentakosta - 28 September 2025

Khotbah Minggu 28 September 2025

 Minggu XVI Setelah Pentakosta (Opsi 3)

  

IBADAH DAN KECUKUPAN (1Tim. 6:6-19)

 

            Firman Tuhan bagi kita pada Minggu XVI setelah Pentakosta ini diambil dari 1Tim. 6:6-19. Pokok renungan nas ini tentang ibadah, cinta uang, dan kebajikan. Ibadah berasal dari kata Ibrani abodah, avodah yang menurut KBBI berarti "Perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya."

 

 

 

            Alkitab meminta kita orang percaya agar jangan menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah (Ibr. 10:25a). Pertemuan ibadah yang dimaksud mencakup ritual rutin, seperti doa pagi dan membaca Alkitab/Renungan, doa syukur malam, ibadah Minggu, doa-doa bersama, PA bulanan. Semua itu mestinya menjadi bagian dari kehidupan kita.

 

 

 

            Tetapi Alkitab juga memberikan pemahaman, bahwa melakukan kegiatan baik dalam kerangka pekerjaan, sosial, rumah tangga dan lainnya, itu pun merupakan ibadah. Perintahnya cukup jelas, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia" (Kol. 3:23). Dengan demikian seluruh kehidupan kita harus dianggap sebagai ibadah, dalam arti totalitasnya mewujudkan misi Allah di dunia ini.

 

 

 

            Manusia perlu uang. Itu wajar. Kita tahu tanpa uang hidup akan susah. Tapi uang bukanlah segalanya.  Banyak kesaksian dari orang kaya raya, bahwa uang tidak bisa membeli kebahagian. Uang juga tidak bisa membeli keselamatan. Oleh karena itu nas ini menekankan, jangan cinta uang sebab itu menjadi akar semua kejahatan (ayat 10). Kita tidak membawa sesuatu apapun ke dalam dunia saat lahir, dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa saat mati (ayat 7). Cinta uang membawa kita menghalalkan secara cara. Menumpuk uang serta harta dapat menjadi tujuan dan menjadikannya mammon sebagai penyembahan berhala (Kol. 3:5; Ef. 5:5).

 

 

 

            Kita diajar untuk memahami sukacita mencukupkan diri dan terhindar dari keserakahan. Kita diminta bijak membedakan keperluan hidup dan keinginan hidup. Keinginan mudah terkontaminasi dengan godaan kedagingan, kuasa dunia, dan pengaruh iblis; semua dipadu melalui jerat dan nafsu keserakahan. Dan, motivasi ibadah kita janganlah untuk mencari berkat kekayaan. Waspada, tidak sedikit yang kecewa, berakhir dengan penjara, rasa malu, tekanan pikiran, atau putus asa.

 

 

 

            Pemazmur berkata, "Lebih baik yang sedikit pada orang benar dari pada yang berlimpah-limpah pada orang fasik" (Mzm. 37:16). Untuk itu bersyukurlah atas hal yang sudah diterima. Justru perasaan syukur lebih dinikmati saat dapat memberi, bukan menerima. "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima" (Kis. 20:35b). Kita anak-anak Allah atau manusia Allah disebut dalam nas ini (ayat 11), diminta: "engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." Jelas. Jangan kalah karena rakus uang, jadilah pemenang pertandingan dan teruslah rebut hidup yang kekal.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu XVI Setelah Pentakosta - 28 September 2025

Khotbah Minggu 28 September 2025

 Minggu XVI Setelah Pentakosta (Opsi 2)

  

WAHYU KEPADAKU (Yer. 32:1-3a, 6-15)

 

“Maka tahulah aku, bahwa itu adalah firman TUHAN” (Yer. 32:8b)

 

 Salam dalam kasih Kristus.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di Minggu berbahagia hari ini adalah Yer. 32:1-3a, 6-15. Ini kisah tentang Nabi Yeremia yang dipenjara oleh karena bernubuat: “Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku menyerahkan kota ini ke dalam tangan raja Babel, supaya ia mendudukinya; …. Apabila kamu berperang melawan orang Kasdim itu, kamu tidak akan beruntung!" (ay. 3, 5b). Ini tentang kejatuhan Israel.

