Thursday, November 27, 2025

2025

Kabar dari Bukit, Minggu 2 November 2025

Kabar dari Bukit

  DOSA JANGAN DIBAWA MATI (Mzm. 32:1-7)

 

 ”Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!” (Mzm. 32:1)

  

Ada pengalaman yang kita lihat, seseorang tidak mau memohon maaf kepada sesama. Mungkin kepada Allah telah dilakukannya. Demikian juga ada orang yang tidak mau memberi maaf dan pengampunan atas kesalahan seseorang, anggapannya ia benar. Mereka ini sepertinya mau membawa beban tersebut hingga ke liar kubur.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 32:1-7. Judul perikopnya: Kebahagiaan orang yang diampuni dosanya. Ini mazmur pengajaran dari Raja Daud tentang betapa ber ahagianya, orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN” (ay. 1-2a). Tetapi pengampunan Tuhan tidak berlaku bagi penipu (ay. 2b); mereka memohon ampun namun tetap melakukannya lagi, dan lagi.

 

 

 

Bagian pertama pesan nas ini adalah pentingnya pengakuan dosa kepada Tuhan. Daud mengatakan lepaskan beban tersebut. “Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering,... "Aku mengakui pelanggaran-pelanggaranku kepada TUHAN dan Engkau telah mengangkat beban dosaku” (ay. 3-5). Kita tidak perlu merasa malu dan takut bila dosa berat yang dilakukan. Kasih pengampunan Allah lebih besar dari dosa kita (Rm. 5:20).

 

 

 

Naikkan permohonan dalam kesungguhan yang jujur dan rendah hati, pengakuan, dan janji tidak mengulanginya. Pertobatan mestilah teguh, dari hati, tidak hanya di bibir dan mulut. Jangan menyalahgunakan kasih karunia Allah (Rm. 6:1-2). Iman adalah dasar pengampunan (Rm. 4:20-21; 1Tim. 1:14) dan Allah memberinya atas kasih karunia (Ef. 2:8-9). Untuk itu perlu diperlihatkan perubahan hati dan sikap hidup, “Hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan” (Luk. 3:8).

 

 

 

Bagian kedua pentingnya menyadari bahwa dosa terhadap sesama juga dosa terhadap Allah. Maka juga penting menyelesaikannya terhadap sesama. Persoalan tidak selesai jika kita memohon ampun kepada Tuhan, sementara orang lain masih menderita akibat perbuatan kita. Janganlah sombong, merasa kita tidak berkontribusi terhadap kesalahan, apalagi menyalahkan orang lain. Jangan juga berpikir tanpa kita mengampuni, maka Allah tidak mengampuni. Cara pandang Allah melampaui akal pikiran kita. Kesombongan tidak disukai Tuhan (Ams. 6:16-17; 16:5). Alkitab menegaskan, berdamailah dengan sesama (Rm. 12:18), bahkan sebelum membawa persembahan kepada Tuhan (Mat. 5:23-24), apalagi mengikuti perjamuan kudus. Prinsip Alkitab, “Ampunilah, maka kamu akan diampuni” (Luk. 6:37).

 

 

 

Apabila kita telah memohon maaf atau mengekspesikannya dengan sikap dan perbuatan bahwa yang lama telah berlalu, tetapi seseorang tidak mau berdamai, maka itu akan menjadi urusannya. Yang utama inisiatif datang dari kita. Bila tidak diterima, maka tanggungjawab kita sudah selesai. Dengan meminta maaf dan diampuni Tuhan, kita sudah berdamai dengan sorga. Meskipun ada orang yang belum berdamai dengan kita, biarlah kasih Tuhan menuntunnya.

