Tuesday, May 07, 2024

2024

Kabar dari Bukit Minggu 17 Maret 2024

Kabar dari Bukit

 

 PENGANTARA YANG SEMPURNA (Ibr. 5:5-10)

 

 ”... dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya” (Ibr. 5:9)

 

 

 

Para imam dan kaum Lewi adalah petugas Bait Suci umat Israel di era PL. Imam Besar merupakan pimpinan, posisi tertinggi. Setahun sekali pada hari raya penebusan (Yom Kippur), hanya Imam Besar yang boleh masuk ke ruang maha suci, mempersembahkan korban tahunan sebagai pengantara umat Israel dengan Allah.

 

 

 

Alkitab menuliskan, Abraham memberi persembahan kepada Melkisedek, Imam Allah yang Mahatinggi (Kej. 14:18-20). Namun Melkisedek bukanlah dari garis suku Israel. Jabatan Imam Besar baru ada saat umat Israel keluar dari perbudakan di Mesir. Harun - saudaranya Musa - yang dipanggil Allah, adalah imam besar pertama (ay. 4). Di masa PB kita tahu, masih ada imam besar Kayafas yang mengadili Tuhan Yesus. Jabatan ini kemudian hilang, seiring diruntuhkannya bait suci oleh kekaisaran Romawi.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah Ibr. 5:5-10. Nas ini bagian dari perikop Yesus sebagai Imam Besar (Ibr. 4:14), penegasan dasar kepercayaan kita. Jabatan Yesus menggantikan para imam besar yang sebelumnya dipilih manusia dari keturunan Lewi; tapi kini ditegaskan, Yesus Kristus ditunjuk langsung oleh Allah Bapa menurut peraturan Melkisedek (ay. 6).

 

 

 

Penetapan dan pengakuan Yesus sebagai Imam Besar melewati proses yang panjang saat diri-Nya sebagai manusia. Ada ujian, Yesus dicobai Iblis (Mat. 4:1-11), diuji tatkala diri-Nya akan disalibkan; Ia berdoa dengan ratap tangis dan keluhan kepada Allah Bapa (ay. 7), agar cawan itu berlalu (Mat. 26:39a, 27:46).

 

 

 

Terbukti, Yesus lulus, tetap mengikuti kehendak Bapa (Mat. 26:39b). Allah pun meneguhkannya, "Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini, .... Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya" (ay. 5-6; Mzm. 2:7, 110:4). Itu semua membuktikan Yesus adalah manusia sejati, dan setelah kematian-Nya, kebangkitan dan terangkat ke sorga, Yesus terbukti sebagai Anak Allah sejati.

 

 

 

Melalui nas hari ini kita diajar bahwa ketaatan itu adalah kunci. "Sekalipun Yesus adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya" (ay. 8).  Melalui ujian godaan dan penderitaan yang dialami-Nya, keimaman Yesus menjadi sempurna: "dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya, dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah" (Ibr. 5:9-10). Yesus kini menjadi Pengantara baru yang sempurna agar kita dapat dan berani mendekat menghadap takhta Allah Bapa (Ibr. 4:16).

 

 

 

Kesempurnaan Yesus sebagai Imam Besar menjadi bukti, model dan sekaligus teladan agar setiap orang percaya, diminta menjadi serupa dengan Dia, dan terus memperlihatkan kesalehan (ay. 7b). Kita akan dimampukan, sepanjang ada keinginan taat. Tentu, dalam upaya tersebut kita tidak bisa sempurna, sama seperti Harun tidak sempurna pernah menduakan Allah (Kel. 32:1-30). Namun Allah melihat hati (1Sam. 16:7; Yer. 17:10), dan memberi jalan kita menjadi sempurna melalui pengakuan dosa dan pembasuhan oleh darah-Nya.

 

 

 

Pesan lain dalam nas ini, yakni agar kita tidak memanfaatkan situasi. Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, menjadi sombong atas berkat dan jabatan yang diterima. Kuncinya justru sebesar apa pengorbanan kita, sebab tidak ada yang lebih mulia dari pengorbanan yang diberikan. Terakhir, pesan firman-Nya, agar kita tetap dalam iman dan pengharapan, meski tantangan yang ada besar dan berat, sebab kita percaya Yesus di sorga tetap berdoa dan Pembela bagi kita (Ibr. 9:24; Rm. 8:34; 1Yoh. 2:1). Haleluya.

