Sunday, May 19, 2024

2020

Kabar dari Bukit Minggu 9 Agustus 2020

Kabar dari Bukit

TUHAN, TOLONGLAH SAYA! (Khotbah Mat. 14:22-33)

Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” (Mat. 14:31)

 

Ketika rasa senang membunga di dalam hati, banyak di antara kita yang melihat hidup ini adalah mukjizat. Kita dapat menikmati warna-warni keindahan alam, merasakan makanan yang enak lezat, berolah raga untuk meningkatkan kesehatan dan stamina tubuh, berkumpul senang bersama keluarga, bahkan menghirup udara segar tanpa ada batasan.

Tetapi kehidupan tidak selalu seperti itu. Kadang ada muncul persoalan yang membuat hati terganggu. Pikiran teralihkan dan fokus tidak lagi kepada kebaikan dan berkat-berkat Tuhan yang sudah diterima. Kebimbangan dan kekuatiran yang membersit, membuat ketakutan lebih menguasai hidup.

Firman Tuhan di hari Minggu ini dari Mat. 14:22-33, menceritakan Tuhan Yesus berjalan di atas air. Sekilas mereka seolah melihat hantu, terkecoh oleh mitos danau penuh dengan hal jahat. Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (ayat 27).

Tetapi Petrus ingin memastikan dan ikut merasakan kuasa tersebut, dan meminta: “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Kata Yesus: “Datanglah!” Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus (ayat 28-29). Tetapi ketika Petrus merasa ada tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam, lalu berteriak: “Tuhan, tolonglah aku!” (ayat 30).

Ada beberapa pesan nas minggu ini bagi kita: pertama, Tuhan Yesus penuh kuasa dan kuasa-Nya melintasi segala hukum alam. Ia menguasainya dan bahkan yang membuatnya. Kedua, bersama Yesus kita akan merasa tenang. Ada kedamaian, sebab Tuhan itu baik dan selalu baik. Ketiga, ketika datang pergumulan akibat terpaan gelombang masalah, Tuhan ingin kita terus fokus dan bergantung kepada-Nya.

Memberi perhatian kepada masalah tetap baik, dalam arti mengurai dan menggambar masalah dalam sebuah mosaik, atau peta, serta mencari titik lunak atau bagian termudahnya. Biasanya bila masalah ditulis atau digambarkan, tidak seberat yang ada di pikiran kita. Dan, setiap masalah pasti ada titik lunaknya, titik di mana kita dapat masuk untuk memulai menyelesaikannya.

Optimisme perlu ada. Tetaplah percaya bahwa bersama Yesus segala perkara dapat kita tanggung di dalam Dia (Flp. 4:13). Bila hukum alam atau hukum-hukum di dunia ini sudah mengatakan tidak, tetap percaya ada kuasa mukjizat dari Tuhan. Tetapi kita perlu semakin mengenal Dia melalui firman-Nya. Billy Graham berkata, "Belajarlah membawa persoalanmu ke dalam Alkitab, di dalamnya kamu akan menemukan jawaban yang tepat."

Dan teruslah berdoa dan berkata: Tuhan, tolonglah saya! Kita tahu iman itu kadang bisa mengecil atau menyurut, membuat kurang percaya. Tapi ingatlah kisah seorang ayah yang membawa anaknya yang bisu kepada Tuhan Yesus dan berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" (Mrk. 9:24). "Tidak ada yang percaya besarnya kuasa doa, dan apa dampak kemampuannya, kecuali mereka yang sudah belajar melalui pengalaman" (Martin Luther). Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Khotbah Minggu 9 Agustus 2020

BARANGSIAPA BERSERU KEPADA TUHAN, AKAN DISELAMATKAN (Rm. 10:5-15)

Bacaan lainnya: Kej. 37:1-4, 12-28; atau 1Raj. 19:9-18; Mzm. 105:1-6, 16-22, 45b atau Mzm. 85:8-13; Mat. 14:22-33

 

Apabila ada yang bertanya: bagaimana kita menjadi seorang Kristen? Jawaban yang indah: "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu" (Ul. 30:14; Rm. 10:8).

Firman Tuhan hari Minggu ini Rm. 10:5-15 berbicara tentang pentingnya iman dan upaya pewartaan Yesus bagi semua orang. Kesalahan tafsir terhadap pesan terjadi pada umat Israel seiring perubahan zaman. Pesan Allah melalui Nabi Musa menjadi aturan legalistik, hakekat kasih hilang. Pembaruan dari Tuhan tidak berhenti, seiring kasihNya, namun seringkali manusia sendiri yang "bandel" atau jugul menutup diri. Yesus sebagai pembaruan janji, tetapi umat Israel menolaknya.

