Sunday, May 19, 2024

Khotbah Minggu 12 Oktober 2014

Khotbah Minggu 12 Oktober 2014

 

Minggu XVIII Setelah Pentakosta

 

DI DALAM TUHAN KITA SENANTIASA BERSUKACITA

(Flp 4:1-9)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kel 32:1-14 atau Yes 25:1-9; Mzm 106:1-6, 19-23 atau Mzm 23; Mat 22:1-14

 

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> klik Pembinaan -> Teologi

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas Flp 4:1-9 selengkapnya: Nasihat-nasihat terakhir

 

4:1 Karena itu, saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih! 4:2 Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan. 4:3 Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan. 4:4 Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! 4:5 Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! 4:6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. 4:7 Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. 4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. 4:9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.

 

 

---------------------------------

 

 

Pendahuluan

Bagian terakhir kitab Filipi ini memberikan nasihat kepada jemaat Filipi bagaimana mereka hidup di dalam perdamaian dan kasih. Adanya perbedaan di antara para pelayan Tuhan diminta diselesaikan. Memang identitas yang yang disebut teman setia dalam nas ini masih belum terlalu jelas. Mungkin saja ia adalah Epafroditus yang membawa surat surat ini, atau seorang rekan Paulus di penjara. Orang itu bisa juga yang bernama Sunsugos, yang berarti penerima kuk bersama. Keprihatinan pada jemaat ini membuat Rasul Paulus sampai mengulang enam kali sebutan kasih kepada mereka. Ia menekankan sebagai pemimpin didalam jemaat seyogianyalah untuk memberikan teladan sebagaimana Kristus. Banyak hal positip yang dapat dilakukan dan terutama menjadikan jemaat sebagai mahkota. Melalui bacaan minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut:

 

Pertama: berdiri teguh dan sehati sepikir (ayat 1-3)

Bagaimana caranya kita dapat berdiri teguh di hadapan Allah? Ini mengacu kepada ayat sebelumnya (Flp 3:20-21), yakni dengan mengarahkan mata kita terus tertuju kepada Kristus, terus menyadari bahwa dunia ini bukanlah tempat kita yang abadi, dan fokus pada kenyataan bahwa Kristus yang mengendalikan segala sesuatu dalam hidup kita dan alam semesta. Dengan demikian, kita tahu apapun yang terjadi dalam hidup kita semua itu ada dalam sepengatahuan Allah. Berdiri teguh juga berarti sabar dan tabah dalam menahan pengaruh negatif dari segala ujian dan pencobaan, pengajaran sesat, atau penderitaan. Ya betul, itu memerlukan ketekunan ketika kita diuji atau dihadapkan pada situasi perlawanan dan dimusuhi. Oleh karenanya, jangan kehilangan kekuatan hati dan mudah menyerah. Allah berjanji memberi kita kekuatan karakter. Dengan pertolongan Roh Kudus dan rekan-rekan orang percaya lainnya, kita akan tetap bertahan dan benar di hadapan Allah. Nasihat itulah yang diberikan kepada jemaat dalam nas ini (band. 1Kor 16:13).

 

Rasul Paulus tidak bermaksud suratnya ini untuk menasihati jemaat Filipi tentang doktrin atau pengajaran yang salah, melainkan menyampaikan beberapa masalah hubungan antar manusia. Hubungan yang buruk yang terjadi di antara para pelayan bukanlah masalah kecil. Ia mengambil contoh dengan nasihat kepada dua wanita (Euodia dan Sintikhe, mungkin tokoh-tokoh penting dalam jemaat) yang disebutnya telah bekerja di jemaat bagi Kristus. Melalui usaha dan kerja keras mereka telah banyak orang percaya dibawa kepada Kristus. Adalah tidak mungkin seseseorang - terlebih seorang pelayan - yang percaya kepada Kristus, bekerja keras bagi kerajaan-Nya, tapi memiliki hubungan yang buruk dengan sesama orang percaya lainnya, apalagi juga memiliki tujuan dan komitmen yang sama. Sehati sepikir perlu diutamakan agar bisa bekerjasama dan bersinergi (band. Flp 2:2). Sungguh menyedihkan dan bahkan memalukan apabila di antara pelayan Tuhan atau pekerja Injil sendiri terjadi pertentangan. Firman Tuhan memberikan nasihat agar masing-masing pihak harus bersedia merendahkan hati dan memberi pengorbanan sehingga tidak memaksakan keinginan sendiri. Egoisme yang membuat perbedaan harus disingkirkan, sebab Allah memang menciptakan manusia berbeda sudut pandang dan keperluan. Nas ini secara otomatis juga mengingatkan bahwa tidak ada ruang pemaafan dan pembenaran jika yang terjadi adalah perpecahan dan tidak terjadi rekonsiliasi. Bila ada perpecahan, pasti ada yang salah dan perlu diperbaiki di dalam pribaddi mereka dan untuk itulah perlu introspeksi dan membuka diri.

