Tuesday, May 07, 2024

2024

Khotbah (2) Paskah 31 Maret 2024

KHOTBAH (2) HARI RAYA PASKAH

 

 TUHANKU PERKASA (Mzm. 118:1-2, 14-24)

 

 Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN (Mzm. 118:17)

 

 SELAMAT PASKAH UNTUK KITA SEMUA.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari bahagia memperingati kebangkitan Tuhan Yesus, diambil dari Mzm. 118:1-2, 14-24. Mazmur ini merupakan bagian dari kumpulan nyanyian pujian (Mzm. 113-118), yang lazimnya dibacakan oleh umat Yahudi pada setiap Hari Raya Paskah, Pentakosta dan Tabernakel, dan hari raya lainnya. Bila kita menonton film seri SHTISEL di layar Netflix, misalnya, kita akan melihat sebagian pola hidup umat Yahudi yang setiap momen menaikkan pujian syukur bagi Tuhan alam semesta, setiap saat, termasuk minum air putih, masuk pintu rumah, dan lainnya.

 

 

 

Pujian syukur adalah sikap orang beriman, terlebih beriman kepada Tuhan Yesus yang bangkit dari kematian. Rasul Paulus mengatakan, sia-sialah iman kita jika Yesus tidak bangkit. Kalau Yesus manusia biasa, yang mencoba menjadi martir dan pahlawan, dan kemudian dihukum gantung, mati, dan ternyata tetap di tanah, ya betul, sia-sialah iman kita. “Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1Kor. 15:14-15).

 

 

 

Tetapi tidak ada yang sia-sia bersama Tuhan Yesus. “TUHAN itu kekuatanku dan mazmurku” kata nas ini (ayat 14). Artinya, Tuhan Yesus bukan hanya sebagai sumber kekuatan dan keselamatan, tetapi juga menjadi sumber sukacita dan kebahagiaan kita. Sorak-sorai dan kemenangan menjadi tanda orang yang benar dan menang (ayat 15). Kalah itu biasa, apalagi bersifat sementara. Sebab kita tidak ingin memenangkan pertempuran kecil dalam hidup, tetapi peperangan besar. Dan itulah menunjukkan keperkasaan (ayat 16b-17).

 

 

 

Pemazmur mengungkapkan bagaimana musuh-musuhnya semua dihalau Tuhan. Situasi yang tadinya menyesakkan, ditolak dan dibenci banyak orang, dikepung situasi yang mematikan seperti api duri, tapi akhirnya semua mundur terpukul (ayat 10-13). Kemenangan terjadi karena pemazmur tidak mengandalkan manusia, melainkan bersandar mengandalkan Tuhan.

 

 

 

Pernahkah kita menghadapi situasi serupa? Misalnya, di saat kita terkena penyakit berat mematikan, saat ekonomi kita jatuh dan terhimpit hutang, usaha atau karir kita hancur, atau di saat istri dan anak-anak kita bermasalah serius, atau hal buruk dan pahit lainnya. Dunia serasa runtuh. Kepala seperti tertimpa batu gunung. Lantas, ke mana larinya untuk berlindung dan meminta pertolongan?

 

 

 

Lihatlah itu sebagai jalan Tuhan untuk mengajar dan mendisiplinkan kita untuk lebih taat dan percaya, lebih dekat kepada-Nya. Hanya kepada Tuhan, kepada Allah yang telah terbukti perkasa mengalahkan segala musuh dan kematian. Pertolongan Tuhan selalu tepat waktu. Mereka yang tadinya berpikir Yesus sudah tidak berdaya, ternyata salah! “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan (kini) telah menjadi batu penjuru” (ayat 22). Pikiran manusia memang pendek, cenderung merasa selalu hebat. Tetapi orang berhikmat selalu mengandalkan sesuatu, tidak berpusat pada dirinya. “Bukakanlah aku pintu gerbang kebenaran”, itulah sikap rendah hati pemazmur dalam nas ini (ayat 19).

 

 

 

Ketika kita mengalami hal demikian, dalam hal situasi sesulit apapun, jangan ragu mengandalkan Tuhan kita yang hidup. Ujian, masalah, pencobaan, rasa sakit pasti datang.  “TUHAN telah menghajar aku dengan keras” kata pemazmur dan untuk diri kita. “Tetapi Ia tidak menyerahkan aku kepada maut” (ayat 18), tidak membiarkan tergeletak ditinggalkan di bukit sepi.

 

 

 

Lantas, apa setelah menang dan bangkit? Jangan seperti kacang lupa dengan kulitnya. Jangan lupa pengorbanan para misionaris Eropa, yang bertaruh nyawa dan derita untuk mengabarkan berita sukacita kebangkitan itu kepada kita. Sudahkah kita ikut memberi yang terbaik agar berita itu semakin luas disebarkan, dan semakin banyak yang menerima Tuhan Yesus adalah Allah yang hidup dan perkasa?