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (1) Minggu V Pra Paskah – 17 Maret 2024

Khotbah (1) Minggu V Pra Paskah – 17 Maret 2024

 

 DOSA DAN DOSA ASAL (Mzm. 51:1-15)

 

 Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku (Mzm. 51:7)

 

 

 

Pada saat manusia lahir ke dunia, ada yang mengibaratkan jiwanya bagaikan selembar kertas putih, putih polos, tidak berdosa. Tetapi, Alkitab mengajarkan bahwa ada dosa yang ditanggung oleh keturunan seseorang, hingga yang ketiga dan keempat, bila ia melakukan dosa dan tidak membereskannya (Kel. 20:5). Raja Daud dalam ayat di atas juga menegaskan hal tersebut. Para ahli pun menyebut hal ini sebagai dosa asal, dosa turunan, dan menjadi kodrat manusia. Tetapi doktrin ini masih sering diperdebatkan.

 

 

 

Ayat di atas yang menjadi bagian dari firman Tuhan bagi kita minggu ini, yakni Mzm. 51:1-15, dapat juga dimaknai berbeda, dan dapat diterima semua pihak, bahwa manusia sejak lahir telah memiliki kecendrungan berbuat dosa. Bila seseorang tidak dekat dan mengenal Tuhan dengan baik serta tidak lahir baru, maka kecendrungan itu semakin besar. Demikian pula jika orang tersebut lebih mengikuti keinginan daging dan hati manusianya yang egois, godaan dunia dan iblis, maka dosa semakin tidak tertahankan lagi menjadi jerat yang kuat. Jerat, berarti terperangkap, satu dosa melahirkan dosa lain, dan seterusnya, hingga tidak bisa lepas.

 

 

 

Mzm. 51 ini merupakan pengakuan dosa yang indah dari Raja Daud, atas kesalahannya mengambil Batsyeba sebagai istrinya. Semula Batsyeba adalah istri Uria, komandan perang Daud. Jahatnya Daud tidak berhenti, ia kemudian menjerat Uria dengan membunuhnya secara tidak langsung, dan berpikir Batsyeba akan sebagai janda pahlawan yang diselamatkannya. Sayangnya, Tuhan Mahatahu semuanya, dan mengirim nabi Natan untuk menegur Daud. Setelah dituduh telak oleh Natan, bahkan dengan nubuatan, Daud akan menanggung dosa tersebut dengan kematian empat anak-anaknya. Terbukti, Daud harus melewati hidupnya dengan penuh tangis dan dukacita atas kematian anak-anaknya itu.

 

 

 

Daud melakukan dosa karena ada kecendrungan dosa atau natur dosa dalam dirinya. Saat melihat Batsyeba sedang mandi, ia tidak berkuasa melawannya; Ia jatuh, terpuruk, dan dihukum. Demikian pula kita dalam kehidupan ini. Dan Alkitab mengatakan, “semua manusia telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23). “Upah dosa ialah maut” (Rm. 4:4).

 

 

 

Kadang memang hukuman tidak seketika atau di dunia ini, tetapi di dalam pengadilan Allah yang kelak tidak seorangpun dapat menyangkalnya. Mereka yang tidak bisa membereskan dosanya saat di dunia, maka kita tahu neraka kekekalan dengan jerit tangis dan kertak gigi menjadi bagiannya (Mat. 13:50). Namun sering terjadi, masalah yang timbul adalah: Penyesalan, frustasi, merasa tidak bisa apa-apa, kemudian mengasihi diri sendiri, dan yang lebih parah muncul paralisis, tidak bisa melupakan, menjadi depresi.

 

 

 

Mari kita belajar dari Daud dan sekaligus tahu pengampunan yang diberikan. Selama sembilan bulan Daud bergulat dengan kesalahannya, disimpan dalam hati, tetapi sikapnya kemudian berubah ketika Natan datang kepadanya. Setelah ia telah mendengar semua “kutukan” perbuatannya dari nabi Natan, ia pun mengakui dosanya. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan setelah menyadari kesalahan adalah sebagai berikut:

 

 

 

1.         Nyatakan bahwa Allah itu setia dan mengampuni  (ay. 1)

 

2.         Akuilah hal itu merupakan kegagalan terhadap dirimu (ay. 3)

 

3.         Akuilah kesalahanmu kepada Tuhan (ay. 4)

 

4.         Akuilah bahwa kita lemah, sejak dari lahir  (ay. 5)

 

5.         Minta kepada Tuhan untuk memulihkan (ay. 10)

 

6.         Janji untuk kembali ke jalan yg benar (ay. 13)

 

7.         Memberitakan keadilan Tuhan (ay. 15)

 

 

 

Sangat perlu memohon pengasihan: kasihanilah aku ya Allah (ayat 3a). Ya, semua memang bermula dari belas kasih, bukan kuasa, bukan pembelaan diri. Ia jujur dengan mengaku sadar akan pelanggarannya, meski Tuhan telah memberinya hikmat dan kebenaran. Daud juga tidak menyalahkan Batsyeba atau iblis penggoda. Ia menerima sebab ia tahu Allah adalah adil (ayat 6).