 

 

 

Jika ada yang mau membawa beban itu hingga mati, maka kita hanya bisa berdoa agar hatinya berubah (Yak. 5:16). Kita hanya bertanggung jawab atas perbuatan kita dan memperlihatkan kasih yang diajarkan Tuhan Yesus. Dengan menyelesaikan kepada Tuhan dan sesama, kita telah bebas dari segala beban dosa dan menikmati kebahagian yang Tuhan berikan. Allah Mahatahu dan menimbang semua kesalahan dan persoalan dengan adil dan bijak. Janganlah dosa dengan segala bebannya dibawa mati.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu XXI Setelah Pentakosta - 2 November 2025

Khotbah Minggu 2 November 2025 - Minggu XXI Setelah Pentakosta

 

 YESUS DATANG MENCARI DAN MENYELAMATKAN YANG HILANG

 

(Luk. 19:1-10)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: 2Tes. 1:1-4, 11-12; Hab. 1:1-4, 2:1-4 atau Yes. 1:10-18; Mzm. 119:137-144 atau Mzm. 32:1-7;

 

 

 

Pendahuluan

 

Dalam perjalannya menuju Yerusalem untuk menyelesaikan tugas misi-Nya, Yesus berhenti dan beristirahat sejenak di Yerikho yang terkenal beriklim sejuk. Kota ini memang sering dipakai untuk beristirahat. Yesus kehausan sehingga berpikir untuk singgah di rumah salah satu penduduk yang mengikuti-Nya. Ternyata Ia menemukan seseorang di atas pohon ara yang berusaha untuk dapat melihat Dia. Hati Yesus tergerak sehingga memutuskan untuk beristirahat di rumah yang memanjat pohon itu, yakni Zakheus, kepala pemungut cukai. Kota Yerikho merupakan kota perdagangan sehingga ada banyak petugas pemungut cukai di situ. Percakapan yang terjadi memberi keselamatan bagi Zakheus sesuai dengan pengajaran di bawah ini.

 

 

 

Pertama: kerinduan melihat Yesus (ayat 1-4)

 

Zakheus menyadari dirinya pendek dan sangat susah untuk dapat melihat Tokoh yang diomongkan banyak orang waktu itu, sebab begitu banyak yang berduyun-duyun datang mengikuti Dia. Tapi ia tidak kekurangan akal, dan keinginan hatinya untuk melihat Yesus Sang Tokoh mengalahkan hambatan yang dimilikinya dan juga dari sekelilingnya. Ia kemudian berlari mendahului orang-orang dan lantas memanjat pohon ara agar dengan mudah melihat Tuhan Yesus. Ia melakukan itu untuk memenuhi keinginan hatinya dan rasa penasaran dari perbincangan orang-orang tentang Dia. Hatinya pun mungkin sedang bergejolak tentang kerinduan perubahan. 

 

 

 

Tuhan Yesus mengetahui hati setiap orang. Yesus sudah mengetahui kehadiran Zakheus meski ia di atas pohon. Apa yang dilakukan oleh Zakheus bukanlah untuk mencari perhatian, bukan untuk mendapatkan pujian dari Yesus. Zakheus tahu bahwa dirinya sangat dibenci oleh orang Yahudi sebab ia adalah kepala pemungut pajak yang terkenal sebagai pendosa, sehingga berpikir bahwa Yesus juga mungkin membencinya. Tidak ada sepintas pun dalam pikirannya bahwa Yesus akan menyapanya, apalagi sampai memutuskan singgah di rumahnya untuk berteduh dan minum.

 

 

 

Akan tetapi hati Yesus selalu penuh dengan kasih. Yesus melihat kesungguhan hati Zakheus. Ia melihat kerinduan hati Zakheus. Ia tahu bahwa Zakheus telah bergolak hatinya atas kesalahan-kesalahan yang ia perbuat. Yesus tahu bahwa Zakheus telah berupaya keras dengan berlari mendahului orang-orang, serta mengambil resiko memanjat pohon ara untuk dapat melihat Dia. Sungguh usaha dan pengorbanan yang tidak kecil dari Zakheus. Inilah yang membuat hati Yesus tergerak, lantas memutuskan untuk menyapanya dan menetapkan Ia singgah di rumah pendosa itu. Sebuah keputusan yang kontroversial. Adakah hati kita tergerak untuk mengetahui Yesus dan menemui Dia untuk mendapatkan kasih-Nya seperti Zakheus?

