Sunday, May 19, 2024

Khotbah Minggu 26 Oktober 2014

Khotbah Minggu 26 Oktober 2014

 

Minggu XX Setelah Pentakosta

 

BERBICARA BUKAN UNTUK MENYUKAKAN MANUSIA

(1Tes 2:1-8)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Ul 34:1-12; atau Im 19:1-2, 15-18  atau Mzm 90:1-6, 13-17 atau Mzm 1; Mat 22:34-46

 

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> klik Pembinaan -> Teologi

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas 1Tes 2:1-8 selengkapnya: Pelayanan Paulus di Tesalonika

 

2:1 Kamu sendiri pun memang tahu, saudara-saudara, bahwa kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia. 2:2 Tetapi sungguhpun kami sebelumnya, seperti kamu tahu, telah dianiaya dan dihina di Filipi, namun dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat. 2:3 Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya. 2:4 Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. 2:5 Karena kami tidak pernah bermulut manis -- hal itu kamu ketahui -- dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi -- Allah adalah saksi -- 2:6 juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus. 2:7 Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. 2:8 Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.

 

------------------------------------------------

 

Pendahuluan

Bagaimanakan kita seharusnya melayani Tuhan? Rasul Paulus memberikan gambaran dan keteladanan yang dilakukannya melalui perjalanan hidupnya. Melayani membutuhkan persiapan sebab banyak hal yang harus kita sadari, meski kesadaran paling pokok tentunya adalah kita wajib melayani sebab Allah telah memberikan yang terbaik bagi kita dan melayakkan kita untuk melayani-Nya. Pelayanan tidak hanya membutuhkan keahlian (teknis praktis) akan tetapi juga keteguhan, keberanian dan motivasi yang baik dan benar sehingga yang kita lakukan bukan untuk menyenangkan manusia (diri sendiri, keluarga atau pihak tertentu) tetapi menyenangkan Allah. Kesalahan dalam motivasi dapat membuat semua pelayanan tidak berarti dan bahkan gereja dapat dirugikan. Melalui bacaan nas minggu ini kita diberikan pengajaran tentang keteladanan pelayanan Rasul Paulus dengan pokok-pokok sebagai berikut:

 

Pertama: Nasihat yang murni dan bukan tipu daya (ayat 1-2)

Perjalanan penginjilan Rasul Paulus merupakan mukjizat jalan yang Tuhan berikan sehingga kekristenan dapat meluas hingga ke seluruh pelosok bumi saat ini. Tidak ada yang membantah bahwa penginjilan oleh Rasul Paulus (dan juga para rasul dan penginjil lainnya sebelum dan sesudahnya) kepada umat yang bukan Yahudi, merupakan berkat anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita semua. Kita bisa belajar bagaimana Rasul Paulus memulai penginjilannya ke benua Eropa pada perjalanan penginjilan keduanya (Kis 16:36-18:22), setelah Allah menuntun-Nya melalui suara panggilan untuk menuju ke Makadonia. Dalam semua perjalanan penginjilannya hingga terakhir sebagai tawanan ke Roma, banyak rintangan dan halangan yang diterima Rasul Paulus. Jemaat tahu akan pengalamannya dihina dan dianiaya di Filipi sebelum ia berkunjung ke Tesalonika (Kis 16:11-17:1). Namun dengan semangat siap berkorban dan tidak mengenal menyerah, disertai pertolongan dan kekuatan Roh Kudus, seluruh penderitaan yang dialaminya tidak menyurutkan hati Paulus untuk terus mengabarkan Injil. Upayanya itulah yang membuat kekristenan semakin meluas di seluruh Eropa dan kemudian ke seluruh dunia.

 

Demikian juga dengan kita, apabila Tuhan menginginkan kita untuk melakukan sesuatu, maka Ia akan memberi kita kekuatan dan keperluan, termasuk keberanian dalam mengabarkan kabar baik dengan keteguhan, meski kita tahu akan ada tantangan dan rintangan yang muncul (band. Yer 1:6-9; Flp 1:30). Keteguhan tidak diartikan sebagai respon impulsif yang semberono. Keteguhan memerlukan keberanian untuk menekan ketakutan dan melakukan yang terbaik dan benar. Kini pertanyaannya: Bagaimana caranya agar kita lebih teguh dan berani? Sebagaimana para rasul, untuk itu seperti yang dilakukan Rasul Paulus, kita harus lebih banyak menerima kuasa Roh Kudus, lebih banyak memberi kesempatan mengenal Tuhan Yesus, dan terjun langsung memulai tindakan  dalam kesempatan yang lebih kecil dan mudah dahulu. Tiada perjalanan yang jauh dan panjang yang tidak dimulai langkah pertama. Semua memiliki tahapan dan latihan, seperti bersekolah harus lewat SD sebelum sampai ke puncak S3. Melangkah pertama masuk dalam pelayanan yang nyata akan mendorong kita untuk terus memberikan yang terbaik, sepanjang kita menyerahkan semua pelayanan itu bagi kemuliaan Tuhan semata.