Memang pertanyaannya: mengapa Allah memberikan hukum Taurat jika manusia (umat Israel) tidak dapat mengikutinya? Apakah Allah salah atau tidak adil? Rasul Paulus mengatakan alasannya, yakni Allah ingin memperlihatkan betapa berdosanya manusia (Gal 3:19) dan betapa degilnya bangsa itu (Kel. 32:9; 33:5; Yes. 48:4; Yer. 7:26). Maka dalam hal ini wajar bila perlu dilakukan penyelamatan umum dan universal, pendamaian manusia dengan Allah. Ia bertindak sesuai dengan rencana awal, mengutus Anak-Nya.

Melalui pertanyaan logis filosofis, Rasul Paulus membuktikan bahwa kedatangan Yesus dari sorga sebagai manusia dan kembali terangkat ke sorga adalah atas kehendak Allah Bapa. Tidak ada usaha manusia. Tetapi umat Yahudi menolaknya, meski mestinya mereka dapat memahami pekerjaan Allah itu (Ibr. 10:1-4).

Rasul Paulus mengatakan perlu ada kesaksian umum untuk semua orang - tidak umat Yahudi saja, agar banyak yang diselamatkan. Manusia juga tidak hanya mengandalkan tanda lahiriah, seperti sunat sebagai janji atau seremoni baptis atau sidi. Ini diminta, agar kekristenan kita tidak sebatas dalam hati, tetapi sebuah kesaksian kasih nyata kepada orang lain.

Kehidupan Yesus menjadi teladan, melepas keinginan dunia, melepas kepentingan diri dengan melayani, berserah dan taat pada Bapa. Ia datang menjadi Kasih yang nyata dan dekat dengan manusia, Firman yang hidup, firman iman.

Memang, manusia sering berpikir bahwa keselamatan adalah proses yang sulit dan rumit, padahal semestinya tidak demikian. Tidak usah bergumul tentang siapa yang menjadikan inkarnasi dan sebagainya. Itu tidak penting! Kebenaran bagi kita sudah diperoleh! Siapapun yang berseru kepada-Nya, akan diselamatkan. Ia adalah Tuhan yang satu bagi semua orang, Allah yang satu dengan Allah (Yoh. 10:30; Kis. 2:36-40; Flp. 2:10-11). Kita tidak memerlukan sebuah debat yang berkepanjangan: penginjilan mana yang lebih efektif, apakah penginjilan melalui keteladanan dan perbuatan dalam hidup atau penginjilan melalui pemberitaan kabar baik. Kedua cara itu harus dilakukan agar pesan Injil menjadi efektif sampainya. Jangan terjebak dalam teori dan perdebatan, sebab semua itu sering membingungkan dan menjauhkan kita dari tindakan.

Penutup nas ini (ayat 14-15) mengutip kembali Yes 52:7: "Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: "Allahmu itu Raja!" (band. Nah 1:15). Mari kita bekerja dan berkarya sehingga semua mengaku: Barangsiapa Berseru Kepada Tuhan, Akan Diselamatkan. Tuhan memberkati.

 

Kotbah Minggu 2 Agustus 2020

 

Kotbah Minggu 2 Agustus 2020

 

ALLAH YANG HARUS DIPUJI SELAMA-LAMANYA (Kotbah Rm. 9:1-5)

Bacaan lainnya: Kej. 32:22-31 atau Yes. 55:1-5; Mzm. 17:1-7, 15 atau Mzm. 145:8-9, 14-21; Mat. 14:13-21

 

Pendahuluan

Menurut banyak penafsir, Rasul Paulus dalam kitab Roma menyelesaikan pokok bahasan pertama dan diuraikan pasal 1 - 8. Sementara pasal 9-11 menguraikan suatu pokok baru, yang tidak berkaitan dengan pasal 1-8. Mereka berkata, Paulus melanjutkan surat ini bukan untuk memperkembangkan pokok sebelumnya, tetapi untuk menyatakan beban hatinya mengenai keadaan rohani bangsa Israel, bangsanya sendiri. Menurut pengertian mereka, pasal 9-11 hanya merupakan sisipan saja, sehingga bisa dianggap Surat Roma tidak memiliki kesatuan. Tetapi kalau kita percaya bahwa Surat Roma merupakan ilham dari Allah dengan bentuk yang sempurna, maka kita menolak pendapat tersebut, dan kita mengamati Surat Roma untuk mengerti susunannya.