 

 

 

Kedua: Yesus mengetahui yang kita perbuat (ayat 5-7)

 

Tidak ada yang tersembunyi bagi Yesus. Zakheus sebagai kepala pemungut cukai memang sangat dibenci oleh orang Yahudi. Pemerintahan Romawi saat itu terus membutuhkan dana untuk menopang operasi kerajaan mereka yang luas. Cukai atau pajak dalam pandangan umat Yahudi adalah sesuatu yang paganisme, tidak sah, akan tetapi mereka tidak bisa melawan. Sementara pemerintah Romawi terus menekan penduduk dengan pajak yang tinggi dan memakai orang Yahudi sebagai pemungut pajaknya. Pemungut pajak ini, seperti Zakheus, juga memanfaatkan situasi itu dengan mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri. Mereka korupsi dan menjadi kaya. Oleh karena itu di mata umat Yahudi, orang seperti Zakheus dianggap penghianat, sangat dibenci.

 

 

 

Yesus bisa melihat hati setiap orang dan melihat kesungguhan kita apabila ingin bertemu dengan-Nya. Mungkin kadang kita merasa takut akan Dia, karena merasa keberdosaaan kita sudah demikian banyak dan berat sehingga tidak layak datang kepada-Nya. Kita berpikir bahwa tidak ada lagi jalan pengampunan bagi dosa-dosa kita yang besar itu. Kadang kita merasa Dia jauh dan susah dijangkau karena kebesaran dan takhta-Nya yang demikian tinggi. Atau kadang kita merasa Yesus itu tidak mau peduli karena kita hanyalah orang kecil yang berdosa, apalagi mengambil resiko untuk dapat mengurus dan menyelamatkan kita.

 

 

 

Tapi Yesus adalah Allah kita yang Mahabaik. Ia adalah Allah yang sangat dekat bahkan sedekat doa kita saja. Tidak peduli sebesar atau seberat apa pun dosa kita, Ia akan menolong mengampuni kita dan membebaskan kita dari kuk yang berat itu. Ia bertakhta bukan hanya di tempat Mahatinggi, melainkan Yesus bersedia bertakhta di dalam hati kita, berkuasa atas hidup kita. Ia peduli terhadap satu orang, sama seperti pedulinya dengan 99 orang sebagaimana diumpakan dengan satu domba yang tersesat. Ia tidak memedulikan resiko atas keputusan-Nya untuk menyelamatkan seseorang. Ia tahu bahwa keputusan-Nya untuk singgah dan makan bersama di rumah Zakheus akan membawa kritik kepada-Nya. Memang para penduduk mencemoh Yesus karena makan dengan orang berdosa. Tapi Ia senang bergaul dengan orang berdosa, dengan pemungut cukai, dengan pelacur, demi untuk menyelamatkan mereka. Adakah kita juga bersikap demikian? Adakah kita bergaul dengan para pendosa untuk menyelamatkan mereka? Mungkin juga banyak pejabat atau mereka yang berkuasa korupsi tidak tersentuh hukum dunia, kita tidak boleh menjauhi mereka. Kita tidak boleh menjauh dengan mengasingkan diri dari mereka dan membiarkan mereka tetap dengan lumpur dosanya? Ini peringatan dan teladan dari Yesus bagi kita melalui nats ini.