 

 

 

“Inilah pintu gerbang TUHAN, orang-orang benar akan masuk ke dalamnya.... Aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN, suatu perbuatan ajaib di mata kita.... Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!” (ayat 20, 24). Tuhan Yesus telah bangkit. Dan kita pun harus bangkit, tidak nanti, tapi sekarang ikut berbuat sesuatu bagi DIA, serukan nama Yesus! 

Selamat Paskah dan selamat beribadah.

 

Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

 

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles M. Silalahi, D.Min.

 

Khotbah Jumat Agung 29 Maret 2024

 Khotbah Jumat Agung 29 Maret 2024

 

 DARI PERJAMUAN MALAM HINGGA GOLGOTA - VIA DOLOROSA

 

(Yoh 18:1-19:42)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 52:13-53:12;  Mzm 22; Ibr 10:16-25

 

 Berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php

 

 

 

Pendahuluan

 

 

 

Perjalanan penderitaan Tuhan Yesus menuju bukit Golgota merupakan rangkaian beberapa peristiwa yang sangat mengharukan dimulai sejak perjamuan pada hari Kamis malam hingga kematian-Nya di Jumat senja hari. Jumat Agung memang mengingatkan kita tentang sejarah penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus Kristus, dan kematian-Nya merupakan bagian penting dalam sejarah orang percaya. Oleh karena itu, bacaan kita pada hari peringatan kematian ini sangat panjang dan kita bebas memilih tema yang lebih spesifik untuk masing-masing jemaat kita.

 

 

 

Kisah pendahuluan menjelang malam terakhir di Yerusalem, yaitu Yesus sudah menyadari akan akhir pelayanan-Nya, ketika Ia berkata kepada murid-Nya: : "Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku (Mat 26:18; band. Yoh 13:1;16:16). Ia kemudian bersama-sama murid-murid melakukan perjamuan paskah yakni makan roti yang tidak beragi dan minum anggur (Mat 26:26-29; Luk 22:14-20). Pada kesempatan inilah Yesus menyampaikan kepada murid-murid-Nya bahwa perjamuan malam itu harus diingat oleh umat percaya selamanya, melalui perjamuan kudus yang kita lakukan pada hari Jumat Agung ini.

 

 

 

Pada perjamuan malam itu Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa" (Mat 26:26-28). Setelah perjamuan malam selesai, Yesus berbicara kepada murid-murid-Nya di kamar atas. Banyak sekali pesan-pesan akhir yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid kesayangan-Nya itu untuk menguatkan mereka, sebab Yesus sudah berulangkali mengatakan saat-Nya sudah akan tiba (Yoh 13-17).

 

 

 

Yesus juga bergumul secara pribadi akan hal itu sehingga Ia memutuskan untuk naik ke Bukit Zaitun dan berdoa di taman Getsemani. Yesus berdoa bagi semua orang percaya yang telah diberikan Bapa kepada-Nya (Yoh 17:9). Hati-Nya terus ada pada kita sehingga meminta agar Bapa memelihara kita orang percaya (Yoh 17:11). Ia juga berdoa agar kita dikuduskan dalam kebenaran (Yoh 17:17), dan juga secara khusus berdoa bagi yang memberitakan Dia. Hal yang utama lainnya Yesus berdoa agar kita semua menjadi satu, sama seperti Yesus satu dengan Bapa (Yoh 17:21). Ut omnes unum sint. Yesus membenci perpecahan, apalagi perpecahan karena pertikaian terhadap hal yang tidak benar.

 

 

 

Yesus menyadari beratnya penderitaan yang akan Dia tanggung, sehingga dalam doa terakhir-Nya, Ia sujud dan berkata: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Mat 26:39). Bahkan untuk kedua kalinya Yesus berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu! (Mat 26:42).

 

 

 

Kisah yang diberikan di bawah ini merupakan tahapan dan poin penting dari rangkaian 18 jam perjalanan menuju bukit Golgota tersebut, dan dari situ kita mendapatkan hikmat dan pelajaran sebagai berikut.

 

 

 

 

 

Pertama: Penghianatan yang Berakhir dengan Penyesalan

 

 

 

Kisah penangkapan Tuhan Yesus terjadi karena penghianatan Yudas, yakni salah satu murid-Nya. Sebenarnya Yesus sudah mengetahui hal tersebut, ketika pada perjamuan malam yang diceritakan di atas, Yesus memberi tanda bahwa dia yang bersama-sama dengan Yesus mencelupkan tangannya ke dalam pinggan saat itu, dialah yang akan menyerahkan Yesus (Mat 26:21-23). Ternyata, itulah Yudas Iskariot yang telah menerima uang sogok sebanyak tiga puluh uang perak dari imam-imam kepala (Mat 26:14-16). Sejak menerima uang perak itu, Yudas mencari-cari kesempatan untuk menyerahkan Yesus.

