Sunday, May 19, 2024

2023

Kabar dari Bukit Minggu 15 Oktober 2023

Kabar dari Bukit

 

 TAHAN UJI DAN PENGHARAPAN (Kel. 32:1-14)

 

 ”Dan menyesallah  TUHAN karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya (Kel. 32:14)

 

 

Seseorang kadang dapat kehilangan pengharapan, dan kita bisa memahaminya. Pengharapan memiliki dua bentuk: sesuatu yang direncanakan, sengaja, tapi dapat juga dari watak, yang mudah rapuh dan berubah. Oleh karena itu pengharapan memerlukan motivasi yang kuat. Menurut Moltman dalam bukunya Theology of Hope: On the Ground and the Implications of a Christian Eschatology, pengharapan perlu diletakkan pada perspektif eskatologis, hal sorgawi.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Kel. 32:1-14. Ini kisah umat Israel dalam perjalanan pulang ke Kanaan. Mereka tidak sabar menanti Musa yang naik ke gunung bertemu dengan Allah, dan tidak tahu beritanya. Oleh karena itu, mereka mendesak Harun agar membuat allah dari anak lembu emas, yang akan memimpin perjalanan selanjutnya. Harun terpengaruh, setuju, dan meminta umat mengumpulkan anting-anting emas, dijadikan tuangan anak lembu emas (ay. 1-4).

 

 

 

Umat Israel kemudian menyembah patung emas itu, mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan, makan dan minum bersukaria. Allah tahu yang terjadi sehingga meminta Musa segera turun, berpesan akan menghukum dan membinasakan mereka, menyatakan murka-Nya, (ay. 6, 10).

 

 

 

Namun Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, beralasan, Tuhan telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, mengapa kini menimpakan malapetaka dengan membunuh mereka? Musa juga mengingatkan janji Tuhan kepada Abraham, Ishak dan Israel dan kepada Musa sendiri. Lalu, menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya (ay 11-14).

 

 

 

Melalui nas ini kita diberi beberapa pengajaran penting. Pertama, manusia memiliki daya tahan terbatas mengatasi permasalahan dan pergumulannya. Namun solusinya, tetaplah dihadapi dan jangan lari. Ketika akal pikiran tidak mampu, maka kembali kepada iman. Kita tidak hidup berjalan sendiri, sebab ada Allah yang Mahabaik menyertai. Kepada-Nya kita berserah dengan berlandaskan iman dan pengharapan. Janganlah berpaling kepada allah lain, sebab hal itu akan sia-sia.

 

 

 

Ahli psikologi mengatakan, seseorang dapat mengatasi kesulitan jika mengubah pola pikirnya, termasuk dengan memecah persoalan menjadi kecil-kecil, atau belajar dari pengalaman orang lain. Kesabaran dunia ada batasnya dan bisa hilang. Kesabaran dalam pengharapan tidak ada batasnya, sebab seperti kata Moltman dalam bukunya, “segala sesuatu bukanlah akhir.” Pengharapan adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa (Ibr. 6:19).

 

 

 

Hal kedua, Allah tidak memandang sepele jika menduakan-Nya. Ini poin penting dalam Sepuluh Perintah Allah yang sangat spesifik menghukum keras orang yang menyembah illah lain hingga keturunan ketiga dan keempat. Allah kita itu cemburuan. Tidak boleh ada Allah lain, termasuk mengagungkan pikiran, uang, kuasa, harga diri, keinginan daging serta bentuk lainnya.

 

 

 

Hal ketiga, melalui hamba-Nya Musa, Allah bersikap kasih dan Mahaadil; boleh ada dialog, ada penjelasan, dan intinya mohon pengampunan. Tuhan dapat saja marah dan berniat menghukum, tapi ketika memohon ampun dan memberi penjelasan yang kuat, seperti akan bertobat, siap menjadi manusia baru dan melayani, maka Allah dapat berubah pikiran (ay. 14). Kita ingat akan Raja Hizkia yang meminta umurnya diperpanjang, dan Tuhan mengabulkannya (2Raj. 20:1-7).

 

 

 

Terakhir, ada janji Allah kepada mereka yang setia. Janji pemeliharaan dan berkat-berkat-Nya yang berlaku juga bagi anak cucu kita. Musa menyampaikan janji Allah kepada Abrahan, Ishak dan Yakub, bahkan kepadanya. Itu menjadi pertimbangan Allah untuk tidak menghukum, sepanjang ada pertobatan dan hidup sebagai manusia baru.

 

 

 

Nah, bagaimana dengan kita? Mari belajar dari keempat pengajaran tersebut. Tetaplah setia, sebab pengharapan sorgawi tersedia bagi kita dan anak cucu. Itulah indahnya buah ketekunan dalam pergumulan, tahan uji, dan pengharapan yang tidak mengecewakan (Rm. 5:3-5). Haleluya....