 

Dengan kita melakukan semua di dalam Tuhan dan untuk kemuliaan Tuhan, khususnya dalam memberitakan Tuhan Yesus baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui pemberitaan firman atau perbuatan kasih dalam nama Tuhan Yesus, maka apa yang kita lakukan tidak akan pernah sia-sia, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam nas minggu ini. Untuk itu diminta agar setiap tindakan haruslah dengan keyakinan yang teguh, keberanian yang didasarkan pada semangat untuk belajar dan melayani lebih baik, dan terakhir motivasi yang benar tentang tujuan pelayanan itu. Pelayanan kita bukan melihat kebesaran dan hebatnya hal yang kita lakukan, melainkan didasari agas kesadaran bahwa Tuhan telah memberikan yang lebih banyak dan lebih baik kepada kita sebelumnya. Dengan kesadaran itu, maka niscaya pelayanan kita tidak pernah sia-sia dan amat berharga di hadapan Tuhan.

 

Kedua: Berbicara bukan untuk menyukakan manusia (ayat 3-4a)

Rasul Paulus perlu menegaskan ulang tentang pengajaran dan nasihat yang pernah diberikannya, sebab waktunya di Tesalonika sangat singkat. Rasul Paulus menjelaskan tentang hal yang diajarkannya bukanlah tentang kesesatan, sebagai respon atas tuduhan para pemimpin Yahudi yang menghasut banyak orang bahwa hal yang diajarkan Paulus motifnya tidak benar sehingga ajaran yang disampaikan juga tidak benar (Kis 17:5; 1Kor 9:1-2). Tujuan pemimpin Yahudi agar mereka meragukan Paulus dan menjadi goyah. Memang pada masa itu ada filsuf yang bertualang dari satu kota ke kota lain mengajar, seolah-olah guru yang hebat tapi motivasinya untuk mendapatkan penghasilan dan keuntungan. Mereka hidup dari pemberian orang setelah mengajar. Tapi tujuan Rasul Paulus jelas tidak untuk mencari uang dan kekayaan, atau ketenaran dengan membagikan Injil. Dia memperlihatkan ketulusan motif dengan menunjukkan dia bersama Silas telah cukup menderita untuk mengabarkan Injil di Filipi. Mereka juga bekerja keras mencari nafkah karena tidak ingin menggantungkan hidup pada orang lain (hal ini akan dibahas minggu yang akan datang). Itu merupakan bukti bahwa mereka juga siap berkorban demi berbagi keselamatan melalui kabar baik di dalam Injil.

 

Banyak orang menjadi terlibat dalam pelayanan dengan alasan yang berbeda dan bermacam-macam, meski kita akui tidak semua itu alasan yang tulus dan murni. Ketika motif mereka yang buruk kelihatan, maka pekerjaan Kristus akan menjadi tercoreng dan gereja menjadi korban. Memang kalau dilihat, tidak seorang pun layak untuk memberitakan firman, sebab kita adalah orang berdosa. Akan tetapi melalui kasih karunianya, kita kemudian dilayakkan untuk menjadi hamba pelayan-Nya. Dalam suratnya ke jemaat Filipi, disebutkan tentang motivasi orang yang berbagai ragam dalam memberitakan Injil termasuk oleh karena dengki dan perselisihan, tetapi ada juga dengan maksud baik yakni kasih. Ada juga tujuan memberitakan untuk maksud kepentingan sendiri yang tidak ikhlas. Tetapi Rasul Paulus menutupnya dengan mengatakan, “Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita” (Flp 1:15-18). Inilah yang menjadi alasan mengapa firman tersebut mengatakan semua harus bersukacita sepanjang firman diberitakan.

 

Memang ketika kita dilayakkan, kita perlu menjaga agar kelayakan tersebut jangan dipergunakan untuk kepentingan sendiri, melainkan kepentingan Tuhan yang menugaskan dan melayakkan. Kelayakan kita membutuhkan ujian sebagaimana Rasul Paulus mengalaminya. Inilah juga mungkin yang akan kita hadapi. Ujian bisa datang dari diri sendiri atau godaan iblis. Namun Allah tidak pernah mencobai manusia (Yak 1:13). Ia mengetahui kesetiaan seseorang meski orang tersebut pernah jatuh seperti yang terjadi pada Petrus. Kini, pertanyaannya kembali kepada kita: ketika kita terlibat dalam pelayanan, apa motivasi kita dalam melayani? Seberapa besar tingkat keberanian kita dalam menghadapi resiko penderitaan yang mungkin timbul karena pelayanan itu? Keteguhan dan keberanian tidak hanya dalam sisi materi, akan tetapi juga dalam kesiapan untuk menderita baik dalam segi jasmani maupun kejiwaan, dalam arti dihina dan dicela. Iblis tidak akan membiarkan kita untuk melakukan pelayanan yang terbaik sehingga ia akan gencar untuk menggoda dan menjerat kita, meski semua itu ada dalam sepengetahuan dan kendali Allah. Apakah kita akan tunduk pada iblis atau taat pada Allah?

