Sunday, May 19, 2024

Khotbah Minggu 2 Nopember 2014

Khotbah Minggu 2 Nopember 2014

 

Minggu XXI Setelah Pentakosta

 

HIDUP SESUAI DENGAN KEHENDAK ALLAH

(1Tes 2:9-13)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yos 3:7-17 atau Mi 3:5-12; Mzm 107:1-7, 33-37 atau Mzm; Mat 23:1-12

 

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> klik Pembinaan -> Teologi

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas 1Tes 2:9-13 selengkapnya:

 

2:9 Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu. 2:10 Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya. 2:11 Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, 2:12 dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya. 2:13 Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi -- dan memang sungguh-sungguh demikian -- sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya.

 

--------------------------------

 

Pendahuluan

Pada bagian awal pasal 2 ini dijelaskan tentang bagaimana manusia yang tidak layak karena dosa dan kelemahannya dijadikan Allah menjadi layak untuk melayani-Nya, terutama dalam membawa dan menyiarkan kabar tentang Tuhan Yesus. Manusia pasti bersyukur dan merasa terhormat diberi tugas melayani tersebut, yang dapat dilakukan dengan pelayanan langsung maupun tidak langsung. Injil adalah karya Allah yang begitu dalam dan luas sehingga tidak seorang pun dapat mengklaim akan batasan dan cakupan pelayanan kabar baik tersebut, sepanjang semua dilakukan dengan kasih dan demi kemuliaan nama Tuhan Yesus. Hanya untuk dapat melakukan tugas pelayanan itu diperlukan pola hidup yang mendukung, sehingga pelayanan tidak menjadi batu kerikil sandungan bagi gereja dan kemuliaan Tuhan Yesus. Melalui nas minggu ini kita diberikan pengajaran hal tersebut sebagai berikut:

 

Pertama: Hidup bekerja keras dan berkarya dengan Injil (ayat 9)

Allah menghendaki setiap orang percaya menjadi pembawa dan penyiar berita tentang keselamatan yang telah diperolehnya melalui Tuhan Yesus. Sukacita anugerah yang diperolehnya harus dibagikan kepada semua orang, khususnya bagi mereka yang belum pernah mendengar tentang kasih Allah yang begitu besar melalui Tuhan Yesus yang menebus manusia dari segala beban dosa dan ketakutan. Pembawa berita dalam hal ini berarti utusan atau duta yang dalam Alkitab disebut dengan Rasul dan setelah para rasul menuliskannya maka utusan disebut sebagai pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar (Ef 4:11, kita mengabaikan adanya Rasul dan Nabi saat ini).  Kita tidak perlu membatasi gambaran penginjil itu harus pengkhotbah atau pemimpin kelompok Pemahaman Alkitab (PA), sebab dalam teori penginjilan juga disebutkan tindakan perbuatan kasih yang didasarkan atas iman dan dinyatakan atau diekspresikan dalam nama Tuhan Yesus, itu hakekatnya adalah perbuatan pekabaran dan penyiaran Injil. Kita juga tidak terlalu perlu menguji bahwa seorang penginjil atau peyanan sosial harus disertai dengan kuasa-kuasa atau tanda-tanda mukjizat hebat (Mat 10:1–4; Mrk 16:20; Luk 9:1–6), sebab karya mereka bisa menjadi mukjizat kecil dalam kehidupan orang lain. Para rasul dan nabi sebagaimana di Alkitab benar telah diberikan kuasa itu yang kemudian menjadi dasar gereja dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru yang membuat kekristenan menjadi seluas sekarang ini (Kis 2:42–43, dll).

 

Adalah menjadi kebiasaan pada masa gereja mula-mula, apabila para penginjil atau pengajar (agama dan filosofi) datang ke satu kota, mereka mendapatkan bayaran atau tinggal di rumah-rumah pendengar/anggota. Mereka ini juga merasa mendapatkan suatu kehormatan dapat menjamu para guru ini. Namun kebiasaan tinggal itu umumnya hanya untuk beberapa hari saja, sebab yang menjamu juga akan merasa terbeban dan berat. Apabila ada keinginan mereka untuk tinggal lama dan menjadi beban, maka dapat dipastikan mereka adalah penginjil dan guru-guru palsu. Meski Rasul Paulus mengatakan dalam suratnya yang lain, “Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu (Gal 6:6; 1Kor 9:13-14; 2Kor 11:9), itu semua harus dilakukan dengan sukarela dan kasih. Perlu juga diperhatikan pada masa itu sesuai pandangan Yunani, mereka yang bekerja dengan fisik dan kasar, itu dinilai sebagai kerja budak dan sangat rendah dibandingkan dengan mereka yang tugasnya lebih banyak berpikir dan di dalam ruangan.