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu ke-XX setelah Pentakosta - 15 Oktober 2023 (Opsi 1)

 Khotbah Minggu Keduapuluh setelah Pentakosta - 15 Oktober 2023 (Opsi 1)

 

 DI DALAM TUHAN KITA SENANTIASA BERSUKACITA (Flp. 4:1-9)

 

 Bacaan lainnya: Kel. 32:1-14 atau Yes. 25:1-9; Mzm. 106:1-6, 19-23 atau Mzm. 23; Mat. 22:1-14

 

 

 

 

Pendahuluan

 

Bagian terakhir kitab Filipi ini memberikan nasihat kepada jemaat Filipi tentang cara mereka hidup di dalam perdamaian dan kasih. Adanya perbedaan di antara para pelayan Tuhan diminta diselesaikan. Memang identitas yang disebut teman setia dalam nas ini masih belum terlalu jelas. Mungkin saja orangnya adalah Epafroditus yang membawa surat surat, atau seorang rekan Paulus yang lain di penjara. Orang itu bisa juga yang bernama Sunsugos (yang berarti penerima kuk bersama). Keprihatinan pada jemaat Filipi membuat Rasul Paulus sampai mengulang enam kali sebutan kasih kepada mereka. Ia menekankan sebagai pemimpin di dalam jemaat seyogianyalah memberikan teladan sebagaimana Kristus. Banyak hal positif yang dapat dilakukan dan terutama menjadikan jemaat sebagai mahkota. Melalui bacaan minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut:

 

 

 

Pertama: Berdiri teguh dan sehati sepikir (ayat 1-3)

 

Bagaimana caranya kita dapat berdiri teguh di hadapan Allah? Ini mengacu kepada ayat sebelumnya (Flp. 3:20-21), yakni dengan mengarahkan mata kita terus tertuju kepada Kristus, terus menyadari bahwa dunia ini bukanlah tempat kita yang abadi, dan fokus pada kenyataan bahwa Kristus yang mengendalikan segala sesuatu dalam hidup kita dan juga alam semesta. Dengan demikian, kita tahu segala hal yang terjadi dalam hidup kita ada dalam sepengatahuan Allah. Berdiri teguh juga berarti sabar dan tabah dalam menahan pengaruh negatif dari segala ujian dan pencobaan, pengajaran sesat, atau penderitaan. Ya betul, itu memerlukan ketekunan ketika kita diuji atau dihadapkan pada situasi perlawanan dan dimusuhi. Oleh karenanya, jangan kehilangan kekuatan hati dan mudah menyerah. Allah berjanji memberi kita kekuatan karakter. Dengan pertolongan Roh Kudus dan rekan-rekan orang percaya lainnya, kita akan dapat bertahan dan benar di hadapan Allah. Nasihat itulah yang diberikan kepada jemaat (band. 1Kor. 16:13).

 

 

 

Rasul Paulus tidak memaksudkan suratnya ini untuk menasihati jemaat Filipi tentang doktrin atau pengajaran yang salah, melainkan lebih kepada hubungan antar manusia. Hubungan buruk yang terjadi di antara para pelayan bukanlah masalah kecil. Ia mengambil contoh dengan nasihat kepada dua wanita (Euodia dan Sintikhe, mungkin tokoh-tokoh penting dalam jemaat) yang disebutnya telah bekerja di jemaat bagi Kristus. Melalui usaha dan kerja keras mereka berdua telah banyak orang percaya dibawa kepada Kristus. Adalah tidak mungkin seseorang yang percaya kepada Kristus –terlebih seorang pelayan – bekerja keras bagi kerajaan-Nya tapi memiliki hubungan yang buruk dengan sesama orang percaya lainnya, apalagi juga memiliki tujuan dan komitmen yang sama. Sehati sepikir perlu diutamakan agar bisa bekerjasama dan bersinergi (band. Flp. 2:2). Sungguh menyedihkan dan bahkan memalukan apabila di antara pelayan Tuhan atau pekerja Injil sendiri terjadi pertentangan. Firman Tuhan memberikan nasihat agar masing-masing pihak harus bersedia merendahkan hati dan memberi pengorbanan, tidak memaksakan keinginan sendiri. Egoisme yang memicu perbedaan harus disingkirkan, sebab Allah menciptakan manusia yang berbeda sudut pandang dan keperluan. Nas ini secara otomatis juga mengingatkan bahwa tidak ada ruang pemaafan dan pembenaran jika yang terjadi adalah perpecahan dan tidak terjadi rekonsiliasi. Bila ada perpecahan, pasti ada yang salah dan itu perlu diperbaiki di dalam pribadi mereka dan untuk itulah perlu introspeksi dan membuka diri.