 

Ketiga: Tidak mencari loba dan pujian (ayat 4b-6)

Di dalam upaya kita untuk mempengaruhi orang lain, kita mungkin diuji atau digoda untuk mengganti posisi kita dengan menyesuaikan pesan yang ingin disampaikan, atau dengan cara menggunakan sanjungan atau pujian yang berlebihan. Rasul Paulus tidak pernah merubah pesan yang disampaikan agar hal itu lebih dapat diterima, akan tetapi ia menyesuaikan metodanya kepada para pendengar atau pembacanya. Jadi dalam hal ini pesannya sama, hanya kadang cara penyampaiannya bisa berbeda. Meskipun penyampaian kita harus diubah supaya sesuai kepada situasi tertentu, akan tetapi kebenaran Injil tidak dapat dikompromikan. Apalagi, akan sangat menjijikkan mendengar seseorang menyanjung berlebihan bahkan "menjilat" orang lainnya demi mencapai tujuannya. Sanjungan itu bisa palsu, dan kepalsuan seseorang itu pasti menutupi maksud sebenarnya. Orang Kristen tidak boleh menjadi penjilat. Kita yang memproklamasikan kebenaran Allah memiliki tanggungjawab khusus untuk selalu jujur. Pertanyaannya: apakah kita jujur dan bersikap terbuka terus terang dalam kata-kata atau perbuatan? Atau, apakah kita menceritakan pada orang lain apa yang mereka ingin dengarkan agar kita mendapatkan sesuatu atau pujian?

 

Ketika Rasul Paulus masih bersama mereka di Tesalonika, ia tidak mau memuji-muji mereka, tidak berharap akan penghargaan, bahkan tidak menjadi beban (ekonomi) bagi mereka (Kis 20:33; 2Tes 3:8; 2Kor 11:9). Meski sebagai penginjil mereka berhak atas hal itu, akan tetapi mereka tidak memanfaatkannya (band. Gal. 6:6). Rasul Paulus dan Silas benar-benar dengan dorongan yang murni terhadap pelayanan dan tidak ada maksud tersembunyi, seperti para filsuf yang sering berkelana mencari penghasilan. Mereka memusatkan perhatiannya pada usaha memperluas pekabaran Injil dan keselamatan kepada jemaat di Tesalonika (Gal 2:7; 1Tim 1:11). Ini yang sangat penting. Mereka tidak memilih apa yang enak didengar demi untuk tidak menyinggung perasaan pendengar, sebab dibalik itu ada maksud tersembunyi, udang di balik batu (2Kor 2:17; 4:2). Memang kadang sangat sulit manusia untuk mengetahui semuanya, sebab manusia juga memiliki kemampuan untuk bermuka ganda bahkan topeng yang berlainan. Namun, Allah mengetahui dan akan mengujinya sehingga semua akan dibukakan pada saatnya nanti (1Kor 4:4).

 

Orang percaya di Tesalonika juga hidupnya berubah oleh kuasa Allah, bukan oleh kuasa Rasul Paulus; semua itu dari pesan Kristus yang mereka percayai dan bukan pesan dari Paulus. Ketika kita menjadi saksi bagi Kristus, fokus kita bukan pada pesan yang dari diri kita, melainkan pada Pribadi Kristus dan pesan atas hal yang sudah dilakukan-Nya bagi kita orang berdosa. Sebagai orang Kristen dalam pelayanan sejati, kita harus mengarahkan semua kepada Tuhan Yesus dan bukan pada diri sendiri untuk mendapatkan hormat dan pujian atau menyombongkan diri (Yoh 5:41, 44). Untuk itu pertanyaannya: Apakah kita melakukannya sekedar untuk menyukakan manusia sehingga mengorbankan kebenaran yang hakiki? Rasul Paulus telah memberikan teladan bagi kita sebagai hamba yang dipakai Tuhan, yakni menyadari akan kasih anugerah yang diterimanya. Ia juga tidak membanggakan diri atas hal yang dilakukannya, melainkan meletakkannya semua bagi kemuliaan Tuhan. Inilah panggilan dan sekaligus tantangan bagi kita, sehingga mari kita lakukan semua itu bukan untuk menyukakan manusia, tetapi menyukakan Allah sebab kita mengasihi Kristus dan jemaat-Nya (Gal 1:10).

 

Keempat: Berkorban dengan membagi hidup (ayat 7-8)

Bagaimana Injil disebarluaskan? Apakah dengan kekerasan dan paksaan? Perjalanan kekristenan memperlihatkan bagaimana semua dilakukan dengan kasih dan pengampunan. Hal yang dialami para rasul dan penginjil berupa penghinaan dan penganiayaan di awal abad gereja mula-mula dan termasuk orang percaya, tidak dibalaskan dengan kekerasan. Kita tidak pernah mendengar atau membaca perluasan Kerajaan Kristus dilakukan dengan peperangan. Justru yang terjadi adalah banyaknya martir-martir iman sehingga kekristenan semakin terbukti sebagai agama kasih. Memang dunia lebih banyak memberi apresiasi terhadap kuasa dan ketegasan, meski tidak seorang pun mau untuk dilecehkan. Kelemahlembutan sering kali dipandang sebagai ciri atau sifat pribadi di dalam masyarakat kita dan bukan sebagai sikap. Kelemahlembutan sebenarnya adalah kasih dalam tindakan - dengan kepedulian, memenuhi kebutuhan orang lain, menyediakan waktu bagi orang lain untuk berbicara, memenuhi kebutuhan rohani, dan kesediaan untuk belajar. Itu sangat penting menjadi ciri dan sikap bagi setiap orang - laki-laki maupun perempuan.