 

Rasul Paulus memahami situasi itu sehingga ia merespon dengan tindakan nyata. Ia lebih memilih bekerja sebagai pembuat kemah/tenda (Kis 18:3) sehingga tidak menjadi beban bagi orang percaya di Tesalonika (band 5:13). Ia memperlihatkan kerja keras dengan bekerja siang dan malam untuk dapat menghidupi diri mereka sendiri, mengatur waktu sebelum matahari terbit agar cukup waktu untuk memberitakan Injil. Rasul Paulus mengatakan, “Tetapi aku tidak pernah mempergunakan satu pun dari hak-hak itu” (1Kor 9:15a; 2Kor 12:13; 2Tes 3:8). Sikap ini penting bagi semua pekerja Allah agar tidak menuntut yang lebih banyak dari jemaat yang dilayani, sebab yang utama adalah bagaimana nama Tuhan diperluas dan dipermuliakan. Ini menjadi batu ujian motivasi bagi siapa saja sebagaimana Rasul Paulus, sebab seperti yang dikatakannya, “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil (1Kor 9:16b). Seorang pembawa dan penyiar Injil dengan firman dan/atau kasih yang layak bagi Tuhan seyogianyalah memberikan pengajaran yang benar, membuktikan motivasi yang baik dan siap memberikan pengorbanan dengan kerja keras sebagai wujud kasih yang besar terhadap jemaat.

 

Kedua: Menguatkan hati seorang demi seorang (ayat 11)

Ketika seorang menjadi pembawa dan penyiar berita Injil maka tugas kegembalaannya hanya sebatas dari mimbar atau saat pengajaran, meski sesekali perlu memperlihatkan kepedulian dan kasih pada mereka yang pernah diajarnya. Akan tetapi ketika ia menjadi seorang gembala yang bertanggungjawab penuh terhadap pertumbuhan rohani jemaat tersebut, maka ia memiliki tanggungjawab yang besar dan tidak mudah. Ada beberapa tanggungjawab seorang gembala yang secara umum dirumuskan sebagai berikut:

 

  1. Mengajarkan ajaran yang benar dan sehat (2Tim 2:25, 3:14-17)
  2. Menumbuhkan iman jemaat (1Tim 4:6-7, 16; 2Tim 1:14)
  3. Mendisplinkan jemaat (Mat. 18:17; 1Kor 5:13)
  4. Menemukan karunia rohani yang tepat (kuasa Allah yang bekerja)
  5. Menjadi teladan (1Tim 1:16) dengan hubungan yang penuh kasih
  6. Memberitakan Injil dengan metode-metode yang sudah terbukti dan memikul tanggungjawab dalam pertumbuhan
  7. Belajar dan bekerja keras terus menerus  
  8. Membangun struktur pelayanan yang tepat guna – adanya delegasi
  9. Berfikiran posibilitas (serba mungkin) dengan memberdayakan dan dinamis

 

Pada bagian pertama pasal 2 ini Rasul Paulus memberikan gambaran pelayanan itu seperti seorang ibu yang mengasuh dan merawat anaknya. Seorang ibu jelas merawat dan mengasuh dengan kelemahlembutan,  sebagai bagian dari buah-buah Roh dan penyangkalan diri, dan memberi hidupnya kepada orang yang dikasihi. Seorang ibu yang merawat anaknya pastilah dengan sepenuh hati dan biasanya rela untuk meninggalkan pekerjaan atau karirnya. Pada bagian kedua ini Rasul Paulus sebaliknya mengibaratkan peran gembala seperti bapa terhadap anaknya. Seorang bapa yang mengasihi pasti tidak akan mengabaikan keamanan dan kepedulian terhadap anak-anaknya, yang membiarkan anak-anaknya berjalan ke arah situasi yang membuat anak-anaknya celaka dan bahkan jatuh fatal. Oleh karena itu, peran nasihat untuk membangun kedisiplinan itu sangat penting pada anak. Peran itu perlu ditambah dengan menghibur dan menguatkan apabila dalam kebimbangan, kesukaran atau kesedihan. Itu merupakan kombinasi yang baik dan ideal. Disiplin diperlukan bukan sebagai hukuman melainkan untuk pengajaran dan kebaikan. Dengan demikian pasal 2 ini menjadi lengkap, yakni gambaran peran gembala seperti seorang ibu memberikan kasih dengan mengasuh dan merawat penuh keramahan dan kelemahlembutan, serta seperti seorang bapa memberikan nasihat dan latihan serta kedisiplinan (1Kor 4:14, 20). Gambaran ini memang pengaruh dari budaya patrialