Sunday, May 19, 2024

Khotbah Minggu 15 Desember 2019 - Minggu Adven III tahun 2019

Khotbah Minggu 15 Desember 2019 - Minggu Adven III tahun 2019


BERSABAR DAN BERTEGUH HATI

(Yak 5:7-10)


Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 35:1-10; Mzm 146:5-10; Mat 11:2-11

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Ayat Yak 5:7-10 selengkapnya dengan judul: Bersabar dalam penderitaan

 

5:7 Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi. 5:8 Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat! 5:9 Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu. 5:10 Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan.

 

-----------------------------------------

Pendahuluan

Kitab Yakobus salah satu kitab yang padat sebab membahas hubungan iman dengan perbuatan. Pasal 1 kitab ini menjelaskan orang percaya harus berdiri teguh sebab memiliki iman. Dengan iman itu kita harus berkarya dan bukan iman yang mati (pasal 2), sedangkan pasal 3 mengajarkan bagaimana kita harus memelihara lidah dalam bercakap-cakap sebagai buah iman yang baik. Pasal 4 mengajarkan tentang perasaan kita sebagai orang percaya yang selalu taat dan tunduk pada kehendak Allah, dan terakhir pasal 5 yang menjadi bahan renungan kita minggu ini berbicara tentang sikap kita dalam berbagi dan apa yang bisa kita alami termasuk dalam penderitaan. Bagian ini sebenarnya merupakan terusan dari peringatan Yakobus terhadap orang kaya yang membuat orang miskin menjadi menderita, dan nats ini merupakan kekuatan dan penghiburan bagi mereka yang menderita tersebut.

Nats renungan kita minggu ini tentang kesabaran dalam penderitaan mengajarkan kita banyak hal sebagai berikut.

 

Pertama: Bersabar seperti petani menunggu musim (ayat 7)

Ada beberapa ayat dalam Alkitab yang menempatkan petani sebagai referensi. Pertama,  Alkitab menyebutkan bahwa "seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya" (2Tim 2:6). Kedua, sesuai dengan nats minggu ini, bahwa petani harus bersabar menanti hasil itu. Pada kitab Injil Matius dll diibaratkan juga soal kerajaan Allah itu seperti menabur benih (seperti petani), dan petani yang baik akan menaburkan di tanah yang baik, bukan dipinggir jalan atau di tanah yang keras atau penuh semak duri, dan menjaga tanamannya dari segala gangguan dan hama. Dari ketiga pokok nats itu dapat dilihat bahwa seorang petani untuk dapat memperoleh hasil yang baik, hendaklah penuh dengan hikmat dari masa mulai menanam, melihat lahan dan musim, bekerja keras selama masa pengolahan dan pemeliharaan, dan terakhir bersabar dalam menanti hasil yang baik dari semua jerih payahnya itu.

 

Meskipun benihnya baik dan ditabur di tempat yang baik saat turunnya hujan musim gugur (saatnya menanam), dijaga dari segala gangguan tadi, seorang petani juga tetap harus bersabar agar tanamannya bertumbuh; ia tidak dapat mempercepat proses panen yang lebih cepat. Ia mesti menanti dengan pengharapan akan hujan musim semi (untuk masa pertumbuhan) yang memberi hasil banyak pada ladangnya. Namun dalam penantian itu banyak hal yang bisa dilakukan oleh petani, seperti memberi pupuk dan menjaga agar ilalang, hama dan pencuri tidak datang merusak tanamannya. Itu semua adalah pekerjaan dan karya yang harus ia lakukan dan juga melalui rintangan yang harus dia hadapi agar panennya tidak rusak dan ia bisa mendapatkan hasil buah yang baik. Ia harus bersabar dan kesabaran itu merupakan pengharapan dan kepercayaan pada pemeliharaan Allah yang Mahakuasa atas tanamannya itu.