 

 

 

Ketiga: mengembalikan milik Tuhan (ayat 8)

 

Semua perbuatan kesalahan menurut hukum dunia pasti memiliki konsekuensi hukuman atau denda, sama halnya dengan hukum sorgawi atau hukum rohani juga memberikan konsekuensi yang berat apabila kita melanggarnya. Hukum Yahudi menetapkan apabila seseorang melakukan kesalahan dengan menipu orang lain, maka ia harus mengembalikan dengan dendanya sebesar 20 % (Bil. 5:7). Menggunakan uang persembahan untuk kepentingan diri sendiri, juga harus mengembalikan dengan ditambah denda. Hanya kalau ia terbukti mencuri hewan ternak milik orang lain serta menyembelih/menjualnya, maka ia akan dikenakan hukuman mengembalikan 4 – 5 kali lipat dari kehilangan hewan tersebut (Kel. 22:1). Demikian juga Zakheus tahu bahwa hukum Yahudi memerintahkan setiap orang, khususnya mereka yang mampu dan kaya harus memelihara dan peduli pada orang-orang miskin.

 

 

 

Zakheus mengetahui semua hukum dan aturan itu. Ia bukan orang bodoh, melainkan orang pintar sehingga diangkat menjadi kepala pemungut cukai. Akan tetapi hatinya lagi bergolak menyadari perbuatannya yang salah. Ia mengetahui dari sikap orang lain padanya dari olok-olok atau kebencian. Ia merasa berdosa dan menyadari bahwa hidupnya perlu diluruskan. Maka ia memutuskan ingin tahu siapa itu Yesus dan ketika Yesus menyapanya dan memutuskan untuk singgah di rumahnya, ia langsung bersukacita. Diperkirakan dari percakapan di rumahnya, Zakheus langsung menetapkan pertobatan dan kemudian berkata: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." Hatinya berbalik setelah mendengar perkataan Tuhan Yesus. Dan yang utama, pertobatannya berbuahkan tindakan.

 

 

 

Mungkin kita pernah melakukan perbuatan tercela dan menerima hasil yang bukan menjadi hak kita. Mungkin kita pernah korupsi atau menipu atau mengambil keuntungan yang salah dari seseorang. Saatnya kita bertobat dan menyadari keharusan pengembalian yang bukan milik kita. Pengembalian yang bukan hak kita dapat dilakukan dengan menemui mereka atau menyerahkan apa yang dituntut. Pengembalian dapat dilakukan juga melalui pekerjaan Tuhan, sebagaimana Zakheus memberikan kepada orang miskin, juga kepada panti-panti, membiayai penginjilan dan pekerjaan Tuhan lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam hati harus menjadi perubahan dalam tindakan (inward change into outward change). Itu adalah cara yang benar sesuai dengan pesan dalam teks yang kita baca. Kita perlu menguduskan semua milik kita dengan memohon pengampunan kepada-Nya. Pertobatan jangan hanya sebatas hati, tetapi juga dalam tindakan. Sudahkan kita melakukannya?

 

 

 

Keempat: mencari dan menyelamatkan yang hilang (ayat 9-10)

 

Tuhan Yesus menyelipkan kekhususan pertobatan Zakheus dengan mengatakan bahwa ia pun adalah anak-anak Abraham. Ia mengatakan itu karena di lingkungan orang Yahudi sehingga menekankan pengutamaan orang-orang di dekat mereka untuk diselamatkan. Yesus menekankan pentingnya lingkungan dekat kita, saudara-saudara kita, orang-orang di sekeliling kita untuk diselamatkan terlebih dahulu. Tidak usah jauh-jauh untuk penginjilan, utamakan yang dekat-dekat dahulu. Banyak orang di sekitar kita melupakan Yesus bahkan belum mengenal kasih-Nya. Maka kita dipanggil untuk memperkenalkan kasih-Nya kepada mereka. Banyak yang terhilang dan memerlukan keselamatan.