 

Pertama: Kebenaran Kristus dan suara hati (ayat 1)

Seringkali orang mengatakan bahwa hal yang dia putuskan berdasarkan hati nuraninya, dengan pengertian sudah menjadi jaminan kebenaran dan ketulusan. Dalam Alkitab bahasa Yunani hati nurani disebut dengan suneidesis (dalam bahasa Inggris conscience), yang Alkitab bahasa Indonesia diterjemahkan dengan berbagai istilah, seperti nas ini memakai istilah “suara hati” yang maksudnya sama dengan hati nurani atau hati yang tulus (band. Kej 20:5-6). Maka pertanyaannya adalah: apa itu hati nurani atau suara hati? Hati nurani dapat diartikan sebagai “alat” yang membedakan antara hal yang secara moral baik dan buruk, mendorong untuk melakukan yang baik dan menghindari yang buruk; memuji yang pertama dan mengutuk yang lain. Dalam pengertian sederhananya “kesadaran akan sesuatu yang diyakininya benar.” Jadi ini merupakan buah proses justifikasi atau penghakiman oleh diri sendiri terhadap kebenaran atau kebaikan sesuatu, berupa standar atau sensitivitas moral atau resistensi (keberatan-keberatan) terhadap sesuatu. Hati nurani sendiri tidak secara otomatis sama dengan keinginan atau kehendak Allah, sebab manusia dengan standar moral yang dimilikinya akan memutuskan hal yang baik atau jahat sesuai dengan pemahaman dan kedekatannya dengan Allah. Jadi, kalau standar moralnya salah, maka keputusan yang diambilnya pasti juga salah, meski kadang keputusannya bisa dipengaruhi oleh faktor atau pengaruh lingkungan sesaat. Ini sama dengan yang dikatakan oleh Amsal Salomo: "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut" (Ams. 14:12; 16:25). Dalam hal ini dapat dikatakan hati nurani merupakan hasil sebuah proses antara kehendak hati mencari yang baik dan benar dengan kemampuan akal pikiran tentang hal yang benar. 
Kata nurani sendiri berasal dari bahasa Arab yang akar katanya adalah nur= cahaya, sehingga hati nurani seolah-olah selalu diterangi cahaya. Kesalahan manusia dalam mengerti dan berpikiran kehendak nuraninya sama dengan "kehendak Allah" juga pernah dilakukan oleh Rasul Paulus, ketika ia masih bernama Saulus dengan berpikir bahwa mengejar dan menganiaya orang-orang Kristen adalah sama dengan melayani Allah (Kis. 22:5; 26:9; band. 10:28). Demikian juga bapa-bapa gereja ketika menghukum mati para pemikir-pemikir atau teolog yang saat itu dianggap berbeda dengan aliran pemikiran gereja, jelas merupakan tindakan yang salah, meski mereka mengatakan bahwa itu adalah kehendak Tuhan. Jadi bisa saja seseorang mengatakan bahwa keputusan hati nuraninya sudah hasil doa atau penerangan Roh Kudus, namun sebetulnya yang terjadi adalah keinginan hati atau ambisi-ambisi pribadi yang terselubung yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Untuk mengukur  hati nurani yang di dalam penerangan Roh Kudus, bisa dilihat dari beberapa ukuran kebenaran, seperti adanya kasih, adanya semangat pengampunan, adanya pemberian kesempatan bertobat, bebas dari niat penghukuman khususnya hukuman fisik dengan kekerasan. Tanpa itu maka dapat dikatakan yang terjadi sebenarnya adalah hasil pikiran dan kehendak manusia melalui "hati nurani" yang tidak lagi suci dan murni. Oleh karena itu hati nurani membutuhkan penerangan Ilahi dalam pengujian tersebut. Bagaimanapun juga, proses penilaian seseorang sangat tergantung pada pemahaman dan kesadaran akan fakta, pengetahuan dan akal sehat. Proses hati nurani yang bersih dan baik yang sesuai dengan kehendak Roh Kudus akan terwujud lebih efektif dengan rajin membaca firman Tuhan, rendah hati, dan selalu disertai doa serta pergumulan yang panjang. Dengan proses tersebut hati nurani akan lebih terasah dan lebih sesuai dengan kehendak Allah. Dalam nas ini, Rasul Paulus yang sudah bertobat memahami semua itu dan berani mengatakan bahwa hal yang dikatakannya adalah kebenaran dalam Kristus dan ia tidak berdusta (band. Gal. 1:20; 1Tim. 2:7).

Allah dapat bekerja di dalam suara hati manusia tanpa harus lewat firman yang tertulis, meski kita akui firman yang tertulis dapat mengajar, memperbaiki kelakuan dan mendidik dalam kebenaran (2Tim. 3:16). Sebagaimana dijelaskan dalam Rm. 2:13-15 yang mengatakan, "Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.” Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka meski mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela." Jadi jelas dari nas itu bahwa Allah tetap bisa bekerja langsung melalui hati nurani seseorang meski yang bersangkutan tidak memahami atau mengenal firman tertulis. Hal ini terjadi sebab Allah mengendalikan seluruh kehidupan manusia tanpa terkecuali dan tidak terbatas. Situasi ini akan berbeda dan khusus, ketika seseorang yang telah mengenal Yesus dan mengetahui firman Allah yang tertulis, maka ia perlu terus mengembangkan, memahami, bertumbuh, sehingga hati nuraninya semakin murni bebas dari kepentingan pribadi (band. 1Pet. 3:16). Apabila tidak melakukannya, dan ia mengikuti lebih keinginan hatinya, maka Tuhan pasti akan menghukumnya.

