2025
2025
Khotbah (2) Minggu XIX Setelah Pentakosta - 19 Oktober 2025
Khotbah Minggu 19 Oktober 2025 - Minggu XIX Setelah Pentakosta (Opsi 2)
RINDU PERUBAHAN (Yer. 31:27-34)
“Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (Yer. 31:33)
Salam dalam kasih Kristus.
Setelah beberapa minggu lalu firman Tuhan yang diberikan bagi kita tentang penghukuman (bangsa Israel), kini kabar baik disampaikan oleh Nabi Yeremia. “Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir” (ay. 31-32a).
Sebagai orang tua, ketika anak kita berperilaku tidak seperti yang kita kehendaki dan jauh dari firman Tuhan, kita merasa kecewa, marah dan mungkin menghukum. Tetapi semarah-marahnya, hati kita akan berbalik ketika melihat anak semakin menderita, memelas; dan di sisi lain, kita melihat mereka jatuh terjebak dan tidak berdaya, kalah melawan hasrat dunia dan kedagingan. Mereka pasti rindu akan pemulihan dan perubahan.
Itulah yang digambarkan firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini, Yer. 31:27-34. Sebelumnya umat Israel telah menyampaikan penyesalannya, mengaku dosa, dan berjanji untuk bertobat (ay. 18-19). Atas dasar itu, janji dan rencana pemulihan pun disampaikan. Penduduk Israel telah semakin menciut akibat perang dan penyakit, Allah akan melimpahi mereka dengan benih manusia dan benih hewan (ay. 27). Allah yang tadinya ingin menghukum lebih berat dengan meruntuhkan, menghajar dan mencelakakan, kini Allah akan menjadi penjaga yang setia bagi mereka untuk membangun dan menanam. Tidak akan ada lagi kesulitan makanan dan penyakit yang melanda akan segera lenyap (ay. 28-30).
Tetapi rencana pemulihan itu harus diikat oleh perjanjian yang baru. Perjanjian antara Allah dengan Musa yang pada waktu membawa mereka keluar dari tanah Mesir, akan diperbarui, meski perjanjian itu sendiri telah mereka ingkari. Allah menginginkan sesuatu yang baru dalam perjalanan bangsa itu ke depan. Kehidupan keagamaan umat Israel bukan lagi didasarkan pada aturan imamat yang ketat dan legalistik, tetapi “Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (ay. 31).
Melalui nas ini kita bisa melihat bahwa kasih Allah begitu besar dan kekal (ay. 20). Dia tidak ingin menghukum dan menghancurkan anak-anak-Nya; hukuman terjadi karena dosa dan ketidaktaatan. Dan terkadang Allah membiarkan penderitaan terjadi, dengan satu tujuan: mendidik dan membentuk agar lebih baik. Sangat wajar bila untuk itu diberikan syarat, diikat janji untuk memenuhinya. Nas ini juga menekankan bahwa melalui perjanjian yang baru, setiap orang akan bertanggung jawab atas dosa mereka sendiri (ay. 30).
Allah telah menggenapi janji-Nya melalui Yesus Kristus, sebuah Perjanjian Baru untuk memperoleh keselamatan melalui penebusan dosa. Telah terbuka pintu bagi siapa pun yang ingin ada perubahan dalam hidupnya. Kasih Allah demikian besar bagi mereka yang takut dan berharap akan Dia (Mzm. 33:18). Allah memberikan Roh Kudus sesuai janji-Nya, menaruh Firman dalam batin dan menuliskannya dalam hati, dan bukan pada loh batu.
Kini kembali kepada kita masing-masing, bagaimana kita menilai dalam menjalani kehidupan saat ini. Apakah kita cukup puas dan bahagia? Apakah kita merasa belum optimal berbuah dan menjadi berkat? Apakah kita rindu akan perubahan dan sebuah dorongan?