 

Pertanyaan bagi kita: apakah kita saat ini sedang bermasalah dengan orang lain dalam persekutuan atau organisasi? Apakah kita sampai pada perpecahan dalam langkah dan bahkan mendendam sakit hati? Apakah kita memerlukan rekonsiliasi dengan seseorang saat ini? Jika kita menghadapi konflik yang kita tidak bisa selesaikan, jangan membiarkan ketegangan kecil yang dapat menjadi ledakan yang besar. Jangan kita mundur atau berhenti bahkan menjadi mengarahkan pada perkelahian dengan kekerasan. Jangan juga berpangku tangan dan menunggu bahwa masalah itu akan hilang dengan sendirinya. Prinsip waktu menghilangkannya tidak selalu benar. Waktu menghilangkan hanya dengan cara bila kita merubah cara pandang dan kepentingan. Waktu memang dapat menurunkan amarah. Tetapi tanpa merubah cara pandang, maka waktu tidak akan merubah apapun atau menghilangkan perbedaan. Yang penting bagi kita, ketika masalah perbedaan dan pertentangan melanda, maka dengan iman dan kasih mintalah pertolongan Tuhan dan carilah orang yang bisa mendamaikan sehingga masalah dapat diselesaikan. Jangan sampai masalah berlarut-larut dan akhirnya menjadi dosa dan keselamatan kita dikorbankan. Ini yang ditekankan Rasul Paulus sehingga dikatakannya, keselamatan yang sudah kita terima dengan nama kita sudah tercatat dalam buku kehidupan, jangan sampai terhapus. Buku kehidupan adalah daftar semua nama-nama yang yang diselamatkan dalam hidup kekekalan melalui iman kepada Yesus Kristus dan ketaatan dalam melakukan firman-Nya (Luk 10:17-20; Why 20:11-15).

 

Kedua: Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan (ayat 4-5)

Adalah tampak aneh seseorang yang dipenjara mengatakan kepada jemaat: bersukacitalah! Akan tetapi sikap Rasul Paulus itu memberikan kepada kita pelajaran penting: sikap di dalam hati seharusnya bukanlah merupakan refleksi dari keadaan di luar tubuh. Respon kita terhadap apa yang terjadi di sekeliling, tidak harus membawa dampak buruk terhadap hati kita. Kebahagiaan bukan datang karena dari luar yang ada di sekeliling, atau hal peristiwa tertentu, tetapi sikap dari dalam hati yakni hati yang telah dipenuhi Roh Yesus. Rasul Paulus tetap penuh sukacita karena tahu bahwa tidak masalah apa yang terjadi padanya, sebab Tuhan Yesus ada selalu bersamanya. Firman Tuhan menekankan kata “senantiasa” jelas menunjukkan sumber sukacita bukan tergantung situasi tetapi sumber yang abadi yakni dari Tuhan Yesus. Beberapa kali dalam suratnya, Paulus mendesak jemaat Filipi untuk bersukacita, mungkin hal itu yang dibutuhkan jemaat saat itu akibat masalah perbedaan yang ada. Bukanlah hal yang terlalu sulit untuk menghilangkan kejengkelan hati atau kehilangan semangat dari situasi yang tidak menyenangkan; atau membuang hal-hal yang tidak penting untuk dipikirkan terlalu serius. Mereka hanya perlu focus menyelesaikan dalam kasih. Kita harus bisa menilai mana yang penting dan utama dalam hidup ini. Jika kita saat ini tidak bersukacita, maka pasti ada yang salah dalam perspektif melihat kehidupan ini.

 

Demikian juga tentang permasalahan yang jemaat Filipi hadapi dalam kesatuan hati untuk sehati sepikir. Mereka tidak mungkin dapat bersukacita apabila mereka tidak bersatu dan ada kesehatian. Mereka tidak bisa merasakan sukacita apabila terjadi pertentangan yang bisa membawa perpecahan. Kita harus bersikap lembut, logis, pikiran terbuka, dan menyambut positip atas hal-hal yang terjadi di sekitar jemaat, dan bukan hanya sebagai orang percaya yang pasif tidak peduli. Dengan demikian, kita juga diminta agar tidak mudah menaruh sakit hati dan dendam pada mereka yang berbeda pendapat atau menyakiti hati kita, serta tidak berbangga dan omong besar atas kelebihan yang kita miliki dan menuntut hak-hak yang sepertinya menjadi milik kita. Sebaliknya, kita harus mengambil peran juru damai yang aktif apabila ada perselisihan yang terjadi di lingkungan kita. Sebagaimana dinyatakan firman Tuhan melalui Paulus, nas ini meminta warga jemaat lainnya (Sunsugos berarti sesama pekerja atau pemikul kuk) untuk ikut mendamaikan hamba-hamba Tuhan yang belum sehati itu. Tanpa kesejatian para hamba pelayan-Nya, jemaat pun akan kehilangan sukacita.

 

Hamba Tuhan dan dan para pelayan perlu melihat jemaat sebagai mahkota, dalam arti  yang paling utama dan dimenangkan dan bukan ego masing-masing pribadi. Bilamana ini yang dilihat sebagai sumber sukacita yakni jemaat bersatu padu, bertumbuh dan berbuah, maka sukacita akan datang pada semua. Sukacita ini mestinya mudah datang dari Yesus yang diam di dalam hati setiap hati orang percaya. Pelayan seharusnya menjadi panutan bagi jemaat. Untuk itu perlu ditonjolkan kebaikan-kebaikan hati (epieikes) berupa kesabaran, kesediaan mengalah apalagi keinginan menyenangkan orang lain dengan kasih. Dasar daripada semua ini adalah kesiapan orang percaya dalam menyongsong kedatangan Kristus yang sudah dekat. Tuhan sudah dekat adalah prinsip kristiani bahwa Yesus akan datang segera dan setiap masalah yang membawa dosa harus diselesaikan dengan kasih (Mat 24:36; Rm 13:12-14; Ibr 10:37; Yak 5:8,9). Hati yang bersuka cita dan bersyukur adalah prinsip kekristenan. Tuhan sudah dekat juga berarti Ia tetap dekat yakni sedekat doa kita (band. Flp 1:4). Maka pada kedatangan-Nya kedua kali, sukacita dan syukur serta janji-janji-Nya akan digenapi penuh (Mzm 85:7; Hab 3: 18). Yesus yang hidup di dalam diri kita akan memenuhi rencana-Nya yang indah dan kita akan menerima mahkota kemenangan.