 

 

Demikian juga orang percaya dalam penantian datangnya Kristus menjemput kita dari dunia ini. Kita tidak dapat melakukan apapun agar Kristus datang lebih cepat. Tapi pengharapan dan penantian kita bukanlah pengharapan yang pasif. Dalam penantian itu kita diminta untuk terus bekerja dan berkarya mewujudkan buah dari iman dalam membangun kerajaan-Nya. Datanglah kerajaan-Mu dalam Doa Bapa Kami bermakna demikian. Orang percaya sama halnya dengan petani harus hidup dalam iman, mencari dan melihat pengharapan di depan akan buah dari kerja dan karya iman dalam kehidupan yang dipraktekkan. Jangan berpikir bahwa Kristus tidak datang. Berkaryalah dalam iman untuk membangun kerajaan-Nya, yang pasti akan datang bila saatnya tiba. Dalam berkarya itu mungkin akan muncul kesulitan dan penderitaan, menanggung ketidakadilan dan penganiayaan, akan tetapi seperti petani tadi, kita diminta bersabar dan percaya tetap ada dalam pemeliharaan Allah (Rm 8:28; 12:12).

 

Kedua: Jangan bersungut-sungut dan mempersalahkan (ayat 8-9a)

Ketika sesuatu terjadi tidak sesuai dengan keinginan hati, maka lazimnya yang muncul adalah kecewa, rasa kesal dan akan timbul sungut-sungut. Bahkan ada kalanya kita menyalahkan orang lain atas ketidaksesuaian itu, kerugian atau rasa sakit yang kita alami. Memang lebih mudah menyalahkan orang lain dibanding dengan ikut merasa bertanggungjawab dan mencari jalan keluar dari masalah yang ada. Akan tetapi perlu disadari, bersungut-sungut dan menyalahkan pihak lain adalah perbuatan yang dapat merusak dan menjadi dosa. Sebelum kita menyalahkan dan menghakimi orang lain, kita ingatlah Kristus akan datang menghakimi (Mat 7:1-5; 25:31-46). Kristus tidak akan membiarkan kita lari dari tanggungjawab dan memindahkan segala perbuatan dosa itu kepada orang lain.

 

Jelas, setiap orang pasti tidak menyukai masalah dan tidak seorang pun yang tahu kapan akan dapat masalah. Semua orang berusaha jauh dari masalah dan penderitaan. Doa Bapa Kami juga menegaskan agar kita jauh dari pencobaan. Kalau seseorang melakukan korupsi atau pembunuhan, maka ia tentu sudah berpikir bahwa suatu saat ia akan menghadapi masalah pengadilan dan penjara. Mungkin saja ia berpikir dapat lolos dari pengadilan di dunia ini, tetapi ia tidak akan lolos dari pengadilan sorgawi. Ia juga bisa menyalahkan atasan atau orang lain untuk berdalih atau menghindar, tapi itu menjadi percuma dan sia-sia. Hidup juga tidak selalu demikian, bahkan seringkali kita tidak tahu mengapa masalah itu datang kepada kita? Kadang Tuhan tidak menjawab alasannya dan karena itu menuduh Tuhan tidak adil, bertindak sewenang-wenang atau tidak peduli. Padahal, Allah memiliki rencana sendiri yang manusia kadang kala tidak bisa menjangkau dan memahaminya.

 

Kita mendapatkan pelajaran hidup dari kisah Ayub bahwa mengenal dan mengetahui Allah  lebih baik daripada mendapatkan jawaban-Nya. Ia berbuat kesalahan dengan cara menuruti keinginannya dengan berdialog dengan teman-temannya untuk mengetahui mengapa ia harus menderita dan terus bertanya kepada Tuhan, mengapa semua itu terjadi pada dirinya. Ayub yang berusaha menyalahkan Tuhan karena dihasut teman-temannya, akhirnya menyadari Allah mengasihinya, dan menyadarkan kita bahwa tidak selamanya penderitaan merupakan penghukuman karena dosa. Oleh karena itu penderitaan harus dihadapi dan dijadikan sebagai ujian dan jalan pertumbuhan iman. Sebagaimana Ayub, seorang yang penuh dengan iman, sabar dan tabah dalam penderitaan memberi inspirasi dan keteladanan, akhirnya memperoleh kemenangan dan berkat yang lebih banyak.

 

Ketiga: Hakim berdiri di depan pintu (ayat 9b)

Sebagaimana dinyatakan pada bagian awal, nats ini merupakan kelanjutan peringatan kepada orang kaya. Mereka yang kaya sering bertindak sewenang-wenang dan tidak peduli pada mereka yang miskin. Tindakan seperti itu jelas membuat mereka akan dihukum dan peringatan akan datangnya hari Tuhan membuat firman ini mengambil istilah: hakim pada hari Tuhan itu sudah berdiri di depan pintu. Artinya, mereka yang mengabaikan keadilan dan kasih sayang akan diadili dan memperoleh hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka yang jahat. Kita tidak bisa mengatakan bahwa firman itu salah, sebab kenyataannya setelah 2000 tahun Hakim itu tidak datang dan dunia belum berakhir. Apa yang ditegaskan adalah bahwa kesempatan akhir dari pertobatan itu terbatas dan pintu itu bisa tertutup setiap saat dan Hakim yang adil itu ada berdiri di sana (band. Mat 24:33; Mrk 13:29).