 

 

 

Tatkala Yesus berdoa di taman Getsemani itu, Yudas mengetahui tempat itu karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-murid-Nya. Maka datanglah Yudas dengan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera, suluh dan senjata, lalu mereka menangkap Dia. Yesus dengan tegar memperkenalkan diri-Nya dan tidak melakukan perlawanan dengan kekerasan, meski Petrus sempat menarik pedangnya dan memotong kuping salah satu prajurit itu.

 

 

 

Yudas yang kemudian menyadari kesalahannya dan melihat akibat kejahatannya itu, bagaimana Yesus yang sebenarnya Ia kasihi juga, harus menderita sedemikian berat. Akhirnya Yudas berusaha mengembalikan tiga puluh uang perak itu kepada imam-imam kepala. Ia menyesal. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Penyesalannya tidak membuahkan apa-apa, sebab tindak lanjut penyesalan Yudas itu ia akhiri dengan bunuh diri. Mengenaskan. Yudas berbeda dengan Petrus yang menyangkal Tuhan Yesus tiga kali, tetapi Petrus bertobat dan mengabdikan dirinya bagi Tuhan Yesus. Yudas Iskaritot tidak bertobat, penyesalannya menerima uang suap tidak ditindaklanjuti dengan pertobatan dan berbuah, selain penghukuman terhadap diri sendiri. Ini sungguh suatu pelajaran penting bagi kita, ketika menyadari kesalahan yang kita perbuat, penyesalan harus diikuti oleh pertobatan dan permohonan ampun, kemudian memberikan yang terbaik dari hidup kita kepada Tuhan dan orang lain sebagai “persembahan” atas penyesalan yang sudah kita lakukan.

 

 

 

 

 

Kedua: Penderitaan Selama 18 Jam

 

 

 

Setelah Yesus ditangkap, pemimpin Yahudi sejak awal tidak berniat memberikan pengadilan yang layak kepada Yesus. Dalam pikiran mereka yang utama adalah: Yesus harus mati. Kebencian dan emosi seperti ini membuat hati nurani mereka buta dan tertutup. Mereka juga tidak memperdulikan proses yang layak dan adil bagi Yesus. Oleh karena itu, di tengah dingin dan pekatnya malam, mereka langsung membawa Yesus dari taman itu dan mengadili-Nya melalui tahapan-tahapan yang melelahkan, serta diselingi siksaan dan penderitaan pada tubuh-Nya.

 

 

 

Adapun tahapan-tahapan pengadilannya mulai dari tangah malam itu adalah sebagai berikut.

 

 

 

1.                            Mereka membawa Yesus kepada Hanas, mantan Imam Besar tetapi masih berkuasa dan dihormati oleh orang Yahudi (Yoh 18:12-24). Hanas adalah mertua Kayafas, yang pada tahun itu telah menjadi Imam Besar, tetapi karena menurut ketentuan Imam Besar adalah jabatan seumur hidup, mereka menghormati dan tetap membawa kepada Hanas.

 

 

 

2.                           Hanas menolak untuk mengadilinya sehingga prajurit dan penjaga-penjaga itu kemudian membawa Yesus kepada Kayafas, yang baru ditetapkan dan berkuasa sebagai Imam Besar. Dalam pengadilan di depan Hanas tengah malam itulah mulai didengarkan kesaksian-kesaksian palsu dari Sanhedrin (Yoh 18:24; Mat 26:57-68; Mrk 14:53-65; Luk 22:54, 63-65).

 

 

 

3.                           Yesus dibawa ke depan sidang Sanhedrin yakni para pemimpin formal umat Yahudi. Ada sekitar 70 anggota Sanhedrin hadir menjelang fajar itu. Kelompok Sanhedrin ini  terdiri dari para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat yang merupakan Mahkamah Agama Yahudi. Mereka ini sebenarnya sejak awal sudah memutuskan agar Yesus dihukum mati, sehingga pengadilan di subuh hari ini merupakan formalitas saja untuk justifikasi bahwa Yesus telah dihadapkan pada Mahkamah Agama. Dalam sidang formalitas ini kemudian Yesus ditetapkan dihukum mati (Mat 27:1; Mrk 14:15:1; Luk 22:66-71).