 

 

 

Pertanyaan bagi kita: apakah kita saat ini sedang bermasalah dengan orang lain dalam persekutuan atau organisasi? Apakah kita sampai pada perpecahan dalam langkah dan bahkan mendendam sakit hati? Apakah kita memerlukan rekonsiliasi dengan seseorang saat ini? Jika kita menghadapi konflik yang kita tidak bisa selesaikan, jangan membiarkan ketegangan kecil yang dapat menjadi ledakan yang besar. Jangan kita mundur atau berhenti bahkan mengarahkan pada perkelahian dengan kekerasan. Jangan juga berpangku tangan dan menunggu bahwa masalah itu hilang dengan sendirinya. Prinsip waktu menghilangkannya tidak selalu benar. Waktu dapat menghilangkannya bila kita mengubah cara pandang dan kepentingan. Waktu memang dapat menurunkan amarah. Tetapi tanpa mengubah cara pandang, maka waktu tidak akan mengubah apapun yang menghilangkan perbedaan. Yang penting bagi kita, ketika masalah perbedaan dan pertentangan melanda, maka dengan iman dan kasih mintalah pertolongan Tuhan dan carilah orang yang bisa mendamaikan sehingga masalah dapat diselesaikan. Jangan sampai masalah berlarut-larut dan akhirnya menjadi dosa dan keselamatan kita dikorbankan. Ini yang ditekankan Rasul Paulus sehingga dikatakannya, keselamatan yang sudah kita terima dengan nama kita sudah tercatat dalam buku kehidupan, jangan sampai terhapus. Buku kehidupan adalah daftar semua nama-nama yang yang diselamatkan dalam hidup kekekalan melalui iman kepada Yesus Kristus dan ketaatan dalam melakukan firman-Nya (Luk. 10:17-20; Why. 20:11-15).

 

 

 

Kedua: Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan (ayat 4-5)

 

Adalah aneh untuk seorang narapidana mengatakan kepada jemaat: “Bersukacitalah!” Akan tetapi pernyataan Rasul Paulus itu memberikan kita pelajaran penting: sikap di dalam hati seharusnya bukanlah merupakan refleksi dari keadaan di luar tubuh. Respon kita terhadap yang terjadi di sekeliling, tidak harus membawa dampak buruk terhadap hati kita. Kebahagiaan bukan datang dari luar diri yang ada di sekeliling, atau hal peristiwa tertentu, tetapi sikap dari dalam hati yakni hati yang telah dipenuhi Roh Yesus. Rasul Paulus tetap hatinya penuh sukacita karena tahu bahwa tidak masalah yang terjadi padanya, sebab Tuhan Yesus ada selalu bersamanya. Firman Tuhan menekankan kata “senantiasa” jelas menunjukkan sumber sukacita bukan tergantung situasi, tetapi sumber yang abadi yakni dari Tuhan Yesus. Beberapa kali dalam suratnya, Paulus mendesak jemaat Filipi agar bersukacita, mungkin hal itu yang dibutuhkan jemaat saat itu akibat masalah perbedaan yang ada. Bukanlah hal yang terlalu sulit untuk menghilangkan kejengkelan hati atau kehilangan semangat dari situasi yang tidak menyenangkan; atau membuang hal-hal yang tidak penting untuk dipikirkan terlalu serius. Mereka hanya perlu fokus menyelesaikan dalam kasih. Kita harus bisa menilai hal yang penting dan utama dalam hidup ini. Jika kita saat ini tidak bersukacita, maka pasti ada yang salah dalam perspektif melihat kehidupan ini, terutama yang Tuhan telah berikan.

 

 

 

Demikian juga tentang permasalahan yang dihadapi jemaat Filipi dalam kesatuan hati untuk bisa sehati sepikir. Mereka tidak mungkin dapat bersukacita apabila mereka tidak bersatu dan ada kesehatian. Mereka tidak bisa merasakan sukacita apabila terjadi pertentangan yang bisa membawa perpecahan. Kita harus bersikap lembut, logis, pikiran terbuka, dan menyambut positif atas hal-hal yang terjadi di sekitar jemaat, dan bukan hanya sebagai orang percaya yang pasif tidak peduli. Dengan demikian, kita juga diminta agar tidak mudah menaruh sakit hati dan dendam pada mereka yang berbeda pendapat atau menyakiti hati kita, serta tidak berbangga dan omong besar atas kelebihan yang kita miliki dan menuntut hak-hak yang sepertinya menjadi milik kita. Sebaliknya, kita harus mengambil peran juru damai yang aktif apabila ada perselisihan yang terjadi di lingkungan kita. Sebagaimana dinyatakan Paulus, nas ini meminta warga jemaat lainnya (Sunsugos berarti sesama pekerja atau pemikul kuk) untuk ikut mendamaikan hamba-hamba Tuhan yang belum sehati itu. Tanpa kesejatian para hamba pelayan-Nya, jemaat pun akan kehilangan sukacita.

 

 

 

Hamba Tuhan dan dan para pelayan perlu melihat jemaat sebagai mahkota, dalam arti  yang paling utama dan dimenangkan dan bukan ego masing-masing pribadi. Bilamana ini dilihat sebagai sumber sukacita yakni jemaat bersatu padu, bertumbuh dan berbuah, maka sukacita akan datang pada semua. Sukacita mestinya mudah datang dari Yesus yang diam di dalam hati setiap hati orang percaya. Pelayan seharusnya menjadi panutan bagi jemaat. Untuk itu perlu ditonjolkan kebaikan-kebaikan hati (epieikes) berupa kesabaran, kesediaan mengalah apalagi keinginan menyenangkan orang lain dengan kasih. Dasar semuanya adalah kesiapan orang percaya dalam menyongsong kedatangan Kristus yang sudah dekat. Tuhan sudah dekat adalah prinsip Kristiani sehingga setiap masalah yang membawa dosa, harus diselesaikan dengan kasih (Mat. 24:36; Rm. 13:12-14; Ibr. 10:37; Yak. 5:8, 9). Hati yang bersuka cita dan bersyukur adalah prinsip Kekristenan. Tuhan sudah dekat juga berarti Ia tetap dekat yakni sedekat doa kita (band. Flp. 1:4). Maka pada kedatangan-Nya kedua kali, sukacita dan syukur serta janji-janji-Nya akan digenapi penuh (Mzm. 85:7; Hab. 3: 18). Yesus yang hidup di dalam diri kita akan memenuhi rencana-Nya yang indah dan kita pun akan menerima mahkota kemenangan.

 

 

 

Ketiga: Janganlah khawatir dan nyatakan keinginanmu dalam doa (ayat 6-7)

 

Salah satu sumber kehilangan sukacita adalah adanya kekhawatiran. Ini juga yang dilihat Rasul Paulus sehingga ia mengatakan janganlah khawatir tentang apapun juga. Meski tidak dijelaskan kekhawatiran yang terjadi pada jemaat Filipi, tapi ini diduga bukan dari faktor-faktor materi, tetapi lebih kepada gengsi, status, kesombongan, dan harga diri yang menyebabkan pertentangan. Banyak pihak yang bersengketa atau bertengkar tidak mau memulai perdamaian sebab ada pandangan bahwa mereka yang menawarkan perdamaian terlebih dahulu adalah yang bersalah. Mereka yang mengalah dianggap sebagai pihak yang salah. Padahal, jelas berbeda: mengalah dan salah. Orang yang mengalah memang sedikit harus kalah dalam arti tidak mau menang melulu. Akan tetapi mereka yang mengalah justru sering menjadi pemenang, sebab langkahnya adalah mundur selangkah untuk maju dua langkah. Alkitab juga memberikan contoh bagi mereka yang mengalah justru yang diberkati, sebagaimana Abraham mengalah terhadap Lot dan Daud mengalah pada Saul. Kekhawatiran itu yang harus diganti menjadi mendapatkan damai sejahtera. Alkitab mengatakan, “Siapakah di antara kamu yang karena kekhawatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya” (Mat. 6:27; Luk. 12:25). Artinya, kekhawatiran tidak menambah apapun juga.

 

 

 

Jelas kita tidak bisa membayangkan situasi hidup kita untuk tidak khawatir tentang apapun. Itu tidak mungkin. Kita bisa khawatir tentang pekerjaan di kantor, tentang keadaan di rumah, di sekolah atau di lain persoalan. Akan tetapi Rasul Paulus menasihati agar mengubah kekhawatiran kita menjadi doa. Apakah kita ingin kekhawatirankita berkurang? Maka menurut firman minggu ini: tambahlah waktu kita untuk berdoa. Ketika kita mulai khawatir, hentikanlah kekhawatiran itu dengan mulai berdoa kepada Tuhan Yesus. Doa merupakan jalan keluar dengan dasar sebagai berikut:

 

 

 

1.       Persekutuan kita dengan Tuhan Yesus akan mengisi hati dan pikiran kita dengan damai sejahtera. Doa mendorong agar kita memiliki suasana berpikir damai sejahtera. Kita akan menerima kasih karunia dan berkat dari-Nya (Kol. 3:15; Yes. 26:3; Ibr. 4:16).

 

2.      Melalui doa kita secara otomatis menyerahkan segala kecemasan dan persoalan kita kepada Dia. Kita tahu bahwa Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu untuk kebaikan kita (Rm. 8:28).

 

3.      Melalui doa kita memperlihatkan kesetiaan sekaligus memperbaharui kepercayaan pada Tuhan yang memelihara kita (Mat. 6:25-34; 1Pet. 5:7).

 

4.      Melalui doa kita meminta kekuatan dan pertolongan Allah untuk membekali dan menguatkan dalam persoalan yang kita hadapi (ayat Flp. 4:13; Ef. 3:16 Flp. 3:20).

 

5.      Alkitab memerintahkan, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu" (Ef. 6:18).

 

 

 

Dalam bagian lain dinyatakan, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Yoh. 14:27). Damai sejahtera Allah di dalam Tuhan Yesus, yang dinyatakan dalam nas minggu ini melampaui segala akal, itu berarti melampaui ketidakmampuan segala pikiran, gagasan dan perencanaan manusia untuk memahami kedalaman dan kebesaran damai dari Allah. Istilah damai sejahtera akan memelihara, itu berarti menjaga atau membentengi kita dari segala kekhawatiran. Istilah phoureo yang berarti memelihara diambil dari istilah militer yakni benteng, yang menjaga damai sejahtera yang kita miliki. Damai sejahtera yang sebenarnya tidak kita peroleh dari berpikir positif, atau tiadanya konflik, atau dalam keadaan hati yang tenang. Damai sejahtera datang ketika kita berprinsip semua ada dalam kendali Yesus yang pasti memelihara jiwa kita. Kewargaan sorgawi kita adalah pasti, perjalanan hidup kita sudah ditentukan pada jalan yang dipimpin-Nya, dan kita pasti akan menang atas segala rintangan dan pencobaan. Biarkanlah damai sejahtera dari Allah yang memimpin hati kita terhadap kekhawatirandan kecemasan.

 

 

 

Keempat: Pikirkan dan lakukanlah semua hal itu (ayat 8-9)

 

Apa yang kita taruh di dalam pikiran akan menentukan hasil di dalam perkataan dan perbuatan. Rasul Paulus juga menyadari bahwa pikiran para pengikut Kristus perlu diberi “makanan” dengan mengatakan agar kita memprogram pikiran dengan hal-hal yang benar dan berguna. Makanan yang dimaksudnya adalah hal-hal yang benar, yang mulia, yang adil, yang suci, yang manis, yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji. Kumpulan makanan pikiran ini sering disebut sebagai pemikiran positif Kristiani. Para pengikut Kristus perlu mendisiplinkan diri memikirkan hal itu, maka Allah akan memelihara perasaan mereka dengan damai-Nya. Tak hanya itu, mereka juga sekaligus semakin dapat mengucap syukur kepada Tuhan. Itu berarti, kuncinya adalah ketaatan untuk memikirkan hal-hal yang Tuhan kehendaki. Selanjutnya Tuhan sendirilah yang akan turun tangan untuk menolongnya. Apakah kita ada kesulitan mendapatkan pikiran yang bersih? Atau pikiran kita hanya sering melamun? Periksalah yang ada di dalam pikiran kita yang "rusak", mungkin itu berasal dari televisi, internet, buku, film, atau majalah. Buang dan gantikanlah hal-hal yang mengganggu dan buruk itu dengan hal-hal yang membuat sukacita.

 

 

 

Isilah pikiran kita setiap hari dengan Firman Tuhan terlebih dahulu sebelum kita mengisinya dengan berbagai berita dan rencana harian kita. Bacalah firman Tuhan di pagi hari dan tekunlah berdoa. Betapa indahnya hidup jika kita dapat memberi makan pikiran dan perasaan kita dengan pikiran dan perasaan Kristus. Isi pikiran kita dengan meneleksi informasi yang berguna dan menambah hikmat dan sukacita. Mintalah kepada Tuhan agar pikiran kita tetap fokus pada hal-hal yang baik dan murni saja. Dengan demikian, kemenangan akan berada di pihak kita, yaitu damai Kristus dan hati yang bersyukur. Tidak cukup hanya mendengar firman Tuhan sekali seminggu di gereja. Atau hanya menghafalnya; justru yang terpenting adalah mempraktekkannya. Jadilah pelaku firman dan bukan pendengar (Yak. 1:22). Memang enak dan mudah mendengarkan khotbah, akan tetapi itu juga mudah hilang ditelan waktu. Memang tidak sulit untuk membaca Alkitab jika tidak harus berpikir keras, tetapi berpikir untuk bisa menjadi pelaku firman. Semua itu harus dipraktekkan dan untuk itu semua perlu dilatih. Jangan terjebak dalam dikusi-diskusi yang membuang energi tapi tidak berdampak pada perubahan cara pandang dan sikap hidup. Carilah makna firman, dan berusahalah untuk dapat memahami dan membuatnya menjadi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu terjadi hanya dengan disiplin dan ketaatan.

 

 

 

Disliplin dan ketaatan memerlukan latihan. Itu yang membuatnya jadi berhasil. Dalam 2Tim. 2:5 dikatakan, "Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga." Artinya, ada aturan dan latihan. Ada beberapa metafora yang dipakai di dalam Alkitab tentang latihan bagi kehidupan rohani orang percaya. Metafora pertama adalah berlari, sebagaimana dalam nas minggu lalu (Flp. 3:13-14) yakni mengerahkan dan memfokuskan seluruh tenaga untuk memenangkan pertandingan, dengan melupakan masa lalu dan memandang ke depan ke arah kekekalan. Berlari dipakai juga dalam 1Kor. 9:24-27 dengan latihan yang ketat agar memperoleh hadiah, dengan mengarahkan pandangan kita kepada Kristus sebagai tujuan akhir kita. Dalam hal ini kita jangan sampai keluar dari jalur atau patah semangat. Dalam 1Tim. 4:7-10 dituliskan perlunya latihan rohani untuk membantu pertumbuhan iman dan karakter. Sama seperti latihan fisik yang perlu berulang-ulang, maka latihan rohani juga demikian agar kita semakin baik di hadapan Allah. Kita akan mendapatkan buahnya tidak hanya pada saat ini, tetapi juga kelak di akhir zaman. Metafora terakhir adalah petinju dalam 2Tim. 4:7-8, sebab kita melawan kekuatan-kekuatan iblis dan si jahat. Jika kita melakukan dengan taat dan benar kepada Allah serta tabah hingga akhir, maka dikatakan, "Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu" (band. Rm. 15:33).

 

 

 

Penutup

 

Jemaat Filipi menghadapi persoalan hubungan para pelayannya yang tidak sehati sepikir sehingga mengganggu pelayanan yang diberikan. Gangguan ini tidak terbatas di situ saja, tetapi juga dalam keyakinan dan keteguhan mereka di dalam Kristus. Firman Tuhan menasihatkan agar mereka berdiri teguh dan mengarahkan pikiran pada Tuhan Yesus yang kedatangan-Nya sudah dekat. Dunia ini bukanlah tujuan akhir melainkan mempertahankan keselamatan yang sudah dijamin dalam buku kehidupan. Untuk itu mereka harus sehati sepikir dan senantiasa bersukacita. Apapun yang membuat sukacita terganggu, lebih baik disingkirkan. Kekhawatiran yang lebih kepada faktor gengsi, harga diri, kehormatan dan lainnya, harus dibuang jauh-jauh untuk terciptanya damai sejahtera. Segala kekhawatiran yang non fisik maupun hal fisik lebih baik dibawa dalam doa, menyerahkan semuanya pada Allah yang mengendalikan hidup kita dan alam semesta ini. Pikiran kekhawatiran yang dibuang sebaliknya diisi dengan pikiran postif Kristiani yakni semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar. Semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji itulah yang diisi dan dilakukan. Bertekadlah belajar melatihnya sehingga “Allah sumber damai sejahtera akan menyertai,” sehingga kita menjadi pemenang yang berhak akan janji Allah yang sudah disediakan bagi kita.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 8 Oktober 2023

Kabar dari Bukit

 

 HIKMAT TAURAT DAN KASIH (Kel. 20: 1-4, 7-9, 12-20)

 

 ”Janganlah takut, sebab Allah telah datang dengan maksud untuk mencoba kamu dan dengan maksud supaya takut akan Dia ada padamu, agar kamu jangan berbuat dosa” (Kel. 20:20)

 

 

 

Doktrin Kekristenan mengenal dua hukum utama: "Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Dan.... Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (Mat. 22:36-40).

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Kel. 20:1-4, 7-9, 12-20. Nas ini adalah Sepuluh Perintah Allah, Dasa Titah, hukum yang diturunkan kepada bangsa Israel saat dalam perjalanan pulang ke Tanah Kanaan. Sepuluh Perintah ini juga dituliskan pada Ul. 5:6-21, diberikan melalui Musa di Gunung Sinai pada dua loh batu yang dituliskan dengan jari Allah (Kel. 31:18).

 

 

 

Sepuluh Perintah Allah ini mengatur umat Israel agar beribadah kepada Allah saja (dan kita saat ini dalam Pribadi Tuhan Yesus), jangan menyebut Nama-Nya dengan sembarangan, menguduskan hari Tuhan (ay. 2-4; 7-9), menghormati orang tua, serta larangan membunuh, berzina, mencuri, bersaksi dusta, tidak adil dan berhasrat mengingini milik orang lain (ay. 12-17).

 

 

 

Bagian pertama perintah ini mengatur hubungan antara manusia dengan Allah (kesatu hingga keempat) dan kemudian hubungan manusia dengan sesamanya (kelima sampai kesepuluh). Dengan demikian, perintah ini paralel dengan dua hukum utama tadi.

 

 

 

Tuhan Yesus, yang merupakan penggenapan PL (Luk. 24:44-53) mengatakan, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang .... untuk menggenapinya.... Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat...” (Mat. 5:17-18).

 

 

 

Oleh nas ini lantas ada pandangan yang mengatakan bahwa semua isi PL harus ditaati. Penafisiran ayat-ayat tertentu dilakukan secara harfiah. Namun pandangan lain mengatakan, sepanjang sudah ada pemahaman baru yang diberikan oleh Tuhan Yesus dalam Perjanjian Baru dan berbeda maknanya pada PL, maka ayat PL itu dapat diabaikan. Pandangan ini memberi contoh jelas, misalnya, tentang tidak wajib sunat lahiriah (Rm. 2:29), memakan ikan yang tidak bersirip dan bersisik (Im. 11:10; Mat. 15:11; 1Tim. 4:4) penafsiran tentang hari Sabat (Kol. 2:16), dan lainnya.

 

 

 

Menjadi pengikut Kristus memang memerlukan hikmat. Perbedaan jangan menjadi pertentangan apalagi perpecahan. Jangan pula menafsirkan ayat menurut selera dan kepentingan sendiri. Kita perlu merendah dengan membuka hati, mencari masukan dari hamba-Nya yang ahli, membaca ulang Firman-Nya dan berdoa. Alkitab mengatakan, “Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri” (Yoh. 7:17).