Ikatlah janji dengan Tuhan bahwa kita ingin dipakai-Nya. Canangkanlah, dan rencanakan sesuatu yang baru. Jalanilah bersama Roh Kudus yang akan menjadi penjaga setia untuk membangun dan menanam, menjauhkan semua rintangan dan penyakit, agar hidup kita semakin berbuah karena dipakai-Nya. Jangan menunda. Tuhan rindu dan setia menantikan hal itu.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah (3) Minggu XIX Setelah Pentakosta - 19 Oktober 2025
Khotbah Minggu 19 Oktober 2025 - Minggu XIX Setelah Pentakosta (Opsi 3)
KEBENARAN DAN IMAN (2Tim. 3:14 - 4:5)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu XIX setelah Pentakosta ini diambil dari 2Tim. 3:14 - 4:5. Nas ini berbicara pada kita tentang kebenaran Alkitab dan iman yang berbuah untuk melakukan sesuatu. Timotius telah melihat dan merasakan penderitaan yang dialami oleh para pengikut Kristus saat itu, tetapi Rasul Paulus menegaskan agar Timotius tetap berpegang pada kebenaran yang telah diterima dan diyakininya, sebagaimana telah diajarkan kepadanya oleh neneknya dan keluarga, serta oleh Paulus sendiri (ayat 14-15).
Kebenaran Alkitab dijelaskan dalam ayat 16 berikutnya: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." Poinnya adalah, seluruh tulisan dalam Alkitab itu diilhamkan oleh Allah, ditulis oleh para hamba-hamba pilihan Allah dengan tuntunan Roh Kudus, dan dijaga kemurniannya melalui bapa-bapa gereja saat dikanonkan menjadi Kitab Suci orang percaya.
Tujuan Allah untuk memberikan Alkitab bagi kita, agar "tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik" (ayat 17). Dengan demikian setiap pengikut Yesus memiliki pegangan, standar, kanon, SOP, manual, benteng dan teladan bagi umat pilihan Allah dalam menjalani kehidupan ini. Semua itu sesuai dengan panggilan dan penetapan yang Allah berikan, dan kita diperlengkapi dengan talenta dan karunia rohani yang diperlukan.
Panggilannya adalah menjadi saksi, menjadi berkat, menjadi alat Tuhan dalam memberitakan firman, langsung atau tidak langsung, melalui perkataan atau perbuatan, pelaku kebenaran yang semuanya demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya (ayat 1). Masa kini, tantangan semakin berat, hambatan semakin besar, "lawan" semakin kuat, ajaran dunia semakin canggih yang serasa enak ditelinga, sehingga kita perlu saling mendukung, saling mendorong dan menguatkan (ayat 2-4).
Metoda pekabaran Injil (PI) tidak dapat lagi terbatas pada pendekatan lama, statis, diakonia semata, cukup menolong kaum miskin dan melakukan pemberdayaan, tetapi kini mesti diperkuat dengan pemahaman yang dalam tentang pribadi Kristus, memperbandingkan inti ajaran dan sejarah, serta esensi dan berkat mengikuti Kristus. Untuk itu kita diminta siap sedia, rela dan sabar dalam penderitaan, demi pekabaran Injil dalam setiap tugas dan pelayanan. Yang penting, jangan tidak peduli, dan terus bertanya: apa yang bisa saya lakukan untuk PI? Bila belum ada, bertanya pada hamba-hamba Tuhan, dan lakukanlah sesuatu sekarang. Tidak ada alasan untuk menunda.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah Minggu XVIII Setelah Pentakosta - 12 Oktober 2025
Khotbah Minggu 12 Oktober 2025 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta
BERSYUKUR DAN IMAN YANG MENYELAMATKAN (Luk. 17:11-19)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Ye.r 29:1, 4-7; 2Tim. 2:8-15
atau 2Ra.j 5:1-3, 7-15c; Mzm. 66:1-12 atau Mzm. 111
Pendahuluan
Minggu ini kembali kita diberikan nats yang berhubungan dengan iman. Kalau dalam dua minggu lalu tentang buah iman yakni Lazarus diselamatkan dan dipangku Abraham, dan minggu lalu tentang pertambahan iman serta iman yang memindahkan pohon, maka minggu ini kita diberikan tentang iman yang dikaitkan dengan kerendahan hati dan keselamatan kekal. Kisahnya tentang perjalanan Tuhan Yesus menuju Yerusalem, Ia menyembuhkan sepuluh orang kusta namun hanya satu yang kembali tersungkur untuk menyatakan syukur dan terima kasihnya atas kesembuhan yang diberikan, dan dia justru orang Samaria. Melalui nats tersebut, kita diberikan pelajaran hidup sebagai berikut.