 

 

 

Penyelamatan Zakheus mengajarkan kita untuk membawa Injil kepada orang yang dibenci masyarakat. Yesus datang untuk mencari dan membebaskan orang-orang dari jerat dosa. Ia melihat hati setiap orang yang rindu akan pertobatan, yang rindu akan pemulihan. Ia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. Kita adalah "petugas-petugas" yang menyebar umpan agar semakin banyak orang "dikail" dan mengikut Yesus. Sebagaimana Tuhan Yesus mengasihi para pendosa yang terhilang maka kita pun wajib mengasihi mereka. Adalah sangat sukar seseorang yang sudah jauh tersesat dapat menemukan jalan kembali, sama seperti halnya menemukan jalan menuju Kerajaan Allah. Kita dipanggil untuk menunjukkan jalan itu dan memperlihatkan iman keselamatan kita kepada mereka.

 

 

 

Keselamatan dan anugerah tersedia bagi semua orang. Tidak ada pekerjaan atau perbuatan yang nista dan hina ditolak untuk menerima keselamatan. Memperkenalkan Yesus kepada mereka sama seperti menjadikan mereka sebagai anak-anak Abraham secara rohani, sama seperti kita. Janji itu ada bagi semua orang dan tugas kita menyebarkan kasih-Nya untuk memberikan janji itu kepada mereka. Keselamatan bukan datang karena faktor keturunan, jabatan, atau kelebihan lainnya, melainkan hanya karena pertobatan, iman dan diterimanya anugerah yang tersedia. Yesus datang ke dunia menawarkan itu, mencari dan menyelamatkan mereka yang hilang.

 

 

 

Kesimpulan

 

Mungkin ada diantara kita yang rindu untuk mengenal atau mendekat kepada-Nya. Atau kita takut datang kepada-Nya karena keberdosaan yang kita miliki. Kerinduan itu harus kita perlihatkan kepada Yesus, agar Ia berinisiatif memanggil kita untuk masuk ke dalam rumah dan hati kita. Demikian juga di sekitar kita masih banyak yang belum mengetahui jalan itu, baik karena mereka dikucilkan atau kesombongan atau ketidaktahuan sama sekali, mereka adalah orang-orang tersesat yang memerlukan keinsyafan untuk bertobat. Pertobatan yang terjadi juga jangan hanya slogan iman belaka, tetapi harus diikuti dengan perbuatan khususnya mengembalikan yang bukan milik dan melayani Tuhan. Itu sebagai respons positif atas anugerah keselamatan Allah di dalam Tuhan Yesus, sehingga kita semua akan menjadi anak-anak rohani Abraham yang siap menerima janji-Nya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu XXI Setelah Pentakosta - 2 November 2025

Khotbah Minggu 2 November 2025

 Minggu XXI Setelah Pentakosta – Opsi 3

 

 IMAN DAN DUA CARA BERSERAH (Hab. 1:1-4; 2:1-4)

 

 “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya” (Hab. 2:4)

 

 

 

 

Salam dalam kasih Kristus.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini dari Hab. 1:1-4; 2:1-4. Nas ini dari dua pasal: pertama, berbicara tentang keluhan nabi karena ketidaksetiaan umat; dan pasal kedua tentang orang yang benar akan hidup oleh karena percayanya. Perikop terakhir ini sama dengan kitab PB yang menuliskan, “Orang benar akan hidup oleh iman” (Rm. 1:17; Gal. 3:11; Ibr. 10:38).

 

 

 

Saya tertarik pada sebuah postingan di grup WA yang menuliskan, "aku menyerahkan pergumulanku kepada Tuhan." Saya tidak tahu persis masalah dan pergumulannya, tetapi saya perlu sampaikan bahwa pernyataan itu bisa benar dan bisa salah. Kenapa? Karena iman yang salah akan menghasilkan sikap dan perbuatan yang salah.

 

 

 

Ketika dihadapkan pada masalah atau pergumulan, ada dua cara untuk kita berserah kepada Tuhan; keduanya tetap dalam bingkai iman, yakni kita percaya Tuhan ada dan mampu menolong kita. Cara pertama berserah, melalui pikiran atau kecerdasan intelektual. Melalui pikiran kita dapat bertanya: mengapa hal itu terjadi? Apa yang dapat kita lakukan untuk menyelesaikannya? Contoh sederhana. Jika sakit batuk, minumlah obat batuk, tentu diiringi doa. Tidak elok kita meminta Tuhan menyembuhkan sakit batuk, tanpa berbuat apa-apa, langsung membereskan sakit batuk, padahal kita mampu melakukan sesuatu. Jangan juga cepat berkeluh seperti nas minggu ini: “Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, .... Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan?” (ay. 2-3).

 

 

 

Kendala berserah kepada Allah melalui pikiran dan kecerdasan adalah ego dan kejujuran. Misalnya, kita berprasangka ada orang lain yang jahat, kita musuhi, padahal penyebab persoalannya bisa saja dari diri kita. Seringkali kita tidak jujur dan tidak mau merendahkan diri yang membuat masalah tidak terselesaikan. Padahal, Tuhan mengaruniakan hati, pikiran dan kecerdasan kepada kita; oleh karenanya selalu ada pilihan.

 

 

 

Ada kisah orang Farisi yang menganggap diri mereka benar dan menilai negatif orang lain (Luk. 18:9-14). Tapi firman-Nya akhirnya berkata: “Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" (ay. 14). Jadi jujurlah dan selesaikanlah, Tuhan akan menolong. Jadilah seperti pemungut cukai yang rendah hati dalam cerita nas itu.

 

 

 

Selain pikiran, Allah juga menganugerahkan kepada kita perasaan, hati, emosi. Maka cara kedua berserah kepada Allah adalah melalui perasaan, melalui hati. Cara kedua ini lebih dipakai bila cara pertama sudah mentok, buntu. Seorang yang sakit parah dan sudah berobat ke berbagai dokter, berdoa, kemudian dokternya angkat tangan, maka berserahlah kepada Allah melalui totalitas hati dan perasaan. Bila melalui kecerdasan manusia telah buntu, kita tetap memohon mukjizatnya. Jika sudah mentok karena ketidaktahuan dan keterbatasan, kita kembali seperti anak kecil, berserah, menggantungkan kepada ayah-ibunya dengan sepenuh hati.

 

 

 

Kedua cara berserah ini berkenan kepada Allah. Hati memang tidak perlu dibenturkan dengan pikiran dan kecerdasan. Derek Prince berkata dalam bukunya Faith to live by, iman itu dasarnya di hati, selalu dinamis, berubah dan bertumbuh. Pengharapan, dasarnya di pikiran. Jika ingin keluar dari masalah, melalui iman dan hati kita tidak akan pernah kecewa karena Tuhan pasti memberi yang terbaik. Tetapi jika pengharapan yang dasarnya pikiran semata, seringnya berbuntut rasa kecewa. Itulah pilihannya.

 

 

 

Alkitab berkata, "Jadilah kepadamu menurut imanmu" (Mat. 9:29). Maka sangatlah baik berserah kepada Tuhan untuk memperlihatkan iman kita teguh. Tetapi jangan itu hanya sebagai kedok untuk membusungkan dada, bersembunyi dari kebenaran dan tidak lurus hatinya (band. ay. 4). Orang benar yang hidup oleh percayanya perlu didasari kebenaran, siap merendahkan diri, dan berusaha yang terbaik untuk mengasihi sesama dan Tuhannya. "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih" (1Kor. 13:13).

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah (2) Minggu XXI Setelah Pentakosta - 2 November 2025

Khotbah Minggu 2 November 2025

Minggu XXI Setelah Pentakosta – Opsi 2

 BERSANDAR DAN BERSYUKUR (2Tes. 1:1-4, 11-12)

            Minggu-minggu setelah Pentakoskan akan berakhir dan kita akan memasuki masa adven, masa sukacita penantian bagi orang percaya. Penantian yang penuh pengharapan berdasar kasih Allah yang begitu besar pada kita dan iman yang diberikan, yakni kita percaya Tuhan Yesus menjadi manusia dan mati di kayu salib untuk menjadi Juruselamat dan Penebus dosa-dosa kita semua. Oleh karena itu Firman Tuhan bagi kita pada Minggu XXII setelah Pentakosta ini diambil dari 2Tes. 1:1-4, 11-12. Nas ini berbicara tentang bersyukur dan bersyukur (ayat 1-4).