 

 

 

Namun hukuman mati hanya boleh atas persetujuan penguasa Romawi. Oleh karena itu Yesus dibawa ke Pilatus, Gubernur Yudea, penguasa Romawi. Tetapi Pilatus melihat Yesus tidak bersalah sehingga ia menolak untuk menyetujui hukuman mati, dan menawarkan hukuman cambuk saja. Tetapi pemimpin Yahudi ngotot dan akhirnya Pilatus berusaha untuk menghindar, dan berdalih bahwa itu bukan wewenangnya. Pilatus tahu bahwa Yesus dari wilayah Galilea dan penguasanya adalah Herodes, yang pada waktu itu sedang berada di Yerusalem, maka Pilatus mengatakan agar Yesus dihadapkan saja pada Herodes, (Yoh 18:28-38; Mat 27:2,11-14; Luk 23:1-6).

 

 

 

Herodes pada mulanya sangat senang melihat Yesus, karena ia sering mendengar tentang Yesus, lagipula ia mengharapkan melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu tanda mukjizat. Tetapi dalam sidang dihadapan Herodes, Yesus diam dan tidak mau berkata apapun. Lalu Herodes dan pasukannya menista dan mengolok-olok Dia, mengenakan jubah kebesaran kepada-Nya lalu mengirim Dia kembali kepada Pilatus (Luk 23:7-12)

 

 

 

Akhirnya Yesus dibawa kembali ke Pilatus (Yoh 18:38-39;19:16), tetapi Pilatus cuci tangan dan tidak berkeinginan untuk menyatakan kebenaran. Ucapannya yang sangat terkenal adalah: “apakah kebenaran itu?” (Yoh 18:38). Kesalahan Pilatus dalam hal ini ialah, menyerah pada permintaan orang banyak untuk kegunaan politiknya, tanpa memperdulikan keadilan dan kebenaran yang hakiki.

 

 

 

Pasukan dan penjaga Bait Allah serta orang Yahudi selama proses itu membelenggu dan banyak yang memukuli-Nya, meludahi-Nya, mengolok-olok, dan bahkan memukul di kepala-Nya. Setelah selesai pengadilan, bahkan Yesus masih dipaksa memikul salib-Nya via dolorosa, meski kemudian digantikan oleh Simon dari Kirene karena tubuh-Nya sudah lemah. Akhirnya, tubuh-Nya dipakukan di kayu salib di antara dua penjahat. Betapa tragis dan menyayat hati kita membayangkan hal itu.

 

 

 

Demikianlah drama rangkaian penangkapan dari tangah malam sampai pengadilan berlangsung hingga Jumat senja hari, sehingga diperkirakan berlangsung selama 18 jam. Proses yang panjang dan menyakitkan.

 

 

 

 

 

Ketiga: Pengadilan Yesus tidak sah dan adil

 

 

 

Dari catatan para murid dan rasul yang dituliskan di Alkitab, banyak pihak berkesimpulan bahwa pengadilan terhadap Yesus berlangsung secara tidak sah dan tidak memenuhi ketentuan "demi keadilan dan kebenaran" sebagaimana layaknya sebuah pengadilan. Hal itu dapat dibuktikan dengan beberapa hal di bawah ini:

 

 

 

1.               Yesus sudah dinyatakan harus mati sebelum diadili (Mrk 14:1; Yoh 11:50). Dengan demikiam tidak ada asas praduga tak bersalah, yakni tidak bersalah sebelum dibuktikan di depan hukum.

 

 

 

2.              Banyaknya kesaksian palsu yang diberikan kepada Yesus (Mat 26:59). Para pemimpin Yahudi memprovokasi dan menyaring saksi-saksi yang tampil dalam pengadilan itu. Oleh karena itu Pilatus melihatnya tidak bersalah.

 

 

 

3.              Pemimpin Yahudi menjebak Yesus atas ucapan-ucapan-Nya, kemudian mengkriminalisasi apa yang dikatakan-Nya itu (Mat 26:63-66).

 

 

 

4.              Tidak ada pembelaan bagi Yesus selama proses pengadilan (Luk 22:67-71).

 

 

 

5.              Pengadilan berlangsung malam hari (Mrk 14:53-65; 15:1) yang sebenarnya tidak diperbolehkan menurut hukum Yahudi.

 

 

 

6.              Pengadilan berlangsung di tempat pertemuan Sanhedrin, bukan di tempat kaum Farisi sebagaimana biasanya (Mrk 14:53-65).

 

 

 

Tetapi itu adalah proses yang harus dilalui dan dialami oleh Tuhan Yesus. Cawan penderitaan itu harus diminum-Nya untuk dapat menyelesaikan misi-Nya yang agung dari Bapa, demi untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita yang penuh dosa ini.