 

Kedua: Tanggung jawab bagi sesama saudara (ayat 2-3)

Perasaan duka dapat dialami oleh hati seorang anak yang masuk Kristen tetapi kemudian keluarga menolaknya. Pilihan yang menjadi sukacita baginya sebab ia menerima berkat dan anugerah keselamatan, menyisakan hal yang menyedihkan, mengingat keluarganya belum diselamatkan. Perasaan inilah yang dialami Paulus, yang tetap merasa ia adalah keturunan Israel secara daging; hatinya bergolak memperlihatkan keprihatinan atas kerohanian saudara-saudaranya orang Israel sebagai teman sebangsa secara jasmani. Kesedihan hatinya diungkapkan dengan mengatakan ia bersedia dikutuk dan terpisah dari Kristus demi orang Yahudi, agar mereka dapat diselamatkan (band. Rm. 10:1; 11:14; 1Kor. 9:22; lihat juga ratapan Yesus dalam Rm. 3:24-25). Paulus telah mengimani bahwa Yesus Kristus-lah satu-satunya jalan keselamatan. Ia juga mengetahui bahwa Yesus telah memberikan nyawa-Nya untuk berkorban bagi keselamatan orang lain, sehingga ia pun rela berkorban bagi saudara-saudaranya orang Israel. Hal yang sama juga pernah disampaikan oleh Nabi Musa ketika orang Israel membuat anak lembu tuangan melawan Allah: "kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu -- dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kau tulis" (Kel. 32:32).

Rasul Paulus mengungkapkan pada pasal sebelumnya bahwa tidak ada yang dapat memisahkan anak-anak-Nya dari kasih Allah. Pertanyaan di dalam hati Paulus adalah: umat Israel adalah umat yang mendapat tempat khusus di hati Allah dan dipilih sejak awal untuk menjadi anak sulung dan anak kesayangan-Nya, namun ketika Yesus Kristus Anak Allah datang, yang juga keturunan Israel melalui kedagingan Yusuf dan Maria (band. Mat. 1), mengapa mereka harus menolaknya dan bahkan membunuhnya? Bukankah ini menjadi suatu pertanyaan dan dapat menimbulkan keraguan terhadap kasih Allah yang selalu setia? Bahkan dalam ayat berikutnya ia pun bertanya: Apakah Allah tidak adil (ayat 14)? Yang kemudian dijawabnya: Mustahil! Firman Allah tidak mungkin gagal (ayat 6a). Hatinya dihiburkan bahwa bagaimana pun, tidak semua orang Israel menolaknya, bahkan ada yang menjadi murid-murid setia-Nya. Dalam hal ini Paulus mulai memahami bagaimana pilihan atas umat Israel sebagai bangsa sedikit berbeda dengan pilihan sebagai individu-individu. Kepedulian ini yang membuat Paulus mengabdikan hidupnya dalam pekabaran Injil ke seluruh dunia, meski ia tahu bahwa tugasnya lebih kepada orang-orang bukan Israel, namun untuk tetap bisa memanggil bangsa Yahudi berdasarkan kecemburuan (Rm. 11:13-14).

Pertanyaannya: sejauh mana kita peduli dengan keselamatan orang lain? Sejauh mana kita terbeban ketika kita tahu masih banyak yang belum mengenal kasih Kristus? Sejauh mana kita peduli akan keselamatan saudara-saudara kita dalam satu lingkungan, satu daerah, satu suku, satu bangsa, sampai mereka mengenal Kristus dan menerimanya sebagai Juruselamat hidup mereka? Sejauh mana kita juga bersedia berkorban dari sisi waktu, tenaga, pikiran, energi, kesenangan, pundi-pundi, bahkan keamanan diri demi untuk keselamatan saudara-saudara kita tersebut? Apakah kita ikut mendukung penyebaran berita Injil dan keselamatan bagi mereka? Kita tahu banyak warga yang harus meninggalkan Yesus untuk bisa sekolah seperti mereka di Mentawai, atau untuk bisa bekerja di Malaysia seperti yang dialami penduduk NTT. Pemilihan Presiden Indonesia baru saja selesai dan kita melihat hasil yang cukup menggembirakan, namun kita prihatin bahwa isu-isu agama di beberapa wilayah masih “efektif” untuk menjatuhkan seseorang dalam pemilihan tersebut. Ini menjadi tanggungjawab gereja-gereja untuk dapat membuat pembaharuan di wilayah tersebut sehingga masyarakat semakin dewasa dan bersikap lebih inklusif.