 

Seorang yang mengasihi orang lain dan mengharapkan diperolehnya keselamatan kekal, hanya dapat dilakukan dengan berbagi Tuhan Yesus dan Injil dengannya. Kasih yang mementingkan kebaikan dan penyelamatan sementara dari peristiwa khusus, itu bagus tetapi tidak sebanding artinya bila kita dapat memberikan keselamatan kekal pada orang lain melalui iman kepada Tuhan Yesus. Seorang yang berbagi kasih dan Injil pada dasarnya adalah seorang penginjil. Bagian akhir nas ini mengatakan bahwa Rasul Paulus mengasihi mereka dengan cara yang nyata yakni berbagi hidupnya dengan jemaatnya. Rasul Paulus memberikan gambaran pelayanan itu seperti seorang ibu yang mengasuh dan merawat anaknya. Seorang ibu jelas merawat dan mengasuh dengan kelemahlembutan. Kelemahlembutan bagian dari buah-buah Roh dan penyangkalan diri. Sebagaimana dijelaskan di atas dalam memberi kasih dan kelemahlembutan, tidak ada cara lain yang lebih efektip selain memberi hidup kita kepada orang yang kita kasihi. Seorang ibu yang merawat bayinya pastilah dengan sepenuh hati dan bila perlu rela untuk meninggalkan pekerjaan atau karirnya. Untuk itu peliharalah sikap lemah lembut dalam berhubungan dengan orang lain.

 

Penutup

Melalui nas minggu ini kita diberikan pengajaran tentang pelayanan Rasul Paulus di jemaat Tesalonika yang sangat singkat. Ia tidak lama tinggal di sana sebab adanya perlawanan dari pemimpin Yahudi. Namun ia memelihara hubungan yang baik dengan jemaat dan hatinya terus terpaut pada mereka. Ia menegaskan posisinya sebagai Rasul dan juga sebagai seorang ibu yang merawat bayinya. Apa yang dituduhkan pemimpin Yahudi adalah hanya tipuan agar iman mereka goyah. Nasihat yang diberikan Rasul Paulus sungguh murni dari Tuhan dan tidak ada maksud untuk tipu daya apalagi untuk kepentingan keuntungan. Ia perlu berbicara dengan tegas sebab tidak bersedia mengkompromikan kebenaran Tuhan sebab ia tahu tugasnya bukan untuk menyukakan manusia tetapi menyukakan hati Allah. Apa yang dilakukannya sungguh jauh dari niat mencari loba dan pujian, sebab ia membuktikan hinaan dan penganiayaan yang diterimanya di Filipi adalah bukti keteguhan dan keberanian yang diperlihatkannya dan tidak menyurutkan motivasinya untuk berbagi keselamatan melalui Yesus dan Injil. Tuhan telah melayakkan dirinya untuk menjadi penginjil karena kasih karunia pengampunan yang diberikan atas semua dosa-dosa yang dilakukannya. Untuk itu dia memperlihatkan perlunya setiap orang untuk berkorban dengan membagi hidup dengan orang lain, memberi perhatian dan berbagi waktu dan kepdulian, sambil terus belajar. Hal yang ditekankannya adalah perlunya kelemahlembutan dalam penginjilan sebab Allah memberi kasih dan kasih itu kita berikan dengan kelemahlembutan juga.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci yang terkait didahului kata humor atau joke).

 

Khotbah Minggu 19 Oktober 2014

Khotbah Minggu 19 Oktober 2014

 

Minggu XIX Setelah Pentakosta

 

INJIL DENGAN KEKUATAN ROH DAN KEPASTIAN YANG KOKOH

(1Tes 1:1-10)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kel 33:12-23 atau Yes 45:1-7; Mzm 99 atau Mzm 96:1-9, 10-13; Mat 22:15-22

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> klik Pembinaan -> Teologi

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas 1Tes 1:1-10 selengkapnya: Buah Pemberitaan Paulus

 

1:1 Dari Paulus, Silwanus dan Timotius kepada jemaat orang-orang Tesalonika yang di dalam Allah Bapa dan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu. 1:2 Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan menyebut kamu dalam doa kami. 1:3 Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita. 1:4 Dan kami tahu, hai saudara-saudara yang dikasihi Allah, bahwa Ia telah memilih kamu. 1:5 Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu. 1:6 Dan kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan; dalam penindasan yang berat kamu telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus, 1:7 sehingga kamu telah menjadi teladan untuk semua orang yang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya. 1:8 Karena dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah, sehingga kami tidak usah mengatakan apa-apa tentang hal itu. 1:9 Sebab mereka sendiri berceritera tentang kami, bagaimana kami kamu sambut dan bagaimana kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar, 1:10 dan untuk menantikan kedatangan Anak-Nya dari sorga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang.

 

-----------------------------

 

Pendahuluan

Tesalonika merupakan ibukota dan sekaligus kota terbesar dengan penduduk 200.000 dari propinsi Makadonia dibawah pemerintahan Romawi. Kota ini dapat dikatakan sebagai salah satu pintu awal Injil masuk ke wilayah Eropa, setelah Rasul Paulus mendengar akan pilihan ke Makadonia dibanding dengan pilihan ke arah Arabia di selatan (Kis 16:9). Pada saat surat ini ditulis - perkiraannya sekitar tahun 50 M - jemaat Tesalonika merupakan jemaat baru yang belum terlalu dewasa. Rasul Paulus beserta pelayan Tuhan lainnya tidak dapat tinggal lama di sana karena adanya penolakan yang hebat, sehingga pengajaran tentang Tuhan Yesus belum banyak yang disampaikannya. Oleh karena hatinya terus terpaut di sana, ia kemudian mengutus Timotius kembali untuk melihat perkembangan jemaat tersebut. Dalam perjalanannya ke Korintus, Rasul Paulus menuliskan surat ini sebagai bagian dari pengajaran kristiani kepada jemaat di sana dan juga bagi kita semua.  