 

 

 

 

 

 

 

Keempat: Tujuh ucapan Yesus dari kayu salib

 

 

 

Yohanes menyatakan bahwa pengadilan Yesus berakhir "kira-kira jam dua belas" (band. Kitab Markus yang menyebutkan Yesus disalibkan pada "jam sembilan" - Mrk 15:25). Perbedaan ini terjadi karena Yohanes menggunakan jam perhitungan Romawi sementara Markus menggunakan jam Palestina. Keputusan hukuman mati di siang hari itu membawa konsekuensi Yesus harus langsung dieksekusi, dan sebagaimana kebiasaan mereka dihukum mati dengan cara disalibkan. Ini adalah cara mati yang bagi pandangan umat Yahudi adalah sebuah kutukan.

 

 

 

Alkitab mencatat ada tujuh kalimat yang Tuhan Yesus ucapkan saat disalibkan. Urutannya adalah sebagai berikut.

 

 

 

1.                         Ketika menghadapi para pembenci dan penghukum-Nya, ucapan Yesus yang pertama: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk 23:34).

 

 

 

2.                        Yesus berkata kepada penjahat disebelah-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (Luk 23:43).

 

 

 

3.                        Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" (Yoh 19:26-27).

 

 

 

4.                        Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Mat 27:46; Mrk 15:34).

 

 

 

5.                        Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia: "Aku haus!" (Yoh 19:28).

 

 

 

6.                        Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai" (Yoh 19:30).

 

 

 

7.                         Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya (Luk 23:46).

 

 

 

Bukankah semua itu pernyataan yang dahsyat? Betapa hebatnya Yesus, yakni pada saat Dia disalib setelah disiksa dan dianiaya, Ia bahkan berdoa agar Bapa-Nya di sorga mengampuni mereka! Dalam situasi yang lemah, Ia malah memberkati penjahat disebelah-Nya, memberi petunjuk kepada murid-murid-Nya, dan puncaknya adalah, Ia menyerahkan semua kepada Bapa-Nya. Sungguh mulia Tuhan kita, yang harus menjadi teladan dalam hidup kita.

 

 

 

 

 

Kelima: Arti dan Makna Kematian Yesus Bagi Kita

 

 

 

Kematian Kristus di kayu salib bagaikan korban anak domba sembelihan. Yesus tidak bersalah tetapi harus menanggung hukuman demikian berat. Kini, apa arti dan makna kematian Yesus Kristus itu bagi kita? Berikut diberikan gambaran artinya bagi kita:

 

 

 

1.                 Kematian Kristus merupakan penggenapan janji Tuhan (Kej 3:15; Yes 53:3, 7b; Za 9:9; Mzm 41:10; 22:7-dab).

 

 

 

2.                Kematian Kristus membuka pintu perdamaian bagi kita dengan Allah (2Kor 5:18-21). Kita seharusnya mendapat murka Allah karena dosa-dosa kita, tetapi Allah memperdamaikan (Rm 1:18; band. Rm 11:28).

 

 

 

3.                Kematian Kristus membuat kita dibenarkan (Rm 3:24; 4:2-3; 5:9-10).

 

 

 

4.                Kematian Kristus sebagai pengganti bagi kita orang-orang berdosa. Allah membuka jalan penebusan melalui Kristus yang seharusnya Dia tidak alami dan tidak lalui, tetapi demi untuk dosa-dosa kita, Ia rela berkorban (Rm 5:5-8; 5:24; Kol 1:14).

 

 

 

5.                Kematian Kristus memberi kita keselamatan dan hidup yang kekal (Rom 5:12-18). Upah dosa adalah maut (Rm 6:23) dan kita pasti akan mengalaminya. Tetapi maut yang dimaksudkan disini adalah kematian sementara, sebab kebangkitan dan kehidupan kekal telah menanti sebagaimana Kristus telah bangkit, mengalahkan maut, maka kita pun orang percaya akan dibangkitkan dan menang atas maut kematian itu. Kita menerima rahmat itu di dalam kematian Kristus, untuk dibangkitkan bersama-sama dengan Dia dan memiliki kehidupan yang baru bersama-Nya (Rom 6:1-4).

 

 

 

6.                Kematian Kristus membuka kesadaran kita, betapa besarnya kasih Allah untuk kita yang rindu selalu dekat dengan Dia. Allah ingin membangun hubungan yang baru (2Kor 5:17), dan melalui kematian-Nya itu sekaligus menggerakkan dan menghidupkan kita (2Kor 5:14; Gal 2:20).

 

 

 

7.                Kematian Kristus membuat kita lebih kuat dalam menanggung penderitaan, mendewasakan dan menjadikan kita lebih utuh dan sempurna (2Kor 12:10).

 

 

 

Kini, bagaimana kita meresponi pengorbanan Kristus itu? Semua itu tidak lain tidak bukan, Allah menginginkan kita menyesali segala dosa dan kesalahan kita, bertobat, tidak mengulangi lagi dosa-dosa yang pernah kita perbuat, serta mempersembahkan yang terbaik dari hidup kita bagi kerajaan dan kemuliaan-Nya.