 

Kedatangan Tuhan Yesus dan berdirinya Sang Hakim di pintu merupakan dasar kesabaran dan pengharapan orang percaya. Itu menjadi motivasi agar kita bertekun dalam iman dan menjadi sumber penghiburan atas penderitaan yang kita alami. Tuhan Yesus akan menjadi Hakim yang adil bagi mereka yang berbuat jahat dan memberi pahala dan upah bagi mereka yang setia dan bersabar, serta membebaskan dari beban yang diderita. Melalui cara pandang dan melihat dengan mata rohani akan rencana Tuhan yang indah akan semakin menguatkan kita dalam menghadapi masalah dan penderitaan yang ada. Sebagaimana dikatakan oleh ahli, seseorang dapat kuat menanggung dan melewati beban penderitaan hanya didasarkan keyakinan bahwa beban itu memiliki arti dan makna dalam hidupnya. Tanpa kesadaran dan pemahaman itu, maka biasanya orang akan mudah kalah dan mengambil jalan pintas untuk mengakhiri penderitaannya, yang sayangnya sering tidak berkenan kepada Tuhan.

 

Keempat: Meneladani penderitaan para nabi (ayat 10)

Nats ini mengingatkan kita juga untuk mengambil teladan dari penderitaan para nabi. Memang kalau kita lihat banyak nabi-nabi yang menderita dan bahkan harus dibunuh demi untuk membela Allah, mulai dari Musa yang harus menderita karena menyediakan keinginan umat Israel (Kel 17:1-7; Daud yang harus menderita oleh perbuatan jahat Saul (1Sam 20-27); para nabi yang dibunuh (1Sam 22 dan 1 Raj 18:3-4); Daniel bersama rekan-rekannya harus dimasukkan ke dalam kandang singa (Dan 6); dan kisah Ayub di atas yang harus kehilangan harta dan anak-anaknya (Ay 1:8-12; 2:3-7). Penderitaan tokoh dan para rasul di perjanjian baru juga merupakan kisah yang memberi keteladanan dan inspirasi bagi kita, seperti Stefanus yang dibunuh (Kis 6-7), Petrus, Yohanes, Timotius, dan Paulus yang dipenjara tanpa ada kejelasan, bahkan Yakonus yang dibunuh oleh Herod demi untuk menyenangkan orang Yahudi (Kis 12:1-2).

 

Penderitaan dapat datang karena ketaatan pada Tuhan sebagaimana dialami oleh para nabi (dan rasul) di atas. Demikian juga dengan umat Israel harus menanggung beban yang lebih berat karena ketaatan mereka dengan mengerjakan pembuatan batu bata yang lebih banyak (Kel 5:4-9). Tetapi semua itu tergantung kepada kita, bagaimana merespon atas penderitaan itu. Kisah Ayub memberikan bukti bahwa respon itu tergantung kepada bagaimana kita beriman kepada Allah (Ay 3:11; 21:22) Rasul Paulus melihat bahwa apa yang dideritanya membawa kemajuan dalam pemberitaan Injil (Flp 1:12-14). Semua itu akan memberikan pengembangan internal kerohanian kita, sebagaimana dikatakan dalam firman-Nya, “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya (1Pet 5:10; band. Im 26:40-45)

 

Kita lihat juga Tuhan Yesus bagaimana Ia harus menderita bagi kita melalui olok-olok para Imam dan ahli Taurat (Mrk 15:31). Akan tetapi itu semua membuat Yesus semakin sempurna, “Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah -- yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan ---, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan (Ibr 2:10). Alkitab berkata, “Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu" (Mat 5:12). Oleh karena itulah kita diminta untuk terus berkarya, tidak putus asa dan lalai, menggunakan waktu yang tersedia untuk menyambut Sang Raja Kemuliaan, meninggalkan segala perbuatan yang jahat dan membuat diri kita tidak bercatat dan kudus, sebab itulah yang berkenan kepada-Nya.