Pertama: mencari dan datang di saat perlu (ayat 11-13)
Tuhan itu ada dan berkuasa atas ciptaan-Nya, alam semesta beserta seluruh isinya. Keberadaan dan kuasa-Nya tidak tergantung kepada pengakuan manusia. Ia adalah pemilik, pengatur dan pemelihara semuanya. Kejatuhan manusia pada dosa membuat manusia tidak lagi sempurna bahkan penuh kelemahan, termasuk penyakit dan kelemahan fisik. Penyakit kadang dianggap sebagai kutukan yang kemudian menjelalah tubuh manusia dan sering membuat manusia itu menderita dan putus asa. Salah satu penyakit yang dianggap kutukan adalah kusta, jenis penyakit yang menggerogoti tubuh manusia dengan membusuk dan sangat menular. Di era itu perkembangan metode pengobatan belum sebaik saat ini sehingga sangat sulit disembuhkan. Karena itu juga oleh para imam, penderita penyakit ini harus dikucilkan dari lingkungan, dan hanya boleh dianggap sembuh dan tahir dengan pengesahan imam untuk bisa kembali bergaul dengan penduduk lainnya (Im. 14).
Sebagai orang-orang yang dikucilkan dan harus berdiri cukup jauh dari Tuhan Yesus yang lewat di daerah itu, mereka harus berteriak untuk meminta perhatian-Nya (band. Im. 13:45; Bil. 5:2). Tuhan Yesus yang penuh dengan belas kasih hati-Nya tergerak melihat permohonan mereka ini. Tanpa berpikir dua kali dan juga tidak memerlukan obat, media atau sentuhan, kuasa Tuhan Yesus mampu menyembuhkan penyakit mereka dan langsung tahir. Ini adalah kuasa “Firman” yang dilandasi oleh iman yang memohon, bekerja dengan seketika dan inilah yang disebut dengan mukjizat. Tuhan senang memberi mukjizat bagi mereka yang membutuhkan meski Ia tidak mempertanyakan bahwa hasil pekerjaan-Nya berupa kesembuhan (penyakit atau penderitaan) itu akan menghasilkan keselamatan yang kekal bagi orang yang menerimanya.
Pertanyaan yang cukup menggoda kemudian adalah: apakah kita semua mengharapkan mukjizat dari Tuhan saat ini? Mungkin segala upaya dan usaha sudah kita lakukan dalam membebaskan dan memulihkan kita dari belenggu penyakit, hutang piutang, hubungan keluarga, hukuman dan penindasan, dan lainnya, dan kita tidak melihat lagi dengan penglihatan mata dan akal pikiran bahwa usaha dan upaya itu akan berhasil. Apakah kita seperti sepuluh orang kusta itu terus berteriak memohon kepada Tuhan Yesus untuk mendapatkan pertolongannya? Atau hal yang lebih prinsip lagi, apakah kita selama ini memang sudah mengandalkan Dia dalam hidup kita, atau berteriak memohon hanya karena terdesak dan putus asa? Namun, percayalah, walau sudah taat selama ini atau baru dan kepepet untuk memohon pertolongan-Nya, Ia adalah Allah yang Mahabaik dan penuh dengan belas kasihan. Kuncinya adalah: apakah kita tetap percaya kepada perkataan Tuhan Yesus meski itu tidak masuk akal pikiran dan firman itu belum bekerja serta kita melihat buktinya? Maka teruslah berteriak dan memohon, hingga melalui kuasa Firman-Nya kita dipulihkan dan disembuhkan dari penderitaan kita saat ini. Mukjizat pasti terjadi.