 

 

 

 

 

Kesimpulan

 

 

 

Penderitaan dan kematian Yesus menunjukan kesetian-Nya pada Allah dan kasih-Nya pada manusia. Kesetiaan dengan meminum cawan penderitaan yang sungguh amat berat itu, dan menyerahkan sesuai dengan kehendak Bapa-Nya. KasihNya kepada kita dengan menanggung jalan panjang via dolorosa yang seharusnya Dia tidak tanggung, tetapi rela berkorban bagi penebusan dosa-dosa kita. Tuhan Yesus menginginkan kita untuk memahami hal itu, bersedia mengingat pengorbanan tubuh-Nya dan tumpahnya darah-Nya melalui perjamuan kudus yang kita ikuti pada Jumat Agung itu.

 

 

 

Apakah kita sudah memahami arti dan makna kematian Tuhan kita itu bagi kita? Apakah kita sudah siap untuk berubah dan memberikan yang terbaik, sehingga kita justru tidak menyalibkan Dia lagi melalui dosa-dosa perbuatan kita.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (1) Minggu Sengsara - Minggu VI Pra Paskah – 24 Maret 2024

Khotbah (1) Minggu Sengsara - Minggu VI Pra Paskah – 24 Maret 2024

 

 ELUKAN RAJAMU (Yoh. 12:12-16)

 

 “....mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru; “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” (ayat 13).

 

 

 

Firman Tuhan pada Minggu Palem ini Yoh. 12:12-16 berbicara tentang Yesus memasuki kota Yerusalem. Ia naik keledai dan dielu-elukan oleh orang banyak, menyambut-Nya dengan lambaian daun palem, sebuah tradisi Yahudi menyambut raja, dan berseru-seru menyongsong Dia. Ini juga sebuah penggenapan nubuatan PL (Mzm. 118:26; Za 9:9).

 

 

 

Yesus saat itu baru saja melakukan mukjizat, membangkitkan Lazarus dari kematian sehingga semakin populer. Orang banyak berharap Dia adalah Mesias yang membebaskan bangsa Yahudi dari penindasan penjajah Romawi. Tetapi Yesus memperlihatkan sikap yang berbeda. Ia tidak menunggang kuda, tetapi hanya keledai muda; sikap kerendahan hati dan keberanian, yang sekaligus bertujuan membalikkan persepsi orang terhadap-Nya. Kerajaan yang dibangun-Nya adalah kerajaan rohani dan sorgawi, bukan politik dan kekuasaan. Itulah pesan pertama-Nya.

 

 

 

Pesan kedua nas ini, kedatangan-Nya ke Yerusalem dan kematian-Nya adalah pintu keselamatan menuju kerajaan damai sejahtera. Penggunaan kekerasan dan penguasaan terhadap sesama tidak memiliki tempat bagi-Nya. Ia datang ke dunia sebagai Mesias dan Raja. Kita umat percaya adalah utusan-Nya untuk memperluas kerajaan-Nya tersebut. Terkadang kita perlu berkorban dan bahkan menderita demi hal itu, tetapi Yesus mengatakan agar kita tidak takut (ayat 14-15).

 

 

 

Pesan ketiga, palem adalah simbol kemenangan; kemenangan atas dosa, penderitaan dan kematian. Palem adalah simbol untuk damai, dan kita mesti hidup damai dengan diri sendiri dan orang lain. Peristiwa ini juga mengingatkan kita agar jangan seperti orang banyak saat itu; sebentar mereka mengelu-elukan Yesus, tetapi dalam sekejap mereka juga berteriak: Salibkan Dia! Itu terjadi karena pengharapan kerdil mereka tidak terwujud. Menempatkan Yesus sebagai Raja artinya kita siap menghadapi segala resiko dan konsekuensi. Bertahan, tegar dan taat. Yang utama, dalam iman kita berpegang, semua resiko itu akan berakhir dan ada palem kemenangan serta sorak sorai. Segala nubuat akan terjadi. Terpujilah Dia Yesus Raja kita.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 24 Maret 2024

Kabar dari Bukit Minggu 24 Maret 2024

 

 BERKHIANAT DAN BUAHNYA (Mrk. 14:10-11, 17-21)

 

 

”Maka sedihlah hati mereka dan seorang demi seorang berkata kepada-Nya: "Bukan aku, ya Tuhan?"” (Mrk. 14:19)

 

 

 

Menurut KBBI kata khianat berarti perbuatan tidak setia; tipu daya; perbuatan yang bertentangan dengan janji; pengkhianat adalah orang yang tidak setia kepada negara atau teman sendiri. Namun pada kehidupan politik, biasanya susah penerapannya sebab kepentinganlah yang selalu abadi.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu Palma masa sengsara hari ini bagi kita adalah Mrk. 14:10-11, 17-21. Perikop ini menceritakan Yudas Iskariot, salah seorang murid, berkhianat menemui imam-imam kepala bermaksud menyerahkan Yesus. Tentu mereka sangat gembira karena memang ingin membunuhnya (ay. 1-2), dan mereka pun memberikan uang tiga puluh perak kepada Yudas.