 

Penutup

Dalam menyongsong peringatan lahirnya Sang Raja Kemuliaan itu, Yakobus mengingatkan orang percaya untuk bersabar sampai kedatangan Kristus yang kedua kali. Kita harus bersabar bagaikan petani yang menanti hasil panen. Kerja keras dan menjaga gangguan dari segala godaan akan menghasilkan buah yang baik dan lebat. Apabila dalam melaksanakan karya itu kita harus menderita, yang tidak jelas sebab musababnya, maka kita tetap diminta sabar dan berteguh hati, tetap setia kepada Allah, bersabar dan berteguh dalam pengharapan dan penantian sampai Hakim itu berdiri di depan pintu, menegakkan kebenaran dan menghukum mereka yang jahat, sebagaimana para nabi (dan rasul) telah menderita, begitu jugalah sikap kita dalam menghadapi segala penderitaan.

Tuhan Yesus memberkati.

 

KABAR DARI BUKIT (Edisi 8 Desember 2019)

KABAR DARI BUKIT (Edisi 8 Desember 2019)

 

Pertobatan

Hari ini kita masuk ke dalam Minggu Adven kedua. Firman Tuhan bagi kita sesuai leksionari, Mat 3:1-12, berbicara tentang Yohanes Pembaptis. Ia berseru-seru sebagai pembuka jalan atau voorijder akan datangnya Tuhan Yesus. Pesannya kuat dan jelas, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!... Persiapkanlah jalan untuk Tuhan,

luruskanlah jalan bagi-Nya” (ayat 2, 3b). Ini juga pesan yang pertama disampaikan oleh Tuhan Yesus saat masuk dalam pelayanan-Nya (Mat 4:17).

 

Seruan bertobat mungkin membuat kita sedikit risih atau takut. Kenapa orang percaya diminta bertobat? Bertobat yang bahasa aslinya Metanoeo, memang lebih mengartikan berbalik, seperti tentara berbaris, diminta berbalik. Putar arah. Pesan tentang pertobatan sangat kuat disampaikan pada saat minggu adven dan minggu sengsara, dua peristiwa besar dalam kehidupan Kristiani: Natal dan Paskah.

 

Pertobatan tidak selalu dari tidak percaya menjadi percaya pada Tuhan Yesus. Pertobatan juga dapat berupa permintaan kita berbalik dari cara hidup yang sekarang ini tidak berkenan kepada Allah. Bentuk pertobatan pertama, pemulihan atau penyegaran hubungan sehari-hari kita dengan Allah. Apakah kuat rasa kasih dan kerinduan hubungan sehari-hari dengan Tuhan itu dan tetap menyala-nyala? Atau suam-suam kuku saja: membaca firman dan renungan ogah-ohahan, berdoa asalan atau pendek-pendek saja. Beribadah tidak bersemangat. Semua itu saatnya dipulihkan, disegarkan, dibarui.

 

Pertobatan kedua tentang pemimpin dalam hidup kita. Apakah selama ini kita lebih mengandalkan pikiran atau kemampuan kita dalam setiap usaha? Bagaimana keseharian kita dalam penyerahan diri dan selalu mengatakan: kehendak-Mulah yang jadi. Allah membenci orang yang sombong, seperti orang Farisi dan Saduki dalam nas ini, yang disebut keturunan ular beludak (ayat 7).

 

Bentuk pertobatan ketiga tentang hidup yang berbuah. Nas minggu ini mengatakan agar dihasilkan buah yang sesuai dengan pertobatan (ayat 8). Hukumannya jelas, "Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api" (ayat 10). Kita evaluasi kembali iman percaya kita, apakah landasannya hanya ingin berkat, aman dengan egoisme, tetapi sebenarnya tidak siap menjadi berkat bagi sesama? Keengganan memberi perlu diubah dengan kesediaan berbagi. Baptisan air perlu, tetapi baptisan Roh yang membuat kita lebih hidup dan bersemangat, itulah yang mesti terlihat dari momen adven ini, dan membuat kita terhindar dari hukuman yang berat: dibakar bagai  debu jerami dalam api (ayat 12). Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati, amin.

 

Khotbah lainnya bagian leksionari hari Minggu ini: Taruk dari Pangkal Isai akan Terbit (Rm 15:4-13) silahkan dibaca dengan mengklik website www.kabardaribukit.org.

 

Pdt.(Em) Ramles M. Silalahi.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 19 guests and no members online

Login Form