 

 

 

Melalui nas minggu ini, kita diingatkan kembali agar takut akan Tuhan (ay. 18-20). Dalam keseharian agar terus menjadi serupa dengan Dia, berperilaku sesuai makna Sepuluh Perintah dan dua hukum utama: kasihilah Allahmu dan kasihilah sesamamu. Tuhan Yesus juga menegaskan hukum ini dengan singkat padat, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (Mat. 7:12).

 

 

 

Apalagi, hukum kedua yang sama utamanya, lebih mudah dilihat serta diuji melalui firman-Nya yang menegaskan, “Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (1Yoh. 4:20). Nah....

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu ke-XX setelah Pentakosta - 15 Oktober 2023 (Opsi 2)

 Khotbah Minggu Keduapuluh setelah Pentakosta - 15 Oktober 2023 (Opsi 2)

 

 KERAJAAN YANG HILANG (Mat. 22:1-14)

 

 "Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih" (Mat. 22:14)

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Mat. 22:1-14, kembali berbicara tentang Kerajaan Sorga. Bila nas minggu lalu menceritakan perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur, yang tidak mau membayar kewajiban berbaginya (Mat. 21:33-46), minggu ini Kerajaan Sorga seumpama raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya.

 

 

 

Tradisi di Israel saat itu, para tamu yang diundang dipanggil untuk makan saat hidangan telah tersedia. Umumnya undangan hanyalah kerabat dekat setempat saja. Tanggal dan jam telah ditetapkan, tetapi biasanya tidak seformal saat ini yang tercetak pada kertas/media. Dan ternyata saat hidangan raja telah tersedia, banyak yang tidak mau datang: ada yang pergi ke ladang, ada yang pergi mengurus usahanya; semua sibuk tidak mengindahkannya. Mereka berpikir itu jamuan biasa. Maka sang raja pun murka, membinasakan mereka yang ternyata pembunuh dan juga membakar kota mereka (ayat 4-5).

 

 

 

Seperti minggu lalu nas ini jelas ditujukan kepada orang Yahudi. Pesta perjamuan adalah ungkapan sukacita dari Bapa di Sorga atas pendamaian dan penebusan yang telah dilakukan melalui Anak-Nya Yesus Kristus, yang datang ke dunia bagaikan mempelai pria bagi umat sebagai mempelai wanita (Mat. 25:1-10; Luk. 5:34). Ternyata orang Israel tidak menyambut-Nya, dan hal itulah menjadi sumber amarah Allah Bapa kepada mereka.

 

 

 

Injil Matius lebih sering menggunakan kata Kerajaan Sorga, sementara Injil Lukas menuliskan Kerajaan Allah. Keduanya sama. Menurut Prof. G.E. Ladd dari Pasadena University dalam bukunya Injil Kerajaan, “Kerajaan Allah pada dasarnya adalah pemerintahan Allah; kekuasaan Allah, kedaulatan Ilahi yang sedang bekerja.” Ia merupakan kenyataan rohani yang dapat kita nikmati sekarang ini, bukan hanya nanti! Firman-Nya: “Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman tetapi damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm. 14:17). “Ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab, sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu” (Luk. 17:20).

 

 

 

Tetapi Alkitab juga menjelaskan bahwa Kerajaan Allah akan digenapi di masa mendatang, puncak ketika Tuhan Yesus datang kedua kalinya (K4). Ini menjadi sebuah warisan bagi kita orang percaya, tulis Prof. Ladd dalam buku tersebut. “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat. 25:34).

 

 

 

Mereka yang sudah masuk ke dalam Kerajaan Allah dan terus hidup dalam pengharapan kegenapan janji Tuhan, hidupnya ditandai dengan kepenuhan sukacita dan damai sejahtera. Mereka juga telah lepas dari kuasa kegelapan (Kol. 1:13). Oleh karena itu, bila saat ini hidup kita belum penuh dengan sukacita dan damai sejahtera, masih tinggal dalam kegelapan dengan menyukai perbuatan dosa, kita perlu merenungkan nas minggu ini. Kehidupan yang menyukai amarah, penuh takut dan kekhawatiran, kehilangan sukacita, suka mendendam, bersikap kasar, tidak berbuah, dan tidak terus dibarui, itu merupakan tanda-tanda Kerajaan Allah belum berkuasa pada dirinya. Kita mengaku orang percaya, tetapi sebenarnya hidup di luar Kerajaan itu.

 

 

 

Hidup kita hanya bisa dibarui oleh Roh Kudus, dan sangat efektip jika kita menyukai membaca firman Tuhan dan renungan (2Tim. 3:15-16). Renungan pagi atau doa/mazmur malam ibarat hidangan yang disediakan, undangan menikmati perjamuan dengan Tuhan. Jika kita mengabaikan renungan tersebut, atau tidak membaca firman Tuhan sendiri, bagaimana hidup kita dapat diubahkan? Janganlah hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri dan sombong. “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih" (ayat 24), dapat menjadi kenyataan.