Kedua: sikap tersungkur dalam mengucap syukur (ayat 14-16)
Dari bacaan nats yang ada tampaknya kesepuluh orang kusta itu percaya dan pergi kepada imam tanpa disembuhkan terlebih dahulu. Artinya, penyembuhan terjadi ketika mereka berjalan menuju imam untuk memperlihatkan dirinya masing-masing. Memang akhirnya kesepuluh orang kusta itu menerima kesembuhan dan disahkan oleh para imam serta dapat kembali hidup normal bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Sebuah mukjizat yang nyata telah melepaskan mereka dari penderitaan dan pengucilan yang membuat putus asa. Bagi siapa saja, kesembuhan seperti ini pantas untuk disyukuri dan berterima kasih khususnya kepada yang memberi kelepasan itu.
Namun ternyata hanya satu orang yang kembali dan tersungkur untuk menyatakan syukur dan terima kasihnya kepada Tuhan Yesus, sementara sembilan orang lainnya tidak kembali dan melupakannya. Mereka mungkin langsung berkumpul dengan keluarga dan lingkungannya. Memang Tuhan Yesus tidak menuntut rasa syukur dan pujian dari kita, meski Ia mempertanyakan dan pasti merasa senang apabila kita melakukannya. Kunci jawabannya adalah, apabila kita melakukannya dengan mengucap syukur, maka kita akan semakin diberkati dan semakin mengenal Dia yang memberi semua dalam kehidupan kita ini. Hanya orang yang rendah hati dan mau berterima kasih dan belajar bahwa imannya yang bekerja sehingga anugerah kesembuhan (serta berkat) dan lainnya ia terima dari Allah yang tidak terlihat.
Tuhan Yesus melalui nats ini mengajarkan pentingnya mengucap syukur dan berterima kasih kepada mereka yang memberi kebaikan. Sikap itu harus kita perlihatkan nyata dan tidak dalam hati saja selagi memang ada kesempatan. Kita harus melihat bahwa ucapan terima kasih adalah hutang yang perlu dibayar. Melalui rasa syukur dan terima kasih itu kemudian orang percaya menyadari betapa baiknya Tuhan dalam kehidupan kita. Pujilah Dia dan jangan lupakan kebaikan-Nya (Mzm. 103:2). Ini juga dapat kita perbandingkan dengan ucapan terima kasih pada orangtua, atau ucapan terima kasih kepada sesama yang pernah berbuat baik dalam kehidupan kita. Perlu kita renungkan, apakah mungkin suatu saat mereka yang berbuat kebaikan ini (termasuk orang tua) akan kita anggap sebagai pengganggu kenyamanan kehidupan kita, ketika mereka membutuhkan pertolongan kita?
Ketiga: kita dan orang asing (ayat 17-18)
Dari sepuluh orang yang disembuhkan, satu-satunya orang yang kembali mengucapkan terima kasih dan rasa syukur justru orang Samaria. Padahal, mereka adalah bangsa yang direndahkan yang dibenci oleh orang Yahudi dan sama sekali tidak dihargai karena dianggap sudah tidak "asli dan murni" Yahudi, akibat perkawinan campuran. Tetapi mengapa justru mereka yang berterima kasih? Mengapa bukan sembilan orang Yahudi itu? Semua ini tentu karena adanya kesombongan rohani, mereka mau menerima kebaikan Allah tetapi tidak merespons dengan iman dan ucapan syukur. Hati mereka tidak tersentuh dan mungkin dalam hatinya malah membenci Yesus sebab ikut menyembuhkan orang Samaria itu. Apakah kita juga bersikap demikian?