 

Ketiga: Bangsa Israel mendapat keistimewaan (ayat 4)

Allah menciptakan dunia ini dengan isinya serta alam semesta dengan maksud baik dan memberikan kepercayaan kepada manusia dengan mandat budaya (Kej. 1:28, 31). Manusia ditempatkan di Firdaus meski akhirnya jatuh ke dalam dosa dan kejahatan manusia semakin besar (Kej. 2; 3: 6). Allah kemudian menghukum manusia dan menyisakan keluarga Nuh dan sebuah kehidupan baru, dan Allah membuat perjanjian dengan Nuh (Kej. 7; 9). Tetapi penyebaran dan perkembangan manusia akhirnya membuat kecongkakan dan ingin menyamai Allah dengan membuat menara Babel dan Allah menghukum dengan membuat saling tidak mengerti sebab tidak satu bahasa (Kej. 10-11), sampai akhirnya Allah memanggil Abraham (Kej. 13). Dari garis keturunan Abraham lahirlah Isak dan Ismael dan dari Isak kemudian lahir Esau dan Yakub. Dari pemilihan Abraham hingga kemudian Allah memilih Isak (dibanding Ismael) dan memilih Yakub (dibanding Esau) sebagai anak kesayangan-Nya. Sangat jelas bahwa pemilihan adalah konsep yang sudah ada sejak awal, bahkan jauh sebelumnyanya sudah terjadi saat Allah lebih menerima persembahan Habel dibanding Kain.

Nama Yakub kemudian berganti menjadi Israel setelah melalui pergumulan dengan Allah dan keturunan Yakub kemudian dinyatakan sebagai bani Israel (Kej. 32:28; 33:20). Pola hidup keagamaan bagi Israel ini sebagian besar adalah menurut hukum Yahudi, sehingga istilah Yahudi lebih tepat dikatakan sebagai agama atau suku bangsa, meski awalnya Yahudi sendiri berasal dari nama bani Yehuda anak Yakub. Namun kemudian istilah Yehuda atau Yahudi menjadi umum bagi seluruh keturunan Yakub, dan kita ketahui keturunan Yakub kemudian ada juga yang beragama Kristen, Islam dan lainnya sesuai dengan berpencarnya umat Israel saat pembuangan dan diaspora pasca keruntuhan penyerbuan Nero. Israel sebagai nama Negara sendiri baru ada setelah zaman modern saat dideklarasikan pada tahun 1848, setelah kerinduan umat diaspora untuk kembali ke tanah asal mereka di “Kanaan”. Memang dalam pemakaian sehari-hari, kadang kala beberapa istilah ini bercampur meski kita tahu intinya adalah berbeda, sebab saat ini yang beragama Yahudi juga sudah ada yang tidak memiliki keturunan darah Yakub, melainkan hanya mengikut hukum-hukum Yahudi berdasar baptisan proselit.

Memang menjadi misteri dan sangat susah dipahami mengapa Allah memilih keturunan Yakub menjadi bangsa/umat pilihan. Kalau melihat Kel. 19:6, Allah memilih Israel untuk menjadi kerajaan imam dan bangsa yang kudus bagi-Nya, meski dengan syarat pada ayat 5 dikatakan mereka harus sungguh-sungguh mendengarkan firman-Nya dan berpegang pada perjanjian yang telah dilakukan dengan Abraham, Isak dan Yakub. Dengan demikian rencana Allah bagi bangsa Israel tetap berdasarkan kasih-Nya kepada umat manusia dengan menjadikan bangsa itu sebagai imam (Yes. 61; Mzm. 98:3), dalam arti sebagai pemimpin, teladan dan panutan bagi bangsa-bangsa lain dengan melayan bangsa-bangsa lain dengan tetap menjaga kekudusan mereka (Ul. 7:6). Tetapi ini telah gagal karena kedegilan hati mereka.

Keempat: Allah harus dipuja selama-lamanya (ayat 5)

Keistimewaan bangsa Israel yang dinyatakan dalam pasal 9:4-5 dapat menimbulkan empat kesan bagi kita. Pertama, jemaat Kristen berhutang budi kepada mereka. Kedua, ketidakpercayaan mereka kepada TuhanYesus sangat menyedihkan. Ketiga, status mereka sebagai umat pilihan Allah masih tetap berlangsung sepanjang ada pertobatan dan menerima Yesus sebagai Juruselamat dunia. Keempat, keadaan mereka di luar persekutuan dengan Tuhan Allah sangat sulit dipahami. Kita dipilih dan dibenarkan, bukan karena sesuatu yang baik dalam hati kita. Demikian juga Israel dipilih, dan akan dibenarkan, bukan karena sesuatu yang baik dalam mereka, tetapi karena kemurahan Tuhan Allah semata.