 

 

 

Ia juga tahu Allah Maha Kuasa dan mampu memulihkannya. Tuhan berkuasa untuk membersihkan dosanya dengan hisop, yang kotor dibasuh dan menjadi lebih putih dari salju! Daud rindu kegembiraan hatinya bersama Tuhan dipulihkan. Lalu, ia pun memohon pentahiran, karena itulah kunci untuk kembali ke dalam kasih setia Tuhan. Ia tidak mau Roh Tuhan diambil dari dalam hatinya (ayat 13), seperti meninggalkan Saul yang digantikannya sebagai raja (1Sam. 16:14).

 

 

 

Langkah berikutnya adalah, ketika kita memohon pengampunan, kita perlu berjanji melakukan sesuatu untuk Tuhan. Tidak cukup hanya berubah, tapi harus berbuah. Jika ingin Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, berjanjilah untuk melakukan sesuatu. Sama seperti Daud, berjanji untuk mengajarkan jalan kebenaran Tuhan kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Nya. Daud juga berjanji akan terus bersorak-sorai memberitakan keadilan Tuhan (ayat 15). Sudahkah kita melakukan itu? Kasih setia Allah selalu tersedia. Kesalahan bukanlah terminal terakhir, itu merupakan ujian untuk kesempurnaan kita.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 10 Maret 2024

Kabar dari Bukit

 

 MELAKUKAN PEKERJAAN BAIK (Ef. 2:1-10)

 

 ”Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya” (Ef. 2:10a)

 

 

Pertanyaan teologis paling mendasar tentang keberadaan manusia adalah: Apa tujuan Allah menciptakan manusia? Kemudian pertanyaan lanjutannya kepada diri sendiri: mengapa saya hadir di dunia ini? Apakah ada rencana Allah?

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Ef. 2:1-10. Perikop ini berjudul: Semuanya adalah kasih karunia. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dari nafas Allah, oleh karena itu kita dapat mengenal Allah; ini bedanya dengan hewan dan ciptaan lainnya. Kemudian Allah memberi perintah, mandat, agar manusia beranakcucu, memenuhi bumi, menaklukkan dan berkuasa atas ciptaan lainnya (Kej. 1:26-28). Jadi jelas, Allah menciptakan manusia bertujuan agar melakukan pekerjaan baik.

 

 

 

Kejatuhan Hawa dan Adam oleh godaan Iblis pembunuh manusia (Yoh. 8:44), mengajaknya berdosa melawan kehendak Allah (1Yoh. 3:8; Kej. 3:4b). Mereka gagal menaati Allah dan akibatnya diusir dari Taman Eden. Lalu Allah memanggil Abraham, menjadi bapak bangsa Israel yang dipilih dan diberkati untuk menjadi teladan dan berkat bagi umat manusia. Namun dalam perjalanannya, bangsa Israel juga gagal dalam tugas melakukan pekerjaan baik, lantas Allah menceraiberaikan mereka.

 

 

 

Gagalnya Adam dan Hawa, bangsa Israel, menurut firman-Nya karena mereka mengikuti jalan dunia, menaati iblis penguasa kerajaan angkasa, bekerja di antara orang-orang durhaka, mengikuti hawa nafsu dan menuruti kehendak daging dan pikiran yang jahat. Pesan nas minggu ini sangatlah jelas, setiap manusia mestinya mati karena pelanggaran dosa yang dilakukannya, mereka dasarnya adalah orang-orang yang harus dimurkai (ay. 1-3).

 

 

 

Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita (ay. 4-5). “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu (ay. 8-9).

 

 

 

Manusia diselamatkan sesuai pesan nas minggu ini, tujuannya sangatlah jelas, agar manusia kembali melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya (ay. 10). Pertanyaannya kemudian, apakah kita sudah melakukan pekerjaan baik? Seberapa besar usaha pekerjaan baik di mata Allah telah kita lakukan: hari ini, kemarin, tahun-tahun lalu, dan sepanjang hidup kita?