 

 

 

Tuhan Yesus sudah tahu akan hal itu dan pada perjamuan malam, Ia berkata kepada para murid yang bersama-Nya, “Sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku, yaitu dia yang makan dengan Aku .... dia yang mencelupkan roti ke dalam satu pinggan dengan Aku (ay. 18,20).

 

 

 

Pertanyaannya, mengapa Tuhan Yesus tidak menghentikan langkah Yudas? Kita dapat melihat bahwa Tuhan tidak selalu menggunakan otoritas-Nya untuk memotivasi atau menghentikan rencana dan langkah setiap orang. Seringnya Tuhan memakai cara tidak langsung, yakni mengingatkan dan menegor, ketika Yesus berkata, “akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan" (ay. 21b). Sayangnya Yudas tidak sadar akan tegoran, ia tetap berkhianat.

 

 

 

Mengapa Yudas mau melakukannya? Menurut William Barclay penulis buku Pemahaman Alkitab Setiap Hari yang terkenal, ada empat alasan Yudas melakukannya, yakni: ketamakan, iri hati, ambisi, dan pekerjaan iblis.

 

 

 

Manusia sering sulit puas terhadap yang sudah dimilikinya. Ada saja dorongan untuk terus mendapatkan lebih dari yang sudah diraih, dan buntutnya ketamakan. Yudas sebagai bendahara para rasul, memang sejak awalnya sudah tamak (Yoh. 12:6; bdk. Yoh. 11:57). Untuk itu kita orang Kristen perlu mensyukuri yang sudah diterima. Jika pun ada keinginan atas sesuatu yang baru dan lebih, mestinya tetap menjaga nilai-nilai rohani dan integritas pribadi. Cinta uang akar segala kejahatan (1Tim. 6:10).

 

 

 

Iri hati bersifat manusiawi tapi perlu kendali. Apalagi bagi orang Batak, ada istilah Hotel (singkatan hosom, teal, late = dengki, sombong dan irihati) yang cukup menonjol, akibat semangat persaingan yang kuat. Semua merasa "anak raja", konsekuensi prinsip kekerabatan dalihan na tolu (tungku yang tiga), membuat kedudukan setara bagi semua orang. Namun perlu dijaga 3K, yakni Kejujuran, Kerendahatian, dan Kehormatan.

 

 

 

Demikian juga halnya dengan ambisi. Tidak ada salahnya bermimpi tinggi, namun kunci keberhasilan menggapainya, perlu 3K lainnya: Kemauan, Kemampuan, dan Kesempatan. Bagian manusia hanyalah membangun kemauan dan kemampuan, namun untuk kesempatan, tetap kuasa Tuhan yang membuka pintunya. Membuka kesempatan dengan cara yang tidak berkenan bagi Tuhan, mengabaikan kepentingan umum yang lebih besar, biasanya berakhir tragis. Doa dan pengharapan dalam iman adalah dasar terbukanya kesempatan tersebut.

 

 

 

Belajar dari Yudas, pengkhianat, pendurhaka, sangat memilukan hati kita. Janganlah "menjual" Yesus demi uang, karir, jabatan apalagi pacar. Jangan biarkan iblis merasuki diri kita; belajarlah bersyukur dan menghindari hal jahat. Bila pun kita menginginkan sesuatu yang “lebih tinggi atau besar”, hendaklah berpegang pada firman Tuhan. Tidak ada gunanya memiliki uang, harta atau kedudukan namun harga diri jatuh, sebagaimana Yudas yang akhirnya menyesali perbuatannya, mengembalikan uang haramnya dan menggantung diri (Mat. 27:3-5). Tetaplah setia dan taat.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. Em. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

Khotbah (2) Minggu Sengsara - Minggu VI Pra Paskah 24 Maret 2024

Khotbah (2) Minggu Sengsara - Minggu VI Pra Paskah – 24 Maret 2024

 

 MASALAH DAN TUHAN (Mzm. 31:10-17)

 

 Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: "Engkaulah Allahku!" (Mzm. 31:16)

 

 

 

Kita memasuki Minggu Sengsara, minggu keenam masa Pra Paskah. Dalam leksionari disebut hari ini sebagai Liturgy of the Passion, atau Liturgy of the Palms. Umat Katholik mengekspresikannya dengan membawa daun palem, mengingatkan umat menyambut Tuhan Yesus yang sedang menunggang keledai saat memasuki kota Yerusalem, sebuah simbol perdamaian, menjelang akhir pelayanan-Nya. “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan," seru orang-orang yang mengikutinya (Mrk. 11:8-9; Why. 7:9-10).