 

Ketiga: Janganlah kuatir dan nyatakan keinginanmu dalam doa (ayat 6-7)

Salah satu sumber kehilangan sukacita adalah adanya kekuatiran. Ini juga yang dilihat Rasul Paulus sehingga dinyatakan janganlah kuatir tentang apapun juga. Meski tidak dijelaskan kekuatiran apa yang terjadi pada jemaat itu, tapi diduga bukan dari faktor-faktor materi, tetapi lebih kepada gengsi, status, kesombongan, dan harga diri. Banyak pihak yang bersengketa atau bertengkar tidak mau memulai perdamaian sebab ada pandangan bahwa mereka yang menawarkan perdamaian terlebih dahulu adalah mereka yang mengaku kesalahan. Mereka yang mengalah dianggap sebagai pihak yang salah. Padahal, itu jelas berbeda: mengalah dan salah. Orang yang mengalah memang sedikit harus kalah dalam arti tidak mau menang melulu. Akan tetapi mereka yang mengalah justru sering menjadi pemenang, sebab langkahnya adalah mundur selangkah untuk maju dua langkah. Alkitab juga memberikan contoh mereka yang mengalah justru yang diberkati, sebagaimana Abraham mengalah terhadap Lot dan Daud mengalah pada Saul. Kekuatiran itu yang harus diganti menjadi mendapatkan damai sejahtera. Alkitab mengatakan, “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya” (Mat 6:27; Luk 12:25). Artinya, kekuatiran tidak menambah apapun juga.

 

Jelas kita tidak bisa membayangkan situasi hidup kita untuk tidak kuatir tentang apapun. Itu tidak mungkin. Kita bisa kuatir tentang pekerjaan di kantor, tentang keadaan di rumah, di sekolah atau di lain persoalan. Akan tetapi Rasul Paulus menasihatkan agar merubah kekuatiran kita itu menjadi doa. Apakah kita ingin kekuatiran kita berkurang? Maka menurut firman minggu ini: tambahlah waktu kita untuk berdoa. Ketika kita mulai kuatir, maka hentikanlah kekuatiran itu dengan mulai berdoa kepada Tuhan Yesus. Doa merupakan jalan keluar dengan alasan sebagai berikut:

1.       Persekutuan kita dengan Tuhan Yesus akan mengisi hati dan pikiran kita dengan damai sejahtera. Doa mendorong agar kita memiliki suasana berpikir yang lebih damai sejahtera. Kita akan menerima kasih karunia dan berkat dari-Nya (Kol 3:15; Yes 26:3; Ibr 4:16).

2.      Melalui doa kita secara otomatis menyerahkan segala kecemasan dan persoalan kita kepada Dia. Kita tahu bahwa Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu untuk kebaikan kita (Rm 8:28).

3.      Melalui doa kita memperlihatkan kesetiaan sekaligus memperbaharui kepercayaan pada Tuhan yang memelihara kita (Mat 6:25-34; 1Pet 5:7).

4.      Melalui doa kita meminta kekuatan dan pertolongan Allah untuk membekali dan menguatkan dalam persoalan yang kita hadapi (ayat Fili 4:13; Ef 3:16 Fili 3:20).

5.      Alkitab memerintahkan, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu" (Ef 6:18).

 

Dalam bagian lain dinyatakan, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Yoh 14:27). Damai sejahtera Allah di dalam Tuhan Yesus, yang dinyatakan dalam nas minggu ini melampaui segala akal, itu berarti melampaui ketidakmampuan segala pikiran, gagasan dan perencanaan manusia untuk memahami kedalaman dan kebesaran damai dari Allah ini. Istilah damai sejahtera ini akan memelihara berarti menjaga atau membentengi kita dari segala kekuatiran. Istilah phoureo yang berarti memelihara diambil dari istilah militer yakni benteng, yang menjaga damai sejahtera yang kita miliki. Damai sejahtera yang sebenarnya tidak kita peroleh dari berpikir positif, atau tiadanya konflik, atau dalam keadaan hati yang tenang. Damai sejahtera itu datang ketika kita berprinsip semua ada dalam kendali Yesus yang pasti memelihara jiwa kita. Kewargaan sorgawi kita adalah pasti, perjalanan hidup kita sudah ditentukan pada jalan yang dipimpin-Nya, dan kita pasti akan memang atas segala rintangan dan pencobaan. Biarkanlah damai sejahtera dari Allah yang memimpin hati kita terhadap kekuatiran dan kecemasan.

 

Keempat: Pikirkan dan lakukanlah semua hal itu (ayat 8-9)

Apa yang kita taruh di dalam pikiran akan menentukan hasil di dalam perkataan dan perbuatan. Rasul Paulus Paulus juga menyadari bahwa pikiran para pengikut Kristus perlu diberi “makanan” dengan mengatakan agar kita memprogram pikiran  dengan hal-hal yang benar dan berguna. Makanan yang dimaksud adalah hal-hal yang benar, yang mulia, yang adil, yang suci, yang manis, yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji. Kumpulan makanan pikiran ini sering disebut sebagai pemikiran positif kristiani. Para pengikut Kristus perlu mendisiplinkan diri memikirkan hal itu, maka Allah akan memelihara perasaan mereka dengan damai-Nya. Bukan hanya itu, mereka juga sekaligus semakin dapat mengucap syukur kepada Tuhan. Itu berarti, kuncinya adalah ketaatan para pengikut Kristus untuk memikirkan hal-hal yang Tuhan kehendaki. Selanjutnya, Tuhan sendirilah yang akan turun tangan untuk menolongnya. Apakah kita ada kesulitan mendapatkan pikiran yang bersih? Atau pikiran kita hanya sering melamun? Periksalah apa yang ada di dalam pikiran kita yang "rusak", mungkin itu berasal dari televisi, internet, buku, film, atau majalah. Buang dan gantikanlah hal-hal yang menggangu dan buruk itu dengan hal-hal yang membuat sukacita.