Memang memungkinkan seseorang menerima anugerah dari Allah yang Mahakuasa tanpa perlu merasa bersyukur atau berterima kasih. Banyak orang melakukan hal itu, yang beranggapan "nothing to do with God", gak ada urusan sama Tuhan. Semua adalah proses alam atau usaha sendiri. Ini sama seperti sembilan orang tadi yang tidak memperlihatkan sikap rendah hati melalui perbuatan dan tindakan yang memuliakan Allah, seperti yang didemonstrasikan oleh orang Samaria itu. Ini merupakan tantangan bagi kita, sebab firman Tuhan berkata bahwa hal yang harus kita lakukan justru harus melebihi mereka yang tidak mengenal dan menerima kasih Tuhan Yesus (band. Mat. 5:20, 47).
Penyembuhan orang Samaria ini juga membuktikan kasih Allah ada pada semua orang dan semua bangsa (band. Mat. 5:45). Yesus tidak memilih bahwa yang menerima anugerah-Nya adalah mereka yang berbangsa Yahudi saja. Ia datang bagi semua orang. Hal lain yang perlu dilihat secara khusus di sini yakni terjadinya persamaan kepentingan orang Yahudi dan orang Samaria. Mereka jadi bersatu dalam memohonkan kepentingan mereka yang sama. Pertentangan yang ada selama ini dalam hati mereka menjadi cair. Memang penderitaan dan kemalangan bersama dapat meruntuhkan batas-batas perbedaan itu, baik itu perbedaan pandangan politik atau SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan). Itu bisa kita lihat saat terjadi bencana alam, maka perbedaan menjadi hilang dan justru yang terjadi saling membantu. Namun sikap itu seharusnya tidak hanya terjadi pada saat kepepet dan insidentil saja, melainkan sudah harus menjadi pandangan hidup yang melekat dalam sikap dan perbuatan setiap hari. Sebab Allah baik bagi semua orang maka kita pun haruslah demikian.
Keempat: imanmu telah menyelamatkan engkau (ayat 19)
Kesembuhan pada sepuluh orang itu terjadi karena iman. Mereka percaya bahwa Yesus sanggup menyembuhkan meski belum melihat dan kemudian pergi kepada imam dan akhirnya terjadi kesembuhan. Keyakinan mereka akan kuasa Yesus sungguh besar. Itulah iman. Akan tetapi bagi sembilan orang yang tidak kembali, kesembuhan fisik adalah hal yang utama, bukan Tuhan Yesus yang telah menyembuhkannya. Mereka menerima kasih ilahi akan tetapi tidak menganggap sentuhan ilahi. Mereka kehilangan kepekaan rohani dan lebih mengutamakan hasil yang diperoleh bagi dirinya sendiri, bukan fokus pada pemberi karunia itu untuk kepentingan yang lebih panjang. Di sinilah bedanya diselamatkan dari persoalan (penyakit, beban pikiran, dan lainnya) tetapi tidak diselamatkan dalam kehidupan yang kekal.
Kita kemudian dapat melihat siapa yang sungguh-sungguh beriman dan diselamatkan. Iman adalah segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr. 11:1), yakni menyangkut keyakinan akan hal-hal yang belum terjadi dan terlihat. Seseorang dapat mengatakan bahwa ia percaya dan beriman hidupnya suatu saat akan menjadi pilot yang berhasil, pengusaha yang sukses, memiliki karir hingga puncak, dan sebagainya. Allah juga kadang memberikan kebaikan pada orang seperti itu. Akan tetapi ia melihat semua itu terjadi karena usaha kerja keras dan kerja cerdasnya. Maka perlu kita catat bahwa ini adalah iman duniawi, iman yang berlandaskan dan berasal dari kekuatan dirinya sendiri atau pertolongan keluarga atau kerabat lainnya.