 

Pertama: Pentingnya keakraban para hamba Tuhan (ayat 1-3)

Setelah minggu lalu kita membaca firman Tuhan tentang perselisihan yang terjadi di antara dua pelayan Tuhan di jemaat Filipi, sebaliknya yang terjadi di jemaat Tesalonika ini. Hubungan para pelayan Tuhan sangat dekat dan akrab dan ini bisa dilihat bagaimana cara mereka bersama-sama menyapa dalam surat ini. Rasul Paulus juga tidak perlu menonjolkan sendirian kerasulannya. Ia menyadari bahwa hubungan di antara para pelayan Tuhan sangat penting, sebab sangat menentukan dalam membangun iman jemaat. Prinsip kasih yang diajarkan dan dikhotbahkan para pelayan seyogianya itu tampak dalam kehidupan sehari-hari, sebab jikalau tidak, maka jemaat akan mengatakan OMDO atau NATO (omong doang dan No Action Talk Only) saja. Sebaliknya apabila jemaat melihat itu nyata, maka itu akan menjadi kesaksian hidup dan rasa syukur bagi sesama orang percaya dan dapat menarik perhatian bagi yang belum mengenal Tuhan Yesus untuk menjadi pengikut-Nya. Hal kedua yang diperlihatkan oleh Rasul Paulus (dan rekan-rekan sekerjanya – lihat Kis 15:22, 39-40, 16:1-3; 17:1-10) adalah perhatian yang penuh bagi jemaat yang dipimpinnya. Mereka menyapa dengan dengan berkat dari Allah yaitu kasih karunia dan damai sejahtera (band. Rm 1:7-10; Ef 5:20). Keselamatan yang dianugerahkan membuat sesama jemaat dan hamba Tuhan masuk ke dalam persekutuan bersama, dan ini yang seharusnya membangun keakraban. Setelah keakraban maka penyertaan dan anugerah kasih Tuhan dialami dengan damai sejahtera.

 

Sikap yang menempatkan jemaat sebagai yang utama dan menyebutnya mahkota sangat kental dalam ungkapan ini (band. 1Tes 2:19; 3:9). Setelah memberi berkat Rasul Paulus kemudian mengungkapkan rasa syukur atas keberadaan mereka yang menjadi bagian dari orang percaya di dalam Allah Bapa dan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Rasa syukur atas kebersamaan mereka juga ditambahkan dengan selalu membawa jemaatnya ke dalam doa-doa mereka. Doa syafaat bagi mereka yang kita kasihi tentu akan memberikan dampak perhatian Allah pada mereka yang disebut, terlebih dinaikkan oleh para hamba-Nya yang sering dianggap lebih memiliki kuasa sebab para pelayan adalah mereka-mereka yang seharusnya orang benar (Yak 5:16b). Adalah tanggungjawab hamba Tuhan untuk terus membawa jemaat dan orang-orang yang disekitarnya untuk didoakan (Yak 5:16a). Dalam hal ini Rasul Paulus memperlihatkan teladan seorang hamba Tuhan yang mengasihi jemaat Tuhan. Apabila ini lalai dilakukan hamba Tuhan, maka sebenarnya ia perlu merenungkan panggilannya untuk melayani Tuhan dengan melayani sesama. Di lain pihak, jemaat juga perlu mendoakan para pelayannya agar segala yang menjadi tanggungjawab pelayan dapat dijalankan dengan baik oleh karena pertolongan Allah (2Kor 1:11; 2Tes 3:1).

 

Hal utama yang perlu dilihat oleh Paulus dari jemaat adalah tentang iman, kasih dan pengharapan mereka. Sebagaimana dikatakan dalam 1Kor 13:13, di atas segala berkat dan karunia yang diberikan kepada jemaat untuk bertumbuh, yang tinggal adalah ketiga hal yaitu: iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih. Oleh karena itu Rasul Paulus mengamati ketiga hal tersebut yang dilakukan oleh jemaat, melalui Timotius. Rasul Paulus menemukan bahwa jemaat tersebut melakukan pekerjaan imannya dengan baik sesuai dengan keadaan sulit yang mereka hadapi (band. 2Tes 1:11; Yak 2:14), demikian juga dengan usaha kasih mereka, dan terakhir adalah ketekunan pengharapan mereka kepada Tuhan Yesus Kristus (band. Rm 5:2-5). Sungguh jemaat yang layak diteladani. Pujian Rasul Paulus sangat penting untuk meningkatkan rasa hormat dan kebanggaan mereka yang sekaligus merupakan kemuliaan bagi Allah Bapa yang mengasuh mereka. Hamba Tuhan yang lebih menonjolkan kelemahan atau kekurangan jemaat tidak akan membangun.  Bahkan, mengutarakan kelemahan dan kekurangan dengan cara yang salah malah akan menurunkan semangat jemaat. Pujian juga secara otomatis akan mendorong jemaat mengerahkan potensi yang lebih besar untuk memberikan yang terbaik, sementara kritik malah membunuh potensi yang ada. Bagaimanapun, pasti tidak ada jemaat yang sempurna dan ada kekurangan, sebab kesempurnaan hanya terjadi setelah semua digenapi pada kedatangan-Nya, ketika semua umat-Nya dikuduskan secara total.