 

 

 

Alkitab berkata, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2Tim. 3:16-17). Oleh karena itu, jika manusia gagal melakukan pekerjaan baik, itu karena menjauh dari Allah, melawan, tidak mau bersekutu dan membekali dirinya dengan firman Tuhan setiap hari. Tanpa bekal tersebut, maka tidak ada lagi didikan, kontrol, perbaikan kesalahan dan mendapatkan kebenaran.

 

 

 

Iman sebagai dasar kasih karunia, yang menyelamatkan, tetap dilihat dari perbuatan dan kasih yang nyata (Yak. 2:14-18). Iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yak. 2:22). Dan kita tidak perlu membanggakan diri, “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya" (Flp. 2:13).

 

 

 

Kasih karunia diberikan dan janji Tuhan digenapi, hanya dengan memahami alur pikiran dan melalui jalan tersebut. “Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus” (ay. 7). Iman dan buahnya dalam pekerjaan baik, itulah yang diminta. Mari kita jalankan dan kasih karunia tersedia bagi kita.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (2) Minggu V Pra Paskah – 17 Maret 2024

Khotbah (2) Minggu V Pra Paskah – 17 Maret 2024

 

 KEMULIAAN DAN PENDERITAAN (Yoh. 12:20-33)

 

 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal” (ayat 24-25).

 

 

 

Firman Tuhan di Minggu V Pra Paskah ini adalah Yoh. 12:20-33, yang berbicara tentang pemberitaan Yesus tentang kematian-Nya. Para murid saat itu kedatangan pengagum Yesus dan ingin bertemu dengan-Nya. Ketika murid-Nya menyampaikan hal itu, respon Yesus sedikit berbelok topiknya. Ia malah menubuatkan saat kematian-Nya akan tiba, dan sekaligus menggambarkan caranya Ia akan mati.

 

 

 

Ada tiga analogi sebagai refleksi yang diberikan nas ini dan menjadi pengajaran bagi kita. Pertama, analogi biji gandum, yang jika tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Artinya, untuk bisa berkarya dan berbuah banyak dan bagus, maka perlu berkorban. No pain no gain. Kerja keras, kerja cerdas, memberi banyak dan berkorban banyak, maka hasilnya kelak akan banyak pula.

 

 

 

Kedua, analogi tentang yang ingin menyelamatkan nyawanya, malah akan kehilangan. Seseorang yang menyelamatkan nyawanya dengan mencintai dunia ini dan menikmati untuk dirinya sediri, maka pesan Yesus sangat jelas: ia akan kehilangan nyawanya yakni kehidupan yang kekal. Hidupnya akan putus dan berakhir tragis di alam neraka penderitaan. Ketiga, analogi tentang melayani. Jika ingin melayani Tuhan, maka ia harus taat mengikuti perintah-Nya, dan hatinya pun harus selalu terfokus pada kemuliaan Yesus, bukan untuk dirinya sendiri. Dengan begitu, maka yang tulus melayani Tuhan, kelak Bapa akan memuliakannya.

 

 

 

Refleksi dan analogi Yesus ini menggambarkan diri-Nya yang akan menjalani semua itu. Ia harus mati tersalib untuk bisa menjadi buah keselamatan bagi banyak orang yang percaya pada-Nya. Yesus tidak ingin mengikuti kehendak hati (kemanusiaan-Nya) dengan melarikan diri dan tidak taat pada misi Bapa. Cawan itu tidak berlalu dan Ia harus minum (Mat. 26:39,42). Hati-Nya tetap fokus pada Bapa dan Ia menyadari misi-Nya adalah melayani Bapa. Oleh karena itu dengan hati terharu, Ia menetapkan dan berkata: Bapa, muliakanlah nama-Mu!

 

 

 

Respon Bapa selalu dahsyat. Suara sorgawi meneguhkan bahwa keputusan-Nya sesuai dengan kehendak Bapa dan melalui ketetapan itu pula nama Yesus ditinggikan. Ia memilih jalan Bapa, meski berat.