Berbeda dengan iman yang berasal dari Allah dan berdasar kepada Allah. Ia bisa mempercayai sesuatu yang belum terjadi dan kelihatan, dan itu akan terjadi dalam hidupnya, akan tetapi ia mengandalkan Tuhan yang bekerja dalam hidupnya untuk mewujudkannya. Ia hanyalah sebagai alat dan Allah yang bekerja dalam dirinya untuk membuatnya demikian. Ia akan bersyukur apabila hal itu terjadi dan tetap bersyukur apabila itu juga tidak terjadi, sebab baginya Allah selalu memberikan yang terbaik. Kesembuhan atau keberhasilan bukan yang terutama akan tetapi melihat Allah bekerja dalam hidupnya dan akan memberikan kepadanya kehidupan kekal selamanya. Itulah iman yang menyelamatkan dan itulah yang terjadi pada orang Samaria itu, sebab imannya telah menyelamatkannya.
Kesimpulan
Dalam kelemahan dan kekurangan bahkan keputus-asaan kita, biasanya kita datang kepada Allah untuk meminta pertolongan-Nya. Sering kemudian Allah memberi pertolongan namun kita melupakan kebaikan-Nya itu dengan tidak menyatakan syukur dan terima kasih kepada-Nya. Kalaupun kita melakukannya mungkin hanya sekejap dan lupa dalam langkah berikutnya. Untuk itu kita jangan datang hanya saat perlu saja, melainkan menjadikan Allah sebagai sumber kekuatan dan pedoman hidup kita. Kita diminta melihat kebaikan-Nya dan terus bersyukur melalui doa dan sikap perbuatan sehari-hari. Kita harus lebih baik dari mereka yang tidak mengenal Tuhan Yesus dan harus menjadi saksi untuk memuliakan-Nya. Dengan demikian itu membuktikan bahwa iman kita adalah iman yang menyelamatkan, bukan saja di dunia ini tetapi kekal selama-lamanya.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 12 Oktober 2025
Kabar dari Bukit
GURU, NABI, RAJA DAN JURUSELAMAT (Mzm. 66:1-12)
”Pergilah dan lihatlah karya-karya Allah; Ia dahsyat dalam perbuatan-Nya terhadap manusia” (Mzm. 66:5)
Ada banyak sebutan di Alkitab yang diberikan kepada Yesus. Selain Tuhan, Anak Allah, Anak Manusia, Mesias atau Kristus, ada gelar Guru, Nabi, Raja dan Juruselamat. Juga sebutan lain, seperti Firman yang hidup, Anak Domba Allah, Terang Dunia, Putra Daud, Kepala Jemaat, Roti dan Air Hidup, Pokok Anggur yang benar, Imam Besar Agung, Gembala yang baik, Alfa dan Omega, Jalan, Kebenaran dan Hidup. Semua ada ayatnya.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 66:1-12. Ini mazmur ucapan syukur dan ajakan agar seluruh bumi ikut bersyukur. Dasarnya adalah pengalaman bangsa Israel tentang betapa dahsyat Allah dalam perbuatan-Nya (ay. 1-7), perlindungan dan pertolongan dalam perjalanan hidup mereka (ay. 8-12).
Tentu kita tidak mengalaminya. Pertolongan dan kekuasaan dahsyat Allah mungkin juga kita tidak/belum merasakan langsung. Namun kita cukup melihat keajaiban ciptaan-Nya yakni alam semesta. Ilmu pengetahuan dengan berbagai teori terus meraba-raba proses terjadinya, yang tidak dapat dibuktikan. Demikian pula seisi bumi berupa tumbuhan, hewan apalagi manusia. Mekanisme dalam tubuh manusia belum seutuhnya diketahui. Berbagai penyakit yang timbul masih misteri. Semua itu memperlihatkan bahwa ada yang mengetahui dan mengendalikan, yakni Allah Pencipta. "Sebab hidup kami ini adalah hidup berdasarkan iman, bukan berdasarkan apa yang kelihatan" (2Kor. 5:7).