Pada ayat 4 dikatakan, “Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan ....” Menurut Cranfield, pemakaian kata “adalah” bersifat Present Tense dan ini menegaskan ayat ini masih berlak, mereka masih tetap umat pilihan Allah. Dalam ayat 5 dikatakan, mereka keturunan bapa-bapa leluhur (Rm. 11:28), menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia (Mat. 1:1-16; Rm. 1:3), tentu ini merupakan kedudukan istimewa. Sayangnya, segala keistimewaan itu tak membuat Israel percaya dan menyambut Mesias. Sebab itu, mereka harus menanggung hukuman. Mengapa demikian? Bukankah mereka juga percaya kepada Allah, meskipun tidak percaya Yesus sebagai Mesias?

Tuhan Yesus adalah penyataan yang lengkap tentang Allah. Kita tidak dapat sepenuhnya mengenal Allah bila dipisahkan dari Tuhan Yesus. Allah juga telah menunjuk Yesus untuk mendamaikan manusia dengan Allah. Maka tidak ada jalan lain bagi manusia untuk datang kepada Allah, kecuali melalui Yesus. Seperti orang lain, orang Yahudi juga hanya dapat menemukan keselamatan melalui Yesus. Bila mereka menolak Kristus maka mereka akan menemui kebinasaan. Tidak adilkah Allah? Tidak, sebab Ia mengeraskan hati mereka yang memang sudah lebih dulu mengeraskan hati. Dari segi hak, semua manusia hanya berhak untuk menerima hukuman sebab semua telah berdosa. Jadi pemilihan adalah hak dan anugerah Allah yang patut disyukuri dengan takut dan gentar. Oleh karena itu Allah di dalam Yesus Kristus yang harus dipuji sampai selama-lamanya (Rm. 1:25; 2Kor. 11:31).

Penutup

Hati nurani adalah sebuah “alat” untuk mengetahui kemurnian dan ketulusan seseorang dalam menetapkan keinginan pribadi atau keinginan Allah. Hati nurani merupakan hasil sebuah proses antara kehendak hati mencari yang baik dan benar dengan kemampuan akal pikiran tentang hal yang benar. Dalam menetapkan sesuatu, pilihan kita adalah kasih dan itu diwujudkan dalam kepedulian kepada sesama. Ada perasaan terbeban melihat orang lain belum selamat sebagaimana Paulus melihat umat Yahudi. Memang menjadi misteri dan sangat susah dipahami mengapa Allah memilih keturunan Yakub menjadi bangsa/umat pilihan. Tetapi itu adalah rencana Allah berdasarkan kasih-Nya kepada umat manusia dengan menjadikan bangsa itu sebagai imam, tetapi gagal karena kedegilan hati mereka. Semua manusia berhak menerima hukuman sebab semua telah berdosa. Jadi pemilihan adalah hak dan anugerah Allah yang patut disyukuri dengan takut dan gentar. Oleh karena itu Allah di dalam Yesus Kristus yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Tuhan Yesus memberkati.

 

 

Kabar dari Bukit Minggu 2 Agustus 2020

Kabar dari Bukit

APA YANG ADA PADAMU?

 

”Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka...” (Mat. 14:14a).

Puji Tuhan, Amang Pdt. Gomar Gultom Ketua Umum PGI bersedia saat saya meminta untuk menyampaikan khotbah pada ibadah pelantikan dan peneguhan Ketua Umum Gaja Toba yang baru, Lae Dr. Ir. Budi Situmorang hari Sabtu kemarin. Tanpa merujuk nas, ayat yang diambil oleh Amang Pdt. Gomar sebagai dasar adalah Mrk. 6:30-44, dan ternyata paralel dengan nas sesuai leksionari hari Minggu ini bagi kita, yakni Mat. 14:13-21. Kedua nas ini (juga Luk. 9:10-17 dan Yoh. 6:1-13) menceritakan tentang Tuhan Yesus memberi makan 5.000 orang. Video khotbah Amang saya posting di bawah dan sebagian materinya saya sampaikan bagi kita semua.

Amang Pdt. Gomar dalam khotbahnya menceritakan tentang fakta kemiskinan di Kawasan Danau Toba, dan para orang tua berusaha agar anak-anaknya dapat bersekolah ke luar wilayah. Prinsip hidup orang Batak Anakhon hi do hamoraoan di au (Anakku adalah kekayaan bagiku) mendorong orang tua Batak selalu berusaha berbuat yang terbaik untuk anak-anaknya. Mereka berangkatkan anak-anaknya dengan doa dan air mata, serta terus bekerja keras dari alam yang terbatas untuk dapat menunjang biaya sekolah yang tidak kecil.