 

 

 

Bagian terakhir nas ini sangat penting bagi kita, yakni pernyataan Yesus bahwa masa penghakiman telah tiba. Dunia ini dan kedagingan kita, akan terus menghadapkan kita pada pilihan: Ya atau Tidak. Bersediakah kita berkorban mematikan keinginan keduniaan kita? Apakah kita akan terus egois hanya memikirkan diri kita sendiri, tanpa peduli sesama dengan berharap itulah cara menyelamatkan jiwa? Apakah kita menyadari bahwa kita hadir di dunia dengan misi dan rencana Allah, dan untuk itu, siapkah kita untuk terus menjadi pelayan-Nya, di manapun kita berada dan ditempatkan?

 

 

 

Jika kita ingin ditinggikan dan dimuliakan kelak, maka tentu pilihannya sudah jelas. Teladan dan jalan telah diberikan-Nya. Selamat memilih dan siap berkorban.

 

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (1) Minggu IV Pra Paskah – 10 Maret 2024

Khotbah (1) Minggu IV Pra Paskah – 10 Maret 2024

 

 

TINGGIKAN DAN SELAMAT (Yoh. 3:14-21)

 

 

“Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah" (ayat 20-21).

 

 

 

Firman Tuhan sesuai leksionari Minggu IV Pra-Paskah yakni Yoh. 3:14-21, berbicara tentang kasih Allah dan pentingnya percaya atas inisiatif tindakan penyelamatan-Nya. Ayat Yoh. 3:16 dalam nas ini sangat populer, merupakan ayat PB yang paling dihafal umat Kristiani di dunia (ayat dari PL adalah Mzm. 23:1). Logika manusia memang sulit menerimanya, yakni dengan percaya kita tidak dihukum binasa dan justru memperoleh hidup yang kekal. Tapi, terpujilah Tuhan. Haleluya.

 

 

 

Analogi populer cukup menjelaskan, yakni bila seseorang mati maka harus dimandikan dan dibersihkan orang lain, sebab dia tidak bisa lagi mandi sendiri. Kita orang berdosa yang hukumannya jelas, yakni kematian badani, rohani dan mati kekal, membutuhkan pemandian agar bersih, dan itu oleh pihak lain yakni Yesus yang darah-Nya tercurah dan mati di salib bukit Golgota. Usaha sendiri akan sia-sia untuk bersih dan suci, sebab kedagingan kita menyukai kegelapan dan perbuatan jahat.

 

 

 

Logika kedua diberikan nas ini ketika umat Israel bersungut-sungut keluar dari Mesir. Allah menghukum mereka dengan mengirim ular tedung. Mereka dipaguti ,menderita sakit bahkan mati. Melihat umat Israel telah menyadari keberdosaannya, Allah kemudian memerintahkan Musa untuk membuat ular dari tembaga dan menggantungnya. Barang siapa umat yang menyadari dosanya, dan memandang ular tembaga yang tergantung tersebut dengan penuh pengharapan, maka mereka sembuh dan dipulihkan (Bil. 21:4-9). Kuasa Allah memang tidak terbatas.

 

 

 

Memandang Yesus yang tergantung di salib sebagai jalan pengharapan pemulihan dan penyembuhan dari pagutan dosa-dosa, membutuhkan perubahan oleh kesadaran (percaya) dan kuasa Roh Kudus, yakni dilahirkan kembali menjadi manusia baru (band. Yoh. 1:12-13). Menjadi manusia baru yang diminta Tuhan, yakni: tidak fokus pada dirinya semata, tetapi terus meninggikan Tuhan Yesus di dalam hidupnya (ayat 14). Ini diwujudkan dalam dua ayat 20-21 di atas, yakni dengan membenci kejahatan dan nyata perbuatan-perbuatannya (yang dilakukan dalam Allah).

 

 

 

Allah tidak ingin menghukum. Kasih Allah telah nyata dengan pemberian Anak Tunggal-Nya. Wujud kasih manusia kepada Allah sebagai respon perlu diperlihatkan dengan hidup dalam terang menjauhi kejahatan, dan meninggikan Tuhan Yesus melalui perbuatan-perbuatan nyata kepada sesama. Kita tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak kita lihat, bila tidak mengasihi sesama yang nyata kita lihat (Yoh. 14:15; 1Yoh. 4:20). Percaya dan taat, percaya dan berbuat (Yoh. 3:36; 1Yoh. 3:18). Melalui perbuatan baik dan nyata yang sesuai kehendak Allah, itulah yang akan memancarkan terang Yesus dan meninggikan-Nya. Pertanyaannya: sudahkah yang terbaik kita berikan bagi-Nya? Hosana.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 32 guests and no members online

Login Form