Dalam PB kita mengenal Allah di dalam Pribadi Yesus. Kita bersyukur beriman kepada-Nya, dan iman tersebut adalah anugerah, pemberian Allah (1 Kor. 12:9a). Iman bukanlah hasil karya pikiran, melainkan buah dari hati (Rm. 10:10a). Boleh saja jalan beriman kepada Yesus berbeda bagi setiap orang: dari kelahiran hingga pengalaman hidup yang istimewa. Semua ini sah sebab cara Tuhan memanggil umat-Nya merupakan misteri kehidupan. Kita dipanggil dengan tuntunan Ia sebagai Guru, Nabi, Raja dan Juruselamat kita.
Yesus adalah Guru yang terbaik. Ia memberi kita pengajaran luar biasa. Tiada yang lebih hebat dari-Nya khususnya tentang kasih, pengampunan dan mengasihi musuh. Kita diminta melakukan hal-hal kebaikan, bahkan kejahatan harus dibalas dengan kebaikan (Rm 12:17; 1Pet. 3:9).
Yesus adalah Nabi. Keberadaan-Nya didahului ratusan nubuatan di PL. Nubuatan-Nya pun banyak yang terbukti, mulai dari kematian dan kebangkitan-Nya, penyangkalan Petrus, pengkhianatan Yudas, kehancuran Bait Allah, dan Injil telah tersebar ke seluruh dunia (Mat. 24:14; 28:18-19). Ia juga memberi gambaran akan masa depan tentang bumi baru dan langit baru bagi kita (2Pet. 3:13; Why. 21:1-4).
Yesus adalah Raja. Berbeda dengan pengharapan orang Yahudi Ia sebagai Raja menggantikan penjajah Romawi. Tetapi bagi kita Yesus adalah Raja dari segala raja, yang memerintah hidup kita. Menempatkan Yesus sebagai Raja dalam kehidupan berarti kita tunduk dan patuh kepada-Nya. Ini adalah pilihan hidup yang didasari iman.
Yesus adalah Juruselamat. Jelas. Malaikat mengumumkan, "Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan" (Luk. 2:11; Kis. 4:12). Ia menyelamatkan kita bukan karena kehebatan kita. Ia menggantikan kita di atas kayu salib, menderita dan mati, maka kita selamat menuju kekekalan. Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan mati. Tetapi sebagai manusia berdosa, Ia akan menjadi Pembela kita (Rm. 8:34; 10:9; 1Yoh. 2:1).
Oleh karena itu sungguh layak kita memuji Dia. Marilah “Bersorak-sorailah bagi Allah..., mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian!” (ay. 1-2). Sudahkan kita ikut?
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles M. Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu XVIII Setelah Pentakosta - 12 Oktober 2025
Khotbah Minggu 12 Oktober 2025 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta (Opsi 2)
KEKUATAN BERFIKIR POSITIF (Yer. 29:1, 4-7)
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yer. 29:11)
Salam dalam kasih Kristus.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Yer. 29:1, 4-7. Ini tentang pesan Nabi Yeremia kepada umat Israel yang sedang dalam pembuangan (ay. 1). Minggu lalu kita diberitahu, bahwa penderitaan umat semasa diangkut dari Yerusalem dan dibuang ke Babel, sangatlah berat, mengingatkan kembali ke era perbudakan di Mesir (lihat renungan sebelumnya).
Ada beberapa hal yang disampaikan Nabi Yeremia pada umat dan menjadi pelajaran bagi kita juga. Pertama, tidak perlu menangisi apa yang sudah terjadi, tetapi lanjutkanlah hidup. Nabi Yeremia mengatakan, “Dirikanlah rumah untuk kamu diami; buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilnya” (ay. 25). Artinya, tidak ada gunanya meratapi kenahasan nasib, tetapi lebih baik menghadapi realitas dan melihat tantangan ke depan, mempersiapkan diri dengan tegak kepala.