Hal yang dikuatirkan oleh Amang Pdt. Gomar, dengan alam yang terbatas orang tua kadang menggadaikan dan bahkan menjual tanah mereka demi mendukung anak-anaknya, tetapi tidak sedikit juga yang berbuat demikian akibat tergoda dengan iming-iming harga yang bagus, konsumerisme, dan pola pikir instan, seketika. Ini tentu sangat berbahaya bagi mereka sendiri termasuk bagi kawasan Danau Toba, jika semakin banyak tanah dijual kepada pihak luar.

Pikiran ini sama dengan murid Tuhan Yesus saat itu. Ketika Ia mengasingkan diri ke tempat sunyi, ternyata terus diikuti oleh orang banyak. Hari telah menjelang malam dan wajar saatnya waktu makan, terlebih mereka datang dari tempat jauh. Para murid langsung berpikir tentang susahnya memberi makan 5.000 orang di tempat sunyi seperti itu. Pikiran praktis keluar dengan mengusulkan kepada Tuhan Yesus, agar mereka disuruh pergi saja supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa (ayat 15). Para murid tidak berpikir, jika orang banyak itu diminta pergi setelah jauh mengikuti Tuhan Yesus, situasi chaos pasti terjadi.

Tuhan Yesus tergerak hati-Nya oleh belas kasihan, dan bertanya kepada murid: Apa yang ada padamu? Murid pun menjawab: “Di sini hanya lima roti dan dua ikan” (ayat 17). Kemudian Tuhan Yesus memintanya, dan menengadah ke langit berdoa dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh (ayat 19-20). Mukjizat pun terjadi.

Bagi kita semua, situasi orang susah berkekurangan pasti ada di sekitar kita. Ada keluarga dekat atau jauh, tetangga, sesama anggota gereja atau perkumpulan, di kampung halaman, wilayah miskin umat Kristiani di Papua, Toba, NTT, dan lainnya. Jika kita sudah merasa diberkati di dalam Kristus, selayaknyalah hati kita juga tergerak oleh belas kasihan. Ada semangat dan keinginan untuk berbagi, membuka hati nurani, tidak hanya berpikir untuk diri sendiri, ego, apalagi jika ada kerakusan, tidak pernah merasa cukup dan rasa bersyukur.

Firman Tuhan hari ini menegaskan agar kita jangan kehilangan pertanyaan itu: Apa yang ada padaku dan siap kuberbagi? Semangat berbagi teruslah menyala. Seperti disampaikan oleh Pdt. Gomar, ketika orang percaya memiliki semangat berbagi, sekecil apapun itu, mukjizat pasti terjadi. Kita orang percaya harus hidup dengan bersikap sesuai firman-Nya, "Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi" (Rat. 3:22-23a).

Seperti pesan Pdt. Gomar kepada pengurus Gaja Toba, teruskan melakukan sesuatu yang baru dan bersatu teguh. Contoh kebersamaan Credit Union di Jerman yang diinisiasi oleh Walikota Friedrich Wilhelm Raiffeisen, dan pengembangan masyarakat dengan pendekatan Appreciative Inquiry yakni 4D (Discovery, Dream, Design and Destiny) sangat efektip dalam membantu mereka yang berkekurangan secara jangka panjang. Discovery, temukan dengan berbicara dengan mereka tentang topik arah perubahan; Dream, gali potensi yang membuat hal yang mungkin; Design, rancang dan ciptakan usulan yang menarik, provokatif; dan Destiny, ajar, lakukan, kaji ulang, sampai impian bersama dapat diwujudkan.

Setiap orang memiliki martabat, mempunyai gambar dan rupa Allah. Tugas kita yang sudah diberkati untuk menjadi berkat bagi orang lain. Peduli, peka, dan bertindak melakukan dengan sendiri atau bersama-sama dengan orang percaya lainnya. Swadaya, pendidikan dan solariditas, akan mengubah sesuatu dan menjadi mukjizat. Hati yang tergerak belas kasihan oleh kasih Tuhan Yesus, itulah kunci pertamanya. Selamat melihat apa yang ada padamu dan bersiaplah untuk mulai dibagikan. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 25 Juli 2020

Kabar dari Bukit

YANG PALING BERHARGA

 

”Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu” (Mat. 13:46).

Kalau ada yang bertanya bagaimana prioritas saya dalam menjadi kehidupan, maka jawabannya adalah: Pertama, Tuhan. Kedua, keluarga. Ketiga, pelayanan. Keempat, pekerjaan. Kelima, lihat situasi faktual lainnya. Saya memilih Tuhan yang terutama, karena tujuan hidup saya adalah ingin masuk sorga. Saya tidak mau masuk neraka, ngeri, dan akan terus berusaha menjalani kehidupan ini sesuai dengan petunjuk dan kehendak Tuhan. Amin.