 

Untuk itu isi pikiran kita setiap hari dengan Firman Tuhan terlebih dahulu sebelum kita mengisinya dengan berbagai berita dan rencana harian kita. Bacalah firman Tuhan dan tekunlah berdoa. Betapa indahnya hidup jika kita dapat memberi makan pikiran dan perasaan kita dengan pikiran dan perasaan Kristus. Isi pikiran kita dengan menseleksi informasi yang berguna dan menambah hikmat dan sukacita. Mintalah kepada Tuhan agar pikiran kita tetap fokus pada hal-hal yang baik dan murni saja. Dengan demikian, kemenangan akan berada di pihak kita, yaitu damai Kristus dan syukur di hati. Tidak cukup hanya mendengar firman Tuhan sekali seminggu di gereja. Atau hanya menghafalnya; justru yang terpenting adalah mempraktekkannya. Jadilah pelaku firman dan bukan pendengar (Yak 1:22). Memang enak dan mudah mendengarkan khotbah, akan tetapi itu juga mudah hilang ditelan waktu. Memang tidak sulit untuk membaca Alkitab jika tidak harus berpikir keras bagaimana untuk bisa menjadi pelaku firman. Semua itu harus dipraktekkan dan untuk itu semua perlu dilatih. Jangan terjebak dalam dikusi-diskusi yang membuang enerji tapi tidak berdampak pada perubahan cara pandang dan sikap hidup. Carilah makna firman, dan berusahalah untuk dapat memahami dan membuatnya menjadi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu terjadi hanya dengan disiplin dan ketaatan.

 

Disliplin dan ketaatan memerlukan latihan. Itu yang membuat jadi berhasil. Dalam 2Tim2:5 dikatakan, "Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga." Artinya ada aturan dan latihan. Ada beberapa metafora yang dipakai di dalam Alkitab tentang latihan bagi kehidupan rohani orang percaya. Metafora pertama adalah berlari sebagaimana dalam nas minggu lalu (Flp 3:13-14) yakni mengerahkan dan memfokuskan seluruh tenaga untuk memenangkan pertandingan, dengan melupakan masa lalu dan memandang ke depan ke arah kekekalan. Berlari dipakai juga dalam 1Kor 9:24-27 dengan latihan yang ketat agar memperoleh hadiah, dengan mengarahkan pandangan kita kepada Kristus sebagai tujuan akhir kita. Dalam hal ini kita jangan sampai keluar dari jalur atau patah semangat. Dalam 1Tim 4:7-10 disebutkan perlunya latihan rohani untuk membantu pertumbuhan iman dan karakter. Sama seperti latihan fisik yang perlu berulang-ulang, maka latihan rohani juga demikian agar kita semakin baik di hadapan Allah dan dapat menarik orang lain kepada Tuhan Yesus. Kita akan mendapatkan buahnya tidak hanya pada saat ini, tetapi juga kelak di akhir zaman. Metafora terakhir adalah petinju dalam 2Tim 4:7-8, sebab kita melawan kekuatan-kekauatan iblis dan si jahat. Jika kita melakukan dengan taat dan benar kepada Allah serta tabah hingga akhir, maka dikatakan, "Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu" (band. Rm 15:33).

 

Penutup

Jemaat Filipi menghadapi persoalan hubungan para pelayannya yang tidak sehati sepikir sehingga mengganggu pelayanan yang diberikan. Gangguan ini tidak terbatas di situ saja, tetapi juga dalam keyakinan dan keteguhan mereka di dalam Kristus. Oleh karena itu firman Tuhan menasihatkan agar mereka berdiri teguh dengan mengarahkan pikiran pada Tuhan Yesus yang kedatangannya sudah dekat. Dunia ini bukanlah tujuan akhir melainkan mempertahankan keselamatan mereka yang sudah dijamin dalam buku kehidupan. Untuk itu mereka harus sehati sepikir dan senantiasa bersukacita. Apapun yang membuat sukacita mereka terganggu, lebih baik disingkirkan. Kekuatiran yang lebih kepada faktor gengsi, harga diri, kehormatan dan lainnya yang dikuatirkan menurun, harus dibuang jauh-jauh demi untuk terciptanya damai sejahtera. Segala kekuatiran yang non fisik maupun hal fisik itu lebih baik dibawa dalam doa, menyerahkan semuanya pada Allah yang mengendalikan hidup kita dan alam semesta ini. Pikiran kekuatiran yang dibuang sebaliknya diisi dengan pikiran postif kristiani yakni semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji itulah yang diisi dan dilakukan. Bertekadlah belajar melatihnya sehingga “Allah sumber damai sejahtera akan menyertai, sehingga kita menjadi pemenang yang berhak akan janji Allah yang sudah disediakan bagi kita.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci yang terkait didahului kata humor atau joke).

Khotbah Minggu 5 Oktober 2014

Khotbah Minggu 5 Oktober 2014

 

Minggu XVII Setelah Pentakosta

 

MENGENAL DIA DAN MENJADI SERUPA DENGAN DIA

(Flp 3:4b-14)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kel 20:1-4, 7-9, 12-20 atau Yes 5:1-7; Mzm 19 atau Mzm 80:7-15; Mat 21:33-46

 

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> klik Pembinaan -> Teologi

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas Flp 3:4b-14 selengkapnya: Kebenaran yang sejati

 

Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: 3:5 disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, 3:6 tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat. 3:7 Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. 3:8 Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, 3:9 dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan. 3:10 Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, 3:11 supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. 3:12 Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. 3:13 Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, 3:14 dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.