 

            Meski ada sesuatu yang membuat hati kita sedih, kita patut dan wajib bersyukur bila melihat semua kebaikan Tuhan pada kita, sejak lahir hingga saat ini. "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya," kata Daud dalam mazmurnya (Mzm. 139:14). Bila bersyukur itu sulit karena ada persoalan dan pengharapan yang belum terkabul, maka kita perlu membersihkan hati dan pikiran, sehingga dapat melihat dengan mata rohani yang benar. Seperti pemazmur mengatakan, "Aku mau memberitakan dan mengatakannya, tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung" (Mzm. 40:6; KJ. 439).

 

            Penganiayaan dan penderitaan pada manusia (atau gereja) selalu ada, dan Tuhan punya maksud, sebagaimana yang dialami jemaat Tesalonika dalam nas ini. Maksud Tuhan mulai dari mengajar kita untuk lebih baik, menguji untuk lulus ke tingkatan yang tinggi, atau Tuhan pakai sebagai proses pengudusan. Betul, kadang-kadang penderitaan itu datang karena ulah kebodohan kita dan miskinnya hikmat, sehingga Tuhan "membiarkan" sebagai pengajaran. Tetapi pegangan dasar kita tetap, yakni: Allah itu Mahatahu, Kasih dan Mahaadil. Seperti pada kabar sebelumnya, semua ada yang mengaturnya, semua dalam kendali-Nya. Tugas kita hanya bersandar penuh kepada-Nya.

 

            Rasul Paulus menekankan agar kita melihat seperti itu atas penderitaan yang datang. Tuhan tidak akan membiarkan anak-anak-Nya jatuh tergeletak tidak berdaya (Mzm. 37:24), kecuali memang kita yang mudah menyerah dan mengikuti kelemahan daging dan kekuatan Iblis. Bila kita merasa sesuatu terjadi karena ulah orang lain, tidak perlu kita merepotkannya dan menjadi bersusah. Firman-Nya menegaskan, Tuhan akan membalas yang menentang anak-anak-Nya (ayat 6-9). Tuhan akan datang kelak untuk dikagumi oleh semua kita orang yang percaya (ayat 10). "Pembalasan adalah hak-Ku," kata Tuhan (Rm. 12:19; Ibr. 10:30). Maka, diamlah, dan bersyukurlah.

 

            Hal yang penting menurut nas firman-Nya ini, meski kita dalam penderitaan, agar tetap layak bagi panggilan-Nya, kita diminta tetap melakukan kebaikan. Kekuatan-Nya menyempurnakan segala pekerjaan iman kita (ayat 11). Allah setia dan sanggup membekali dan menguatkan kita, hingga berbuah kemenangan di akhirnya. Dan dari semua itu, "nama Yesus, Tuhan kita, dimuliakan di dalam kamu dan kamu di dalam Dia, menurut kasih karunia Allah kita dan Tuhan Yesus Kristus" (ayat 12). Bersyukurlah. Haleluya.