 

Kedua: Injil dengan kekuatan Roh dan kepastian yang kokoh (ayat 4-5)

Hal kedua Rasul Paulus mengingatkan status jemaat Tesalonika sebagai umat pilihan Allah. Dipilih berarti dikasihi Allah (Ef. 1:4). Hal-hal lain yang membuat kebimbangan dan bahkan perdebatan (nanti dalam pasal berikutnya diuraikan yakni tentang kematian dan kedatangan Yesus kedua kalinya), semua menjadi tidak penting dan berada jauh dari keutamaan sebagai pilihan Allah. Ya memang adalah sulit untuk memahami secara bersamaan tentang kedaulatan Allah dalam memilih diri kita, dengan tanggungjawab kemanusiaan kita dalam mengikuti Dia. Meskipun mungkin kita tidak memahami sepenuhnya bagaimana kedua kebenaran ini berjalan bersamaan, tapi kita dapat mengatakannya sebagai hubungan kausal, demikian: Menjadi umat terpilih datang dari hati Allah (dan bukan dari pikiran kita) yang merupakan anugerah untuk menjalankan misi-Nya dan menyenangkan hati-Nya (sehingga bukan mengabaikan-Nya), dan itu harus melahirkan rasa syukur (dan bukan keluhan). Sementara tanggungjawab kemanusiaan kita adalah secara aktif terus mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Pelindung, fokus dalam kehidupan untuk menyenangkan hati-Nya, dan berbagi kasih dan Injil kepada orang lain. Pilihan Allah kepada kita juga sekaligus memberi tantangan untuk menjalani kehidupan ini untuk dibuat berharga bagi kita sendirnya dan bagi-Nya. 

 

Ketika Allah memilih kita, Ia memberi kekuatan untuk mengikuti dan melayani-Nya. Kuasa itu datang dari Roh Kudus dan Injil; kita tidak perlu tahu bagaimana proses itu yang mana lebih dahulu. Yang jelas, Injil datang dengan kuasa dan itu membawa kekuatan pengaruh bagi setiap pribadi, keluarga, termasuk jemaat Tesalonika. Roh Kudus juga membuat seseorang mengerti Injil. Pengurapan Roh Kudus membuat Injil diterima dengan kepastian yang kokoh sebagai firman Allah. Ketika firman disampaikan dan direnungkan, hidup pasti menjadi berubah (Luk 4:32-37; Kis 1:8; Rm 1:16; Gal 3:22). Pengalaman selama 2000 tahun lebih, Injil dan kekristenan bukan sekedar kumpulan kejadian atau cerita yang menarik; tetapi merupakan kuasa Roh Allah bagi siapa saja yang memercayainya (band. Yoh 14:23-26; 15:26-27; 1Kor 2:4). Kita tidak perlu mengkaji teoritis perbedaan logos dan rhema, yang tertulis dengan tidak tertulis, kata-kata atau makna, sebab bagaimanapun, Allah bekerja dengan cara yang tidak bisa difahami manusia yang kemampuannya terbatas. Kita tidak dapat memahami keajaiban cara, jalan dan maksud pikiran Allah. Iman datang dari pendengaran, itu betul, tetapi jelas bukan “kebenaran” eksklusif dalam arti menutup kebanaran lain bahwa iman dapat datang dari membaca firman dan melihat, atau orang tuli juga bisa beriman. Sebuah ayat jelas tidak bisa mengungkapkan seluruh kebenaran Allah, oleh karena itu selalu diminta melihat keseluruhan Injil.

 

Rasul Paulus menekankan hal yang dia alami dan lakukan di Tesalonika dengan menuliskan, "Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu". Jemaat telah melihat hal yang dikhotbahkan Rasul Paulus, Silas dan Timotius selama mereka di Tesalonika menjadi bukti bagi mereka dengan melihat ketiga hamba-hamba Tuhan ini hidup di dalam kuasa-Nya dan dapat menjadi teladan. Ketiga hamba Tuhan ini melakukannya sebab memiliki keyakinan yang kokoh tentang iman dipilih Allah dan Injil yang diberikan. Jadi, ketika kita mengaku bahwa iman adalah anugerah dan bukan merupakan buah dari pikiran, maka sebenarnya kita secara otomatis mengaku kita adalah orang yang dipilih. Ketika kemudian firman atau Injil itu semakin kita dengarkan, renungkan dan lakukan, maka iman kita semakin bertumbuh dan kemudian berbuah dalam pelayanan. Inilah yang diperlihatkan para Rasul yang menulis surat ini sehingga mereka mengatakan, “bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu.”Keyakinan bertiga ini yang membuat mereka berbuah dengan mengabarkan Injil. Kini, bagaimana dengan kita? Apakah hidup kita meneguhkan tentang yang kita imani atau malah kontradiksi dengannya? Setelah kita menerima Allah telah memilih kita, bagaimana respon kita tentang hal tersebut? Mari kita renungkan, apa yang sudah Allah lakukan dengan kuasanya setelah kita pertama menerima firman dan beriman Yesus adalah Tuhan? Apakah kita cukup berbuah? Apakah kita berbuah lebat? (Yoh 15:5).