 

------------------------------------

 

Pendahuluan

Apakah kita sudah mengenal Kristus? Apakah kita sudah puas dengan pengenalan tentang Pribadi-Nya dan kuasa-Nya? Salah satu bahaya orang percaya adalah bila ia telah merasa mengenal dengan baik dan berhenti untuk mencari kebenaran yang lebih dalam akan Pribadi-Nya khususnya akan kuasa kebangkitan-Nya. Adalah benar bahwa kita telah dibenarkan karena iman dan itu hanya merupakan awal dari kebenaran yang penuh mengenai hubungan kita dengan-Nya. Apabila kita telah merasa puas mengenal-Nya maka itu menjadi sebuah kemandekan dan menjadi sebuah bahaya, sebab gangguan yang lebih besar dapat terjadi dan pengetahuan kita sangat terbatas khususnya dalam pengalaman bersama Dia. Melalui nas minggu ini kita diberi pengajaran tentang bagaimana mengenal Dia dan menjadi serupa dengan Dia sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.

 

Pertama: Percaya bukan pada hal-hal lahiriah (ayat 4b-6)

Sekilas, Rasul Paulus seolah-olah ingin menyombongkan diri dengan semua latar belakang dan prestasinya. Ia menjelaskan khususnya kepada umat non-Yahudi bahwa ia adalah orang yang istimewa dan sempurna secara lahiriah sebagai orang Yahudi tulen. Ia dari bangsa Israel (2Kor 11:22), orang Ibrani asli yang artinya tidak tercampur dengan suku lain, disunat pada hari kedelapan (Luk 1:59), dan orang Farisi yang berpendirian orthodok terhadap hukum Taurat. Ia dari keturunan suku Benyamin (Rm 11:1), garis silsilah yang dianggap istimewa bagi orang Yahudi, sebab dari suku ini lahirnya Raja Israel pertama yakni Saul (1Sam 10:20-24). Suku Benyamin dan Yehuda juga adalah suku yang kembali dari pembuangan (Ezra 4:1). Rasul Paulus termasuk golongan kaum Farisi (Kis 23:6), suku Yahudi yang dianggap paling religius dan saleh serta paling teliti dalam aturan-aturan hukum Musa yang begitu banyaknya. Mereka sangat ketat dalam pengamalan hukum taurat, adat-istiadat, ritual legalistik dan mengutamakan moralitas. Ia juga memiliki beberapa keistimewaan lainnya, seperti pendidikan yang bagus dan kewarganegaraan (untuk keunggulan lainnya lihat di 2Kor 11; Gal 1:13-24).

 

Begitu pula sebagai pemimpin Yahudi yang ortodok, ia sangat bersemangat menganiaya jemaat Kristen (Kis 8:3). Ia bahkan mengejar umat Kristen hingga keluar Yerusalem untuk dapat dibunuh. Sama sepikiran dengan pemimpin-pemimpin agama Yahudi yang telah mapan, mereka melihat Kekristenan sebagai kegiatan sesat. Mereka melihat Yesus tidak seperti yang diharapkan tentang gambaran Mesias yang mereka miliki, sehingga ucapan-Nya yang menyamakan diri-Nya dengan Allah dinilai sebagai tindakan menghina Allah. Kesaksian Yesus bagi mereka adalah palsu dan dianggap sebagai kejahatan. Kemampuan-Nya membuat mukjizat dianggap bersumber dari kuasa jahat dan bukan karena Ia adalah Allah yang menjadi manusia. Di lain pihak, mereka juga melihat kekristenan dengan Yesus sebagai pemimpin sebagai ancaman politik yang dapat mengganggu hubungan yang baik antara pemimpin Yahudi dengan pemerintah Romawi. Banyak hal yang selama ini mereka telah nikmati dengan saling memanfaatkan dan menguntungkan bagi kedua belah piha, dan itu dapat terganggu dan merugikan pemimpin Yahudi. Namun kemudian, Rasul Paulus menyadari semua yang dia lakukan sebelumnya adalah salah, pengabdian kepada Allah menurut Taurat yang ditafsirkan secara salah.

 

Tetapi kalau dilihat lebih dalam suratnya, ia sebenarnya ingin menekankan bahwa pencapaian manusia - betapa pun hebatnya, tidak memiliki arti dalam memperoleh keselamatan dari Allah dan kehidupan kekal. Ia menekankan perubahan statusnya menjadi orang percaya pada Kristus bukanlah atas apa yang dia capai (Kis 9), melainkan anugerah Allah semata. Ia tidak menonjolkan keistimewaan yang dimilikinya sebagai hal khusus yang menyenangkan hati Tuhan, sebab dalam pandangannya itu ternyata sia-sia, hal yang paling hebatpun dari seluruh keistimewaan dan prestasinya itu sangat jauh dari standar kekudusan Allah. Melalui surat ini Rasul Paulus juga mengingatkan kesombongan Yahudi sebagai keturunan Abraham dan membuat puas diri. Ia tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah tersebut, sebagaimana dikatakan Tuhan Yesus, “…Allah dapat menjadikan anak-anak Abraham dari batu-batu ini” (Mat 3:9). Pertanyaan bagi kita: apakah kekristenan kita tergantung kepada kedudukan ayah/kakek kita, denominasi dan jabatan gereja, atau hanya semata orang baik dan benar di hadapan Allah? Apakah kita menjadi manusia palsu dengan bermegah dalam persekutuan dan ibadah dengan menonjokan hal-hal lahiriah, seperti kekayaan, jabatan, atau hal lainnya? Kelebihan dan keistimewaan melalui pencapaian, reputasi, semua itu tidak dapat menghasilkan keselamatan, sebab keselamatan hanya datang dari iman kepada Yesus Kristus.

 

Kedua: Masa lalu milik masa lalu (ayat 7-9)

Sama seperti kecendrungan banyak orang, Rasul Paulus mengungkapkan hal yang sudah dia capai dalam hidupnya. Sejumlah kehebatan dan keistimewaan yang dicapainya dapat dianggap sebuah nilai dan memiliki harga. Itulah sebabnya Rasul Paulus berbicara tentang keuntungan dalam nas ini. Ia merasakan pencapaian, martabat dan kesuksesannya memiliki nilai dan harga. Namun ketika ia merasakan dirinya telah diselamatkan oleh Yesus, maka ia menganggap semua kelebihan dan pencapaiannya itu sebagai "sampah", dibanding dengan nilai yang dia dapatkan ketika menerima Kristus. Dia menganggap semua yang lalu itu tidak hanya sebagai kerugian, melainkan juga “keuntungan” yang dirampas dari yang seharusnya ia dapat peroleh sejak dahulu (band. Mat 13:44-46). Namun ia tidak menyesalinya, yang penting baginya masa lalu adalah masa lalu, the past belong to the past. Oleh karena itu kita perlu hati-hati dalam menilai prestasi masa lalu yang dianggap penting yang dapat mempengaruhi hubungan kita dengan Kristus. Menunda jelas salah apalagi demi untuk memprioritaskan yang lain. Tidak satupun dari perbuatan baik, ketaatan pada hukum-hukum legalistik, pengembangan diri, disiplin, atau upaya badani lainnya yang dapat membuat kita benar di hadapan Allah. Kita tetap manusia berdosa yang tidak layak masuk dalam kerajaan-Nya yang kudus. Pembenaran hanya datang dari Allah dan kelayakan untuk masuk ke hadirat-Nya hanya melalui percaya kepada Kristus, sebab Kristus Yesus telah menggantikan dosa-dosa dan kelemahan kita dengan kebenaran yang utuh (2Kor 5:21).

 

Melalui nas ini juga diperbandingkan kebenaran manusia melalui ketaatan pada hukum Taurat dan perbuatan baik dengan kebenaran melalui iman karena kepercayaan kepada Kristus yang merupakan anugerah Allah (Ef 2:8). Hal yang diyakininya adalah semua itu bukan dengan kebenarannya sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan (Gal 2:16; Rm 3:21). Dengan kata lain, Rasul Paulus mengatakan kepercayaan itu pun sebenarnya adalah karunia iman yang diberikan Allah (1Kor 12:9), bukan karena latar belakang atau prestasi. Tak seorang pun benar karena usahanya sendiri. Untuk bisa memahami hal itu, kita perlu melakukan perubahan radikal dalam cara berpikir dan pola hidup keseharian. Seperti Rasul Paulus yang meninggalkan semua masa lalunya, yakni keluarga, teman-teman, dan kebebasannya untuk dapat berada dalam Dia. Dengan cara itu ia berusaha mengalahkan pandangan umat Yahudi yakni dasar yang salah tentang kebanggaan mereka sebelumnya tentang keturunan Abraham dan apa yang mereka telah capai. Hal yang penting justru supaya memperoleh Kristus dengan bersedia dan terbuka untuk menerima panggilannya. Dengan menerima panggilannya, mengenalnya, kemudian berada di dalam Dia melalui persekutuan yang menghasilkan kebenaran sejati sebagai karunia dari Allah (Fili 1:10-11; 1Kor 1:30). Semua hal yang dapat mengganggu proses itu harus dibuang.

 

Kita bisa mendapatkan jalan untuk pengetahuan ini dan kuasa-Nya, namun kita harus rela berkorban untuk dapat menikmatinya dengan penuh. Apa yang bisa kita berikan dari hidup kita saat ini untuk dapat menerima dan lebih mengenal Kristus? Tapi apapun itu, mengenal Kristus lebih berharga dari semua pengorbanan itu (Yoh 17:3; Ef 4:13). Menyisihkan waktu dari semua kesibukan beberapa menit untuk dapat berdoa dan belajar firman? Atau beberapa dari semua rencana atau kesenangan pribadi? Pertanyaannya: Apakah kita siap merubah drastis nilai-nilai yang kita miliki saat ini untuk mengenal-Nya lebih baik? Apakah kita bersedia menetapkan atau mengatur kembali jadwal tertentu di tengah-tengah kesibukan yang ada agar dapat menyisihkan beberapa menit setiap hari untuk bersekutu dengan-Nya dan belajar firman? Apakah kita merubah rencana, sasaran, dan keinginan agar sesuai dengan hidup Kristus yang kita pelajari? Atau, perlu persetujuan teman atau keluarga? Apapun yang kita rubah dan serahkan, memiliki Kristus dan berada menjadi satu dengan Dia merupakan hal yang lebih berharga dibanding persembahan yang kita berikan. 

 

Ketiga: Mengenal Dia dan menjadi serupa dengan Dia (ayat 10-11)

Apakah kita mengenal Kristus dengan baik? Apakah kita mengenal kuasa-Nya? Mengenal Kristus secara pribadi dan juga mengetahui Pribadi-Nya seperti yang dinyatakan dalam Alkitab, seyogianya merupakan tujuan akhir kita. Berikut beberapa pedoman untuk kita bisa mengenal-Nya dengan baik:

  1. Dengarkan Firman-Nya melalui khotbah di gereja, radio, TV lainnya.
  2. Pelajarilah kehidupan Kristus dalam Injil. Lihat bagaimana Yesus menjalani kehidupan dan memberi respon terhadap yang lain (Mat 11:29)
  3. Pelajarilah seluruh referensi bacaan yang berhubungan dengan pelayanan Kristus di dalam perjanjian baru (Kol 1:15-2:15).
  4. Bertekunlah dalam doa dan menyembah-Nya, biarkanlah dan ikuti Roh Kudus mengulang kembali perkataan-perkataan Kristus (Yoh 14:26).
  5. Beri respon atas segala pemberian-Nya dengan iman dan ketaatan penuh.
  6. Ambillah bagian dalam misi Kristus seperti pelayanan kasih atau memberitakan Injil, dan teladanilah penderitaan-Nya (Mat 28:19; Flp 3:10).

 

Rasul Paulus mengatakan bahwa bahwa tujuannya adalah mengenal Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya. Dengan mengenal kedua hal tersebut maka ia berkeinginan menjadi serupa dengan Dia. Ada orang yang mengenal Yesus dalam pengertian hafal dan tahu riwayat hidup Yesus dan bahkan mengetahui segala mukjizat-Nya. Namun kalau sebatas menghafal seperti itu, pengenalan Pribadi dan kususnya kuasa kebangkitan-Nya belum terlaksana. Segala pengetahuan dan teori hanya menjadi efektip ketika kita mengalaminya secara pribadi dalam kehidupan sehari-hari. Apakah kita sudah mengalami mukjizat Yesus? Apapakh kita sudah melihat hidup kita saat ini adalah sebuah mukjizat? Mengalami kuasa kebangkitan-Nya berarti memahami diri sendiri yang sudah lepas dari kuasa dosa, terus dalam proses pembaharuan budi, dan bersaksi atas karya Allah dalam hidup kita (Rom 6:4; Ef 2:5-6). Kuasa yang sama perkasa ini akan menolong kita untuk membaharui kehidupan moral dan hidup yang baru, dan menjadi serupa dengan Yesus dengan semua pikiran Kristus ada di dalam diri kita. Menjadi serupa dalam pengertian kita tetap taat, menyangkal diri dan menyalibkan manusia lama, menyebarkan kasih, mengambil bagian dalam penderitaan Kristus yakni kerelaan berkorban (Kis 9:16; Rm 6:5-6; 2Kor 4:10; Kol 1:24; 1Pet 4:13).

 

Ketika kita bersatu dengan Kristus dan percaya kepada-Nya, hal yang lebih utama adalah kita mengalami kuasa kebangkitan-Nya dari kematian. Sebagaimana Yesus telah bangkit dari kematian, maka kita pun akan dibangkitkan dari kematian sebab kuasa itu tetap ada pada Yesus. Sama seperti Kristus ditinggikan setelah kebangkitkan-Nya, maka kita juga menerima kemuliaan Kristus di suatu hari kelak (Why 20:5,6; 22:1-7). Untuk kita dapat masuk kedalam kehidupan kekekalan, kita harus terlebih dahulu mati dalam perbuatan dosa. Kita tidak dapat mengetahui kemenangan kebangkitan tanpa menerapkan penyaliban dosa-dosa pribadi. Sama seperti kebangkitan memberi kita kuasa Kristus untuk hidup di dalam Dia, penyaliban-Nya juga merupakan tanda kematian dari sifat-sifat keberdosaan kita. Ketika Rasul Paulus menuliskan, "supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati", ia tidak memperlihatkan ketidakpastian atau keraguan. Sebagai orang yang di penjara, Rasul Paulus tahu bahwa ia akan mati segera namun tidak merasa pasti bagaimana dan kapan saatnya ia akan bertemu dengan Tuhan: apakah dengan jalan hukuman mati atau kematian yang alami. Tetapi ia memiliki iman bahwa ia akan dibangkitkan dari antara orang mati dan kembali hidup (Ef 1:18-20). Dia tidak ragu bahwa ia akan dibangkitkan, tetapi pencapaiannya merupakan kuasa Allah dan bukan dari dirinya.

 

Keempat: Mengejar kesempurnaan keselamatan (ayat 12-14)

Paulus memiliki alasan untuk melupakan yang di belakangnya saat ia masih bernama Saulus - ia yang memegang jubah Stefanus martir pertama Kristen (Kis 7:57, 58). Kembali ia menegaskan bahwa dirinya menerima anugerah ketika "ditangkap" oleh Kristus dalam perjalanan ke Damsyik Paulus (Kis 9). Ia ditangkap bukan karena kehebatannya tapi dipilih seperti hewan yang ditangkap pemburu. Mungkin kita melakukan sesuatu di masa lalu yang membuat kita malu, dan kita hidup di dalam tarikan dari diri kita sebelumnya dan hendak kemana kita pergi akan berubah. Oleh karena pengharapan kita adalah Kristus, bagaimanapun, kita boleh melupakan semua kesalahan yang lalu dan melihat ke depan kepada apa yang menjadi kehendak Allah inginkan. Jangan terjebak dalam masa lalu. Tetapi, tetaplah bertumbuh dalam pengenalan Kristus dengan berkonsentrasi pada hubungan pribadi dengan-Nya mulai saat ini. Yakin dan sadarlah bahwa kita sudah diampuni dan mulailah hidup dengan iman dan ketaatan. Lihat ke depan pada kehidupan yang penuh dan berarti sebab pengharapan kita ada dalam Kristus. Sebagaimana Rasul Paulus yang ingin berlari dalam perlombaan (band. 1Kor 9:24; Ibr 12:1) dengan memusatkan pikiran dan mengerahkan segala daya untuk dapat mengejar kesempurnaan dalam pengenalan itu, maka demikianlah juga kita, diminta focus sungguh-sungguh mencapai sasaran.