Selamat  beribadah dan selamat melayani.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 26 Oktober 2025

Kabar dari Bukit

 MASA DEPAN GEREJA (Mzm. 84:1-7)

 ”Betapa menyenangkan tempat kediaman-Mu, ya TUHAN Semesta Alam! (Mzm. 84:2 TB2)

Dalam kesempatan wisata ke berbagai negara di Eropa, saya banyak berkunjung ke gereja-gereja yang indah dan tua. Ada yang besar seperti gereja Sagrada Familia di Spanyol atau gereja kecil di Yunani. Tetapi ada fakta bahwa saat ibadah hari Minggu, tidak banyak lagi yang mengikutinya. Malahan banyak gereja berubah menjadi hotel, kafe, bar, atau lainnya, termasuk dijual. Namun pada hari biasa, kita melihat masih banyak umat berkunjung ke gereja. Mereka duduk tenang, hening dan berdoa; ada juga yang masuk sebentar, berdiri dan berdoa, lantas keluar lagi.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 84:1-7. Judul perikopnya: Rindu kepada kediaman Allah. Ada beberapa Mazmur lainnya tentang kerinduan yang sama. Mzm. 27:4 tentang dambaan "tinggal di Rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya" (bdk. Mzm. 42; 63:1-8).

 

Jika pada Mzm. 42 dan 63 lebih ditekankan tentang hadirat Tuhan, maka pada nas minggu ini  ditekankan tentang bangunan bait Allah. Kita tahu pada masa itu pusat peribadahan umat Israel ada di Yerusalem atau Sion. Memang ada beberapa di luar Yerusalem yang disebut Sinagoga, yakni tempat belajar dan bersekutu. Tetapi tempat pemberian korban tetaplah di Yerusalem. Ruang Maha Kudus juga adanya di Bait Allah. Ini yang membuat umat tetap melakukan ziarah, perjalanan rohani ke Yerusalem, "merindukan pelataran-pelataran Tuhan; jiwa ragaku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup" (ay. 3). Selanjutnya dinyatakan, "Berbahagialah mereka yang tinggal di rumah-Mu, yang dapat terus-menerus memuji-muji Engkau. Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah! Apabila melintasi Lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air;.... Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion" (ay. 5-8).

 

Kerinduan ini secara tradisi dan historis karena dulunya ada Tabut Perjanjian di tempat Bait Allah, meskipun pada penghancuran pertama, Tabut tersebut telah hilang. Kemudian Tuhan Yesus menegaskan, orang percaya tidak lagi menyembah Allah berdasarkan tempat, tetapi dalam Roh (Yoh. 4:21-24). Ada juga pergeseran teologis bahwa jemaat sendiri adalah Bait Allah ketika Roh Allah diam di dalamnya" (1Kor. 3:16–17); bukan di gedung gereja.

 

Kini, bagaimana dengan gereja kita di Indonesia? Apakah (gedung) gereja masih tetap sebagai pusat peribadahan? Adakah jemaat tetap rindu datang beribadah di hari Minggu? Yang jelas, pasca Covid-19, umat yang datang ke gereja telah turun. Akankah gedung gereja-gereja kita di Indonesia semakin sepi? Bagaimana pun, keberadaan gedung gereja tempat bersekutu jemaat sebagai Tubuh Kristus untuk menyembah-Nya, tidak dapat diabaikan. Alkitab jelas mengajarkan, jangan menjauhkan diri dari pertemuan ibadah bersama (Ibr. 10:25).

 

Ini sebuah tantangan yang besar agar hal yang terjadi di negara-negara maju tidak menular ke sini, gereja ditinggal dan semakin sepi. Beberapa penyebab di luar gereja memang tidak dapat dihindari, seperti perkembangan paham sekulerisme yang bersifat ingin praktis, era digital dan ibadah online, pandangan hal spiritual bersifat adalah pribadi, dan lainnya. Tetapi kelemahan lainnya dari dalam, seperti memudarnya kepercayaan umat terhadap pemimpin, gereja sibuk dengan koinonia tanpa berbuah diakonia dan marturia, terjadi sengketa dan perpecahan, ibadah dan khotbah yang tidak kontekstual, mestinya bisa dihindari. Ini tanggungjawab bersama. Semoga kita tetap rindu bergereja.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 53 guests and no members online

Statistik Pengunjung

13084892
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
5840
3944
17864
13041721
114747
136103
13084892

IP Anda: 216.73.216.51
2025-11-27 20:25

Login Form