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita hari ini, Mzm. 31:10-17, ditulis oleh Raja Daud. Ia meratap, merasakan sengsara: sesak, sakit hati dan mata, tubuh dan jiwa merana. Rasa duka dan keluh kesah menguasai, tulang pun menjadi lemah (ayat 10-11). Dan yang membuat derita Daud lebih besar, semua temannya lari menjauh. Musuh-musuh dan yang tidak menyukainya, mencela dan berbisik-bisik, ingin mencelakakan bahkan membunuhnya (ayat 12-14). Dan itu jugalah yang dialami Tuhan Yesus setelah Ia ditangkap di atas Bukit Zaitun (Mat. 26:47-56; Luk. 22:47-48). Penderitaan 18 jam menjelang akhir hidup-Nya di Golgota di hari Jumat Agung.

 

 

 

Derita dan kesengsaraan tentu bisa juga datang ke dalam kehidupan kita. Kadang tidak terduga; bisa dari masalah sepele, atau dari soal pelik yang memusingkan kepala. Datangnya pun tidak semuanya soal benar atau salah, seperti Yesus mengalaminya. Namun ketika masalah besar datang, dampaknya selalu menyusahkan tubuh dan jiwa.

 

 

 

Ada banyak teori tentang metode pemecahan masalah (problem solving method). Tetapi secara umum ada kesamaannya, yakni: kenalilah dahulu masalahnya secara rinci, bila perlu cek ulang atau klarifikasi. Apa goal yang dicapai bila masalah tersebut diselesaikan? Lalu, lihat dampaknya bila ditunda atau tidak diselesaikan. Kadang hal ini yang sering terjadi, orang lari dari masalah. Akibatnya, berlarut-larut dan semakin besar.

 

 

 

Padahal, bila dilihat detail dan tahu akar masalahnya, semua bisa diselesaikan. Bila ada masalah, selalu ada solusi. Masalah ada untuk dipecahkan, bukan dihindari. Caranya, mulailah selalu dari bagian gampangnya, solusi kecil. Memang kadang solusi besarnya pahit, tapi tidak apa-apa. Yang utama, jangan karena kita tunda atau hindari, orang lain menjadi susah menderita. Lebih baik kita yang berkorban. Itulah ciri orang Kristen.

 

 

 

Jangan juga terlalu cepat membawanya kepada Tuhan. Manusia telah diberi akal pikiran dan hikmat, serta pengetahuan untuk bisa menyelesaikan masalah. Jangan menyederhanakan dengan mengatakan Yesus adalah jawaban, sementara tidak jelas masalah dan pertanyaannya. Ini bukan dimaksudkan “meminggirkan” Tuhan, tetapi semua ada porsinya. Jangan seperti orang "mabuk agama". Oleh karena itulah, sangat dianjurkan setiap pagi, orang percaya berdoa memohon pimpinan dan pertolongan Tuhan. Dampaknya, kita ada di dalam naungan Tuhan dan berjalan bersama Tuhan sepanjang hari. Tetapi jangan lupa juga, doa pagi hari, baiknya ditutup dengan ucapan syukur dan terima kasih di malam hari. Doa pendek oke, yang penting lapor kepada Tuhan.

 

 

 

Sebagaimana Daud dan Tuhan Yesus dalam penderitaannya, mereka tetap berpegang kepada Tuhan. “... kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: "Engkaulah Allahku!" (ayat 16). Itu kuncinya. Ketika derita dan kesengsaraan datang, imanilah Allah adalah Penolong dan setia. Tidak mencari kuasa lain. Tuhan Yesus pasti mendengar dan Wajah-Nya tidak berpaling membiarkan kita jatuh tegeletak (ayat 17; Mzm. 37:24). “Masa hidupku ada dalam tangan-Mu”, ujar Daud di ayat 16. “Kehendak-Mulah yang terjadi” kata Yesus dalam doa-Nya sebelum ditangkap, meski sebelumnya Ia memohon cawan (penderitaan) itu diambil dari-Nya (Luk. 22:42).

 

 

 

Mari kita hayati Minggu Sengsara ini dengan keyakinan dan mengingat Dia, bahwa bila ada masalah, semua bisa kita lalui. Jadikan Tuhan sumber kekuatan. Allah Mahatahu. Ya kadang Ia membiarkan kita melewatinya, sebagai ujian iman untuk lebih dekat kepada-Nya. Bila timbul rasa takut di awal, itu wajar. “Pikullah kuk yang kupasang...,” kata Yesus. “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Flp. 4:13). Maka, elukanlah Dia, dan kemuliaan hanya bagi-Nya.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 21 guests and no members online

Login Form