 

 

 

Nubuatan itu jelas kritik pedas. Sebenarnya nabi Yeremia juga memberi jalan keluar melalui pesan kiasan. Yeremia berkata bahwa ia menerima wahyu agar membeli dari sepupunya sebidang tanah. Tidak masuk akal sebenarnya membeli tanah di tengah situasi memburuk saat itu; perang, kelaparan, penyakit sampar melanda, dan kota Yerusalem akan jatuh (ay. 23-24). Namun ternyata benar, sepupunya datang kepadanya dan berkata: “Belilah ladangku yang di Anatot itu, sebab engkaulah yang mempunyai hak tebus untuk membelinya” (ay. 6-8, 23-24).

 

 

 

Merasa itu adalah nubuatan firman Tuhan yang benar kepadanya (ay. 8), ia pun taat membelinya. Sesuai pesan wahyu, nabi Yeremia membuat surat pembelian bermeterai di depan para saksi yang ikut menandatangani, dan juga di depan semua orang Yehuda yang hadir. Yeremia pun berkata kepada Barukh: “Ambillah surat-surat ini, baik surat pembelian yang dimeteraikan itu maupun salinan yang terbuka ini, taruhlah semuanya itu dalam bejana tanah, supaya dapat tahan lama. Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Rumah, ladang dan kebun anggur akan dibeli pula di negeri ini!” (ay. 10-15).

 

 

 

Pertanyaan kepada kita melalui nas minggu ini adalah: apakah kita merasa masih menerima wahyu pada masa kini? Yohanes Calvin mengatakan bahwa wahyu terus ada, yakni melalui firman Tuhan dan khotbah yang disampaikan oleh para hamba-Nya (bdk. Why. 2:29). Jika firman Tuhan yang kita dengar/baca dan renungkan tepat mengenai diri kita, yakni untuk mengajar, membuka jalan, atau meminta perubahan sikap, bahkan berbalik bertobat, sebenarnya itu adalah wahyu Tuhan kepada kita. Untuk itu kita perlu menyikapinya.

 

 

 

Janganlah kita seperti bangsa Israel. Pesan nabi Yeremia sangat jelas, Allah menghendaki mereka bertobat, kembali ke jalan Allah. Namun raja Zedekia tidak mengindahkan, malah memenjarakan Yeremia. Buruk muka cermin dibelah, itulah pepatahnya. Padahal, nabi Yeremia berkata, meski mereka akan dihukum dan dibuang ke Babel, ada janji bahwa semua akan dipulihkan, TUHAN pasti memimpin umat-Nya kembali (ay. 15).

 

 

 

Firman Tuhan melalui bacaan dan renungan yang disampaikan hamba-Nya, janganlah kita abaikan. Apalagi jika kita merasa sudah sangat benar dan layak, berdalih bahwa firman-Nya untuk orang lain, atau penyampai renungannya dihakimi sok tau, tidak disukai bahkan mencela, yang justru menambah dosa.

 

 

 

Jika seseorang ingin menunjukkan bulan kepada kita, namun yang kita lihat adalah jari penunjuknya, bukan bulannya, itu bukanlah berhikmat.

 

 

 

Orang percaya memerlukan kontrol dalam hidupnya. Jangan sampai salah arah, salah langkah, yang membawa ke jurang kematian yang tidak terseberangi. Ketekunan membaca firman Tuhan atau renungan melalui disiplin, merupakan ekspresi kerinduan, agar hidup diubah diperbarui, sekaligus menjauhkan ego dan nafsu kedagingan dan dunia. Mari terus belajar mendengarkan suara TUHAN. Bila pun jalan yang diminta-Nya susah, percayalah Tuhan tetap berjalan bersama kita. Taatlah, meski sulit diterima akal pikiran. “Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar” (Mat. 11:15).