Bagaimana menjabarkan hal tersebut, maka pengalaman adalah guru yang terbaik. Learning by doing. Pahami, pegang prinsipnya, doakan, dan praktekkan dalam keseharian. Jatuh bangun, turun naik, itu biasa. Misalnya, coba setiap bangun pagi mulailah dengan berdoa, ekspresikan rasa sayang sama istri dan anak, membagikan firman Tuhan (bagi hamba Tuhan), lantas urusan pekerjaan (bila ada), dan seterusnya. Sebelum tidur menutup hari, lakukan yang sama. Sederhana, dan tidak susah.

Firman Tuhan hari Minggu ini untuk kita adalah Mat. 13:31-33, 44-52. Seperti minggu lalu, nas ini masih tentang Kerajaan Sorga, dan ada lima perumpamaan yang diberikan Tuhan Yesus. Pertama, Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, yang ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji sesawi yang paling kecil, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya (ayat 31-32). Kedua, Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat (sekitar 36 liter), sampai khamir atau berfermentasi seluruhnya (ayat 33).

Perumpamaan ketiga, Kerajaan Sorga itu seperti harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu (ayat 44). Keempat, Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu (ayat 45-46). Terakhir, kelima, Kerajaan Sorga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan. Setelah penuh, pukat itupun diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam pasu (jambangan besar) dan ikan yang tidak baik mereka buang (ayat 47-48).

Ada tiga pesan inti dari kelima perumpamaan tersebut. Yang pertama, dari perumpamaan ketiga dan keempat, setiap orang harus tahu apa yang terbaik diinginkan dan dicarinya dalam kehidupan ini. Firman Tuhan berkata, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Mat. 6:33). Jadi jelas, Tuhan dan Kerajaan Allah atau Kerajaan Sorga adalah yang utama. Jangan menempatkan harta ingin kaya, jabatan tinggi, pekerjaan, dan bahkan membuat keluarga nomor satu. Jika hanya sesekali dalam situasi tertentu keluarga lebih penting, ya tidak apa-apa. Fleksibel sesekali boleh, tapi kalau keseringan ya sudah tidak berprinsip. Beranilah memilih yang terbaik. Tetap teguh pegang prinsip seperti saya sebutkan di atas, urutannya: Tuhan, keluarga, pelayanan, pekerjaan dan yang lainnya lihat situasi faktualnya. Jika tidak dalam pelayanan, pekerjaan mendahului pelayanan, ya tidak apa-apa. Wajar, ada masa dan panggilannya.

Pesan kedua dari perumpamaan pertama dan kelima, hidup perlu keseimbangan dan melihat berjangka panjang. Jangan menilai terlalu cepat, melihat pendek. Hidup seperti berinvestasi, pintar-pintar memilih dan mengisi pada keranjang yang benar. Lihat yang terpendam juga, jangan mau dikelabui oleh kenikmatan mata saja. Terlalu banyak menghabiskan waktu yang sia-sia, seperti terlalu banyak main WA atau ngobrol ngadol-ngidul tanpa hasil, sampai melupakan waktu untuk Tuhan dan pekerjaan dan pelayanan, tentu itu tidak baik. Aturlah waktu dan atur hidup kita sehingga tahu prioritas dan terbaik yang diinginkan oleh Tuhan.

Terakhir, dari pesan perumpamaan kedua, menjalani kehidupan ini perlu mengubah sesuatu, menjadi berkat, dan dijalankan totalitas. Ragi hanya sedikit, tetapi mengubah terigu seluruhnya dan bekerjanya tidak kelihatan. Sedikit tetapi efektip. Kerja keras baik, tetapi kerja cerdas perlu mendampinginya. Jadi janganlah misalnya merasa lelah setiap malam, tetapi jika dipikirkan sebenarnya tidak ada yang kita hasilkan hari itu bagi Tuhan, keluarga dan orang lain. Itu sebuah ironi. Maka buanglah yang tidak perlu dan menggantinya dengan yang baru dan lebih baik (ayat 52).

Mereka yang memilih Kerajaan Sorga sebagai pilihan utama hidup, pasti sudah merasakan dan menikmatinya saat ini. “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm. 14:7). Mereka yang memilihnya, tidak semata menjadikan hidupnya berharga dan sukacita, tetapi juga mebawa berkat dan sukacita bagi orang lain. Dalam nas paralel menurut leksionari minggu ini Rm. 8: 26-39 dikatakan, tak terpisahkan kita dari kasih Allah, dan Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi Dia (Rm. 8:28).

Pada akhir perumpamaan-Nya, Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa di akhir kehidupan ini, “malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi” (ayat 49-50). Ngeri kali, dan itu pasti terjadi. Kita diminta untuk mengerti dan memilih. Seperti Tuhan Yesus bertanya: “Mengertikah kamu semuanya itu?” Para murid menjawab: “Ya, kami mengerti” (ayat 50-51). Semoga kita juga mengerti. Dan lakukanlah itu. Do it, today. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 15 guests and no members online

Login Form