Kedua, perlu fleksibilitas terhadap aturan yang ada, apalagi jika aturan itu membuat situasi lebih buruk. Memang kadang aturan dibuat dalam konteks kecil, sesaat, padahal kenyataan dan situasi terkini tidak selalu sama. Maka perlu melihat secara luas, meski hati-hati sebab bisa berbahaya. Oleh karenanya hikmat perlu digunakan. Orang Israel pada prinsipnya tidak menyukai kawin campur dengan suku lainnya, tetapi Nabi Yeremia malah mengatakan, “ambillah isteri untuk memperanakkan anak laki-laki dan perempuan; ambilkanlah isteri bagi anakmu laki-laki dan carikanlah suami bagi anakmu perempuan, supaya mereka melahirkan anak laki-laki dan perempuan, agar di sana kamu bertambah banyak dan jangan berkurang!” (ay. 26).
Memang ada alasannya. Ada nabi lain yang mengatakan, mereka tidak lama dibuang dan akan kembali. Namun pembelokan aturan ini dilakukan oleh nabi Yeremia, mengingat mereka yang dibuang kebanyakan adalah laki-laki. Daripada menimbulkan masalah, lebih baik berpikir panjang; aturan dimaknai kembali. Ada anomali, boleh pengecualian, bila memang tidak terhindarkan lagi dan prinsipnya adalah kasih serta kepentingan yang lebih besar. Kita ingat Tuhan Yesus ketika memetik gandum di hari Sabat (Mat. 12:1-8). Tuhan akan maklum hal itu.
Ketiga, nabi Yeremia menganjurkan mereka berpikiran positif dan terbuka. Ia menuliskan, “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (ay. 7). Jadi, jangan menunggu atau merusak yang ada untuk bermimpi mendapatkan yang baru. Manfaatkan dan syukuri dahulu situasi yang ada, dan lanjut wujudkan mimpimu. Dimana pun kita berada, ada peluang untuk menjadi berkat dan mengenalkan Tuhan kita.
Ini dapat kita lihat pada beberapa suku "pendatang" di Indonesia. Mereka sebagian bahkan orang pelarian. Tetapi mereka bekerja keras, berkembang dengan baik dan pesat, membawa pengaruh besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Oleh karena itu, berpikir positif dalam situasi buruk adalah kunci untuk kemajuan.
Ada sebuah buku terkenal, Kekuatan Berpikir Positif. Penulisnya Norman Vincent Peale. Ia seorang pendeta, namun bukunya tidak melulu pendekatan Alkitab dalam memberikan solusi. Menurutnya ada 17 jalan untuk berpikir positif. Yang pertama adalah percaya diri, dan yang terakhir adalah bagaimana memanfaatkan Kuasa yang lebih tinggi.
Jadi menghadapi sesuatu yang buruk terjadi, kuncinya adalah dimulai dari diri sendiri. Tuhan memberikan rancangan damai sejahtera yang indah (ay. 11). Kita perlu mengoptimalkan upaya yang bisa dilakukan dengan tetap dalam doa. Tetapi ada kalanya kemampuan kita mentok, seolah buntu. Oleh karena itu, perlu pertolongan dari “Yang Maha Kuasa”. Kuasa itu nyata dan ingin menolong kita keluar dari kesulitan.
Maka beranilah datang, panggillah, “Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui" (Yer. 33:3). Memang hidup ini misteri, tetapi iman kita penting mengakui bahwa Allah tidak akan membiarkan kita sendiri. Ia ingin kita sebagai pemenang dalam segala perkara. Allah tetap peduli dengan kasih-Nya yang besar.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu I Adven - 30 November 2025Khotbah Minggu I Adven – 30 November 2025 HENDAKLAH KAMU...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu I Adven - 30 November 2025Khotbah Minggu I Adven – 30 November 2025 (Opsi 2) JALAN...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu I Adven - 30 November 2025Khotbah Minggu I Adven – 30 November 2025 (Opsi 3) KASIH...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 75 guests and no members online