 

Dalam persekutuan dengan Tuhan ada tiga tahapan kesempurnaan yang terjadi:

  1. Kesempurnaan dalam hubungan: kita menjadi sempurna sebab kesatuan kekal kita dengan Kristus yang kekal sempurna. Ketika kita menjadi anak-anak-Nya, kita dinyatakan “Tidak Bersalah” dan dibenarkan sebab apa yang dilakukan Kristus Anak Allah telah menebus kita dengan lunas. Kesempurnaan yang dimiliki adalah mutlak dan tidak terubahkan, dan dengan hubungan yang sempurna ini akan memberikan jaminan bahwa suatu saat kelak kita akan  sempurna dengan penuh (band. Kol 2:8-10; Ibr 10:8-14)
  2. Kesempurnaan dalam pertumbuhan: Kita dapat tumbuh dan dewasa secara rohani jika kita sepenuhnya percaya kepada-Nya, terus berupaya mengenal Dia, menjadi dekat dengan-Nya, dan taat kepada-Nya. Ini berbeda dengan kesempurnaan dalam hubungan yang bersifat permanen. Pertumbuhan kita sesuatu yang dinamis dan berubah sesuai dengan perjalanan hidup kita, dan setiap hari kita semakin dewasa karena pertumbuhan itu. Kita semakin cepat dewasa apabila kita masuk ke dalam penderitaan-Nya. Perbuatan baik tidak membuat kita lebih sempurna melainkan Allah-lah yang menyempurnakan sebab kita menderita oleh karena Dia.
  3. Kesempurnaan penuh. Ketika Kristus datang kembali (K4) membawa kita ke dalam kerajaan-Nya yang penuh, kita dimuliakan dan dijadikan sempurna seutuhnya (band. 1Kor 13:10; Flp 3:20, 21).

 

Setiap tahapan kesempurnaan ini diikat dengan dasar iman kepada Kristus dan semua yang telah Ia lakukan dan bukan karena apa yang kita lakukan. Kita tidak dapat menyempurnakan diri sendiri, sebab hanya Tuhan yang dapat melakukan-Nya di dalam diri kita sampai Ia dating kembali kelak.

 

Dalam kehidupan banyak tantangan yang terjadi melalui kekuatiran, keinginan daging, godaan iblis, keinginan menonjolkan diri, kekayaan, dan lainnya, yang semua itu dapat menghalangi hubungan dan arah kita berjalan dengan Kristus (band. Mrk 4:19; Luk 8:14; 9:62; 17:32). Akan tetapi sebesar apapun itu, yang terbaik adalah mengarahkan hidup kita ke depan yakni panggilan sorgawi dan ini yang menyerap semua tenaga Paulus. Ini merupakan contoh bagi kita. Kita tidak boleh membiarkan mata kita jauh dari tujuan itu yakni kemuliaan sorga. Dengan tetap fokus sebagaimana seorang atlit dalam latihan, kita juga harus mengenyampingkan setiap hal yang dapat merusak atau mengganggu kita untuk menjadi serupa dengan Dia (1Tim 6:12). Bersikaplah seperti Paulus, yang menyatakan dirinya belum sempurna dan pengenalan tuntas akan Kristus. Ia sadar telah ditangkap. Tapi ia terus mengejar kesempurnaan. Telitilah hal yang membuat kita tidak maju. Kita pun seharusnya menilai hubungan kita dengan Kristus lebih penting dibanding dengan yang lain. Seperti meneladani Rasul Paulus, pengenalan dan kedekatan dengan Kristus dijadikan tujuan tertinggi hidup kita.  Mari jadikan kerinduan kita terbesar mengenal Kristus dan mengalami persekutuan pribadi dengan Dia secara lebih akrab. Itulah wujud anak-anak Tuhan sejati yang rindu akan mahkota sorgawi (2Tim 4:8; Why 2:10).

 

Penutup

Setiap orang memiliki latar belakang dan perjalan hidup yang berbeda. Banyak orang berasal dari keturunan atau keluarga yang dianggap hebat dan memiliki tempat khusus di dalam pergaulan masyarakat. Demikian pula banyak orang yang merasa telah banyak melakukan perbuatan baik sehingga ia layak mendapatkan kehidupan kekal nantinya. Namun melalui nas minggu ini firman Allah melalui surat Rasul Paulus kita diajarkan agar tidak percaya pada hal-hal lahiriah dan keturunan yang menjadikan kita istimewa di hadapan Allah. Demikian juga dengan segala perbuatan dan prestasi tanpa dasar iman kepada Kristus maka itu semua adalah sia-sia. Rasul Paulus menekankan bahwa semua masa lalunya yang dianggap penuh dengan keistimewaan dan prestasi itu dianggapnya sebagai sampah. Ia melupakan masa lalunya yang kelam dan juga tidak berharga itu. Tujuan hidupnya berubah menjadi lebih mengenal Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya, sebab dengan pengenalan yang lebih itu akan membawanya menjadi serupa dengan Dia. Itu tidak berlebihan sebab pengenalan Kristus tidak dapat berhenti dan terus berlangsung.. Itulah yang kita kejar yakni kesempurnaan dalam keselamatan melalui kesempurnaan dalam hubungan, kesempurnaan dalam pertumbuhan dan kesempurnaan penuh hingga kita bertemu dengan-Nya muka dengan muka. Itulah yang lebih penting dan menjadi tujuan dalam hidup kita.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci yang terkait didahului kata humor atau joke).

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 23 guests and no members online

Login Form