 

Ketiga: Menjadi teladan dalam menghadapi penindasan (ayat 6-8)

Meski pesan keselamatan dibawa dalam sukacita kepada setiap orang percaya di Tesalonika (dan orang percaya umumnya), tetapi juga membawa jemaat itu pada penderitaan yang hebat karena penolakan dan penganiayaan dari orang Yahudi dan juga orang Romawi (Kis 17:5; 1Tes 3:1-4). Mereka membenci pengikut Yesus. Memang, hal yang dilaporkan oleh Timotius sangat menyenangkan hati Tuhan melalui Rasul Paulus. Sebagai jemaat yang baru bertumbuh, Rasul Paulus mendengar jemaat menerima dengan keteguhan meski penindasan datang. Paulus memujinya dan meminta agar yang mereka lakukan itu semua didasari oleh iman akan Allah yang benar di dalam Tuhan Yesus. Mereka juga tetap diminta bekerja dan berkarya oleh dasar kasih, ketabahan dan keteguhan didasarkan oleh pengharapan akan kembali datangnya Tuhan Yesus. Semua ini merupakan tanda-tanda karakter yang efektip orang Kristen di segala abad. Untuk itu Rasul Paulus meminta jemaat agar teguh pada perintah Tuhan dan mengikuti teladan para hamba-Nya menjadi pelaku yang setia (1Kor 4:16). Semua itu dikerjakan dengan sukacita sejati dari Roh Kudus sebagai respon terhadap firman kebenaran dan keselamatan yang telah mereka terima (Yoh 16:33; 2Kor 6:10; Gal 5:22; Ibr 12:2; 1Ptr 2:19-21).

 

Banyak orang percaya saat ini berpikir bahwa penderitaan bukanlah bagian dari kehidupan orang Kristen. Merek berpikir kehidupan kekristenan hanya penuh dengan berkat-berkat dalam arti yang sempit yakni kesenangan dan sukacita. Ketika datang penderitaan, mereka bertanya: Mengapa aku? Mereka merasa seolah-olah Allah telah meninggalkan mereka; bahkan menuduh-Nya tidak lagi sebagai pelindung yang seharusnya dilakukan-Nya pada anak-anak-Nya. Tetapi semua orang percaya harus menyadari kenyataan: dunia ini penuh dengan dosa karena itu orang percaya menderita. Allah mengetahui sebagian orang percaya perlu sebagai martir iman dan mengalami penderitaan. Untuk itu dari pada kita bertanya "Mengapa aku?" lebih baik bertanya "Mengapa bukan aku?" Iman kita dan nilai-nilai dalam dunia ini memang cenderung bertabrakan. Oleh karena itu perlu ada pengorbanan, teladan, perlu ada martir yang dapat memperlihatkan iman, kasih dan pengharapan yang dimiliki orang percaya. Kisah martir dan keteguhan seseorang pasti menyebar meluas dan keteladanan itu yang memberikan motivasi bagi orang lain untuk mau berkorban bagi kemuliaan Kristus Yesus. Kekristenan tidak dapat menjadi seluas sekarang ini tanpa adanya penderitaan yang panjang yang dialami umat percaya selama ratusan tahun di awalnya. Demikian halnya kabar jemaat Tesalonika sebagai teladan bergema keluar Makedonia dan Akhaya hingga ke seluruh wilayah Mediterania.

 

Salah satu cara menjadi lebih siap dalam menghadapi segala kemungkinan dalam melayani Tuhan adalah menyadari bahwa penderitaan itu akan datang. Seorang PNS yang setia pada Tuhan dan berperilaku jujur pasti akan dicemoh orang sekelilingnya. Olok-olok sok suci pasti diterimanya. Seseorang yang menginjil bisa saja kemudian menjadi target kekerasan atau bulan-bulanan mereka yang dari garis keras. Jika kita sudah mengetahui adanya penderitaan itu, maka kita tidak menjadi terkejut atau shock ketika hal itu terjadi. Yang kedua, kita lebih siap sebab kita tahu Yesus juga menderita dan menderita bagi kita. Apa yang dialami oleh Tuhan Yesus dan juga para rasul menjadi inspirasi dan sumber kekuatan bagi kita dalam melayani. Yesus memahami ketakutan kita, kelemahan dan bahkan jika timbul kekecewaan kita (Ibr 2:17-18; 4:14-16). Yang ketiga, kita seharusnya tetap merasa aman sebab Ia berjanji tidak akan pernah meninggalkan kita (Mat 28:18-20), dan Dia berdoa bagi kita sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara (Ibr 7:24-25). Di dalam rasa sakit, penganiayaan, atau penderitaan, tetaplah teguh percaya kepada-Nya. Mari kita terus bersaksi dan memberikan teladan meski kita harus berkorban untuk itu, agar kerajaan Allah semakin diperluas di dalam Tuhan Yesus.