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 21 September 2025

Kabar dari Bukit

 MENGHADAPI PENOLAKAN GEREJA (Mzm. 79:1-9)

 ”Tolonglah kami, ya Allah penyelamat kami, demi kemuliaan nama-Mu!” (Mzm. 79:9a)

 

Masalah penolakan kehadiran gereja di tengah-tengah masyarakat sudah sering kita baca dan dengar; bahkan kadang disertai tindak kekerasan berupa perusakan bangunan, pembakaran termasuk kekerasan fisik. Peristiwa terbaru dan viral yakni perusakan rumah doa di Sukabumi tanggal 27 Juni 2025 dan di kota Padang tanggal 28 Juli 2025 lalu. SETARA Institute melaporkan pada tahun 2024 terdapat peningkatan tindakan pelanggaran kebebasan beragama & berkeyakinan di Indonesia dengan 260 peristiwa dan 402 tindakan; naik dari tahun 2023. Ironisnya, tindakan intoleransi dan diskriminatif ini tidak hanya oleh masyarakat, tetapi juga oleh negara.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 79:1-9. Judul perikopnya: Doa umat yang terancam, yang mengungkapkan tangisan bangsa Israel atas penghancuran bait Allah di Yerusalem oleh Nebukadnesar. Umat mengadu: “Ya Allah, bangsa-bangsa lain telah menyerbu ke milik-Mu, menajiskan bait kudus-Mu, membuat Yerusalem menjadi timbunan puing. Mereka memberikan mayat hamba-hamba-Mu sebagai makanan kepada burung-burung di udara, daging orang-orang yang Kaukasihi kepada binatang-binatang liar di bumi. Darah mereka ditumpahkan seperti air sekeliling Yerusalem, dan tidak ada yang menguburkan. Kami menjadi celaan bagi tetangga-tetangga kami, menjadi olok-olok dan cemoohan bagi orang-orang sekeliling kami" (ay. 1-4).

 

Ratapan umat Israel kemudian dilanjutkan dengan permohonan: “Berapa lama lagi, ya Tuhan, Engkau murka terus-menerus, dan cemburu-Mu berkobar-kobar seperti api?  Tumpahkanlah amarah-Mu ke atas bangsa-bangsa yang tidak mengenal Engkau” (ay. 5-6a).

 

Tentunya bagi kita umat Kristus hal ini tidak dianjurkan. Tuhan Yesus memerintahkan, "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu" (Luk. 6:27). “Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan” (Rm. 12:19b). Sikap ini telah diperlihatkan oleh pengelola tempat ibadah di Sukabumi dan Padang, tanpa melakukan tindakan pembalasan. Bahkan sumbangan dana renovasi di Sukabumi dipakai untuk perbaikan mushola dan fasilitas umum.

 

Memang perlu disadari kadang di negeri ini, kita diperlakukan seperti “pendatang dan perantau” (1Pet. 2:11). Tuhan Yesus juga sudah menubuatkan penganiayaan murid-murid-Nya (Luk. 21: 12). Gunakan kesempatan tersebut untuk introspeksi sekaligus mendekat kepada-Nya. Belajar dari Mazmur ini, ada faktor ketidaktaatan umat penyebabnya. Oleh karena itu perlu pengakuan dosa. “Janganlah perhitungkan kepada kami kesalahan nenek moyang kami.... Lepaskanlah kami dan ampunilah dosa kami oleh karena nama-Mu!" (ay. 8a, 9b).

 

Menghadapi penolakan gereja meminta kita untuk mencari hikmat sorgawi, jangan memperburuk situasi dan malah berdosa. Ajarlah jemaat jangan cepat menghakimi. Bangun relasi sekitar dan dukungan lembaga-lembaga, perkuat hukum dan advokasi (bdk. Kis. 22:25). Tetap setia memuji-Nya dan mohonkan belas kasihan dan campur tangan-Nya, sebab IA pasti memiliki rencana yang indah dibalik penderitaan.

 

Pengharapan dan andalan kita adalah Tuhan Yesus. “Tetapi hendaknya rahmat-Mu segera menyongsong kami, sebab sudah sangat lemah kami. Tolonglah kami, ya Allah penyelamat kami, demi kemuliaan nama-Mu!" (ay. 8b-9a). Selain itu, tambahkan janji sebagaimana ayat penutup mengajarkan, “Maka kami ini, umat-Mu, dan kawanan domba gembalaan-Mu, akan bersyukur kepada-Mu untuk selama-lamanya, dan akan memberitakan puji-pujian untuk-Mu turun-temurun” (ay. 9, 13).

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 81 guests and no members online

Statistik Pengunjung

13086344
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
234
7058
19316
13041721
116199
136103
13086344

IP Anda: 216.73.216.51
2025-11-28 01:44

Login Form