 

 

 

Mereka yang tidak rindu atau mengabaikan firman Tuhan setiap hari dalam hidupnya, maka sebetulnya Kerajaan Allah belum ada dalam dirinya. Bila kita belum merasakan Kerajaan Allah saat ini, maka tidak mungkin kita dapat menikmati Kerajaan Allah kelak bersama Tuhan Yesus. Janganlah sampai ayat ini terjadi pada diri kita, “Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi" (ayat 23). Waduh, ngeri bah!

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu Kesembilanbelas setelah Pentakosta - 8 Oktober 2023 (Opsi 1)

Khotbah Minggu Kesembilanbelas setelah Pentakosta - 8 Oktober 2023 (Opsi 1)

 

 KERAJAAN YANG DIAMBIL (Mat. 21:33-46)

 

  Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu (Mat. 21:43)

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita Mat. 21:33-46, menceritakan perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur. Seorang pemilik tanah mempersiapkan semua agar tanahnya digarap sebagai kebun anggur, diberi fasilitas lengkap termasuk menara penjaga. Tuan tanah itu ingin bepergian. Kemudian saat musim petik tiba, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Bukannya jujur berbagi, penggarap-penggarap malah menangkap utusan itu, memukuli, melempari dengan batu, dan bahkan membunuhnya. Utusan lain dikirim lebih banyak oleh tuan tanah, tetapi para penggarap tetap membunuh mereka. Terakhir, tuan tanah mengutus anaknya, dan mereka juga membunuhnya.

 

 

 

Jelas ini sebuah alegori, cerita kiasan yang maknanya tersembunyi. Tetapi karena yang mendengar bagian dari kisah, maka sangat mudah ditafsirkan dan dimengerti. Tuan tanah adalah Allah sendiri, kebun anggur adalah bangsa Israel (Yes. 5:1-7; Mzm. 9-17), penggarap adalah para pemimpin agama Yahudi, dan utusan adalah nabi-nabi. Anaknya jelas adalah Yesus sendiri. Utusan dan Anak-Nya mereka siksa dan bunuh.

 

 

 

Kita sering mendengar tentang kebaikan berbuahkan kebaikan. Seolah ada rantai yang menyambungkannya. Tuhan bekerja dan memang sering secara misteri. Tetapi dosa juga demikian dan iblis pelakunya. Dosa melahirkan dosa lain hingga nurani menjadi tumpul dikuasai iblis si jahat. Contoh, seorang yang korupsi (dosa 1), berbohong mengaku kepada istrinya itu hasil kerja sampingan (dosa 2), dan kemudian uang hasil curian dipakai untuk hal yang tidak benar (dosa 3), dampak sosial buruk terjadi (dosa 4), dan seterusnya.

 

 

 

Demikianlah para penggarap atau pemimpin Yahudi dalam nas ini. Mereka diberi kesempatan untuk memimpin umat, agar menghasilkan buah-buah kebaikan bagi kemuliaan Tuhan. Tetapi kaum Farisi, para imam, dan tua-tua sebaliknya menikmati jabatan mereka, dan melakukan banyak hal yang tidak sesuai dengan tugas panggilannya.

 

 

 

Nubuatan dalam ayat 43 pun terjadi, yakni Kerajaan Allah "diambil" dari bangsa Israel. Mereka "ditinggalkan" dan kita tahu kemudian Allah membentuk gereja, sehingga ada yang menyebut gereja sebagai Israel baru. Tetapi peluang Allah menarik Israel tetap diberikan dan berkat-berkat akan diturunkan kembali kepada bangsa itu (Rm. 11:25).

 

 

 

Kini kesempatan telah diberikan kepada gereja-gereja dan orang percaya untuk menghasilkan buah Kerajaan bagi Allah. Gereja dibentuk Allah untuk menjalankan tiga tugas utama, yakni bersekutu untuk memuji dan menyembah Allah (koinonia), melakukan pelayanan sosial (diakonia), dan pelayanan penginjilan untuk membawa jiwa-jiwa baru kepada Kristus (marturia). Ini sesuai dengan pernyataan-Nya pada Luk. 4:18-19 dan Kis. 2:41-47.

 

 

 

Nas minggu ini membawa kita berefleksi. Tentu kita sering bersekutu di gereja. Tetapi sudahkah gereja-gereja sebagai bangsa yang baru telah berbuah (lebat) bagi Kerajaan Allah? Seberapa besar gereja berdampak bagi perubahan sosial khususnya mereka yang miskin? Adakah gereja-gereja membawa jiwa-jiwa baru yang banyak? Sudahkan orang percaya yang diberi berkat dan karunia telah berbuah bagi sesama? Ah, semoga Kerajaan Allah itu tidak diambil dari gereja dan dari kita semua.

 

 

Selamat melayani dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati kita, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 21 guests and no members online

Login Form