 

Keempat: Berbalik dan melayani Allah (ayat 9-10)

Semua orang percaya harus memberi respon yang sama terhadap Injil kabar baik dan keselamatan yang disampaikan, sebagaimana jemaat Tesalonika perlihatkan: berpaling pada Allah dan melayani Allah. Kehidupan masa lalu jemaat Tesalonika penuh dengan berhala-berhala dengan segala kuasanya, dan terbelenggu pada dosa-dosa kehidupan terbuka di wilayah yang sudah maju saat itu; itu semua harus ditinggalkan. Kini mereka telah bertobat dan inilah yang dipuji Rasul Paulus. Injil dan kuasa Roh telah membuat mereka menjadi manusia baru. Demikian juga dengan kita saat ini, kehidupan yang bertentangan dengan kehendak Allah sebaiknya kita tinggalkan. Kehidupan berupa dosa-dosa mengandalkan hidup pada berhala-berhala modern, seperti uang dan kekayaan, jabatan, prestise dan kehormatan, perlu dijauhkan apalagi sampai kita melanggar firman Tuhan untuk mendapatkan atau mempertahankannya. Perubahan hidup baru dengan berbalik kepada Allah harus diisi dengan melayani-Nya yang didasari iman, kasih dan pengharapan, sebagai buah nyata dari pilihan Allah terhadap kita yang dikasihi-Nya. Kita dikasihi Allah maka kita wajib mengasihi Allah (1Yoh 4:10).

Yesus berjanji akan kembali datang untuk menjemput orang-orang percaya yang dikasihi-Nya. Apapun yang kita alami saat ini sebagai konsekuensi dari penerimaan kita terhadap Tuhan Yesus, termasuk apabila kita menderita sakit dan teguh percaya pada kuasa penyembuhan-Nya, maka pertahankanlah itu. Ia adalah Allah yang hidup dan yang benar. Semua yang terjadi dalam hidup kita berada dalam pengendalian-Nya dan kuasa-Nya. Oleh karena kita tetap setia menunggu kedatangan Yesus kedua kalinya yang turun kembali dari sorga. Dalam penantian itu kita lebih sungguh-sungguh dalam mengenal Dia dan berusaha lebih melayani-Nya, sebab kita hanya memiliki waktu yang sedikit sebelum Yesus kembali. Kita harus siaga dan siap-siap sebab kita tidak tahu kapan Yesus itu akan kembali. Yesus telah dibangkitkan dan kuasa itu ada pada-Nya untuk membangkitkan semua orang percaya kelak untuk bersama-sama menerima kemuliaan dari Bapa. Melayani Allah hanya dapat dilakukan dengan sepenuhnya berserah dan tunduk kepada-Nya. Penantian yang tekun dengan hidup melayni bagi Allah merupakan awal yang diperlukan sebelum kemuliaan dari sorga itu dinyatakan.

 

Siap sedia untuk waktu itu berarti juga kesungguhan dalam pertobatan, dalam arti berbalik arah dan orientasi (1Kor 12:2; Gal 4:8-9). Berbalik arah juga bukan berarti mereka diam menanti kedatatangan tanpa bekerja melakukan sesuatu. Demikian juga dengan adanya perselisihan-perselisihan (selanjutnya hal ini diulas dalam pasal 4:9 dan 5:13) agar dapat dibereskan sebelum Tuhan Yesus kembali. Yesus datang bukan saja untuk menjemput dan mengangkat orang percaya yang dikasihi-Nya, tetapi juga akan menghakimi semua umat manusia. Bagi mereka yang hidupnya bertentangan dengan firman Tuhan dan mengutamakan dirinya sendiri, maka murka Tuhan akan datang padanya. Rasul Paulus memang menekankan murka Allah dalam masa kesengsaraan besar yang kelak akan datang (band. Kis. 17:31; 1Tes 2:16; Rm 3:5). Namun murka Allah hanya bagi orang-orang yang tidak taat dan bangsa-bangsa yang tidak percaya (Yoh 3:18; Mat 25:30). Namun bagi orang percaya hal itu tidak perlu menjadi takut, sebab iman telah menyelamatkan kita yang menjadi milik-Nya dari segala bentuk murka yang ada, apakah melalui masa kesengsaraan besar atau tanpa hal itu (Rm 5:9; Why 3:10). Tuhan Yesus telah membebaskan kita dari semua beban dosa dan ketika Ia datang kita telah sempurna dikuduskan-Nya dan siap untuk dimuliakan-Nya.

 

Penutup

Memasuki minggu ini kita diajarkan tentang banyak hal dari nas yang kita baca dan renungkan. Hal pertama adalah pentingnya kesatuan hati di antara pelayan Tuhan dan hubungan yang akrab dengan jemaatnya. Ketiga hamba Tuhan dalam nas ini memberikan keteladanan itu. Mereka melihat jemaat sebagai mahkota yang harus dikasihi dan dipedulikan. Meski ada penolakan dan penganiayaan yang dialami di sana, hati mereka tetap terpaut pada jemaatnya. Hal itu disebabkan adanya keyakinan akan Injil dengan kekuatan Roh dan kepastian yang kokoh akan anugerah keselamatan yang telah diberikan melalui Tuhan Yesus. Mereka diingatkan sebagai pilihan Allah dan memuji apa yang telah dilakukan jemaat Tesalonika tentang perbuatan iman, kasih dan pengharapan, meski ditengah-tengah penderitaan. Ini menjadi teladan dan kesaksian yang hidup bukan saja di wilayah dekat tetapi sampai keluar hingga ke Mediterania. Untuk itu mereka tetap melakukan sesuai dengan kehendak-Nya, berbalik dari hal-hal berhala dan perselisihan dan fokus melayani Allah. Allah telah mengasihi mereka sehingga mereka seyogianya terus mengasihi Allah dengan terus berharap akan kedatangan Yesus kedua kalinya. Dengan demikian mereka dan kita juga akan jauh dari penghukuman dan murka Allah.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci yang terkait didahului kata humor atau joke).

 

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 15 guests and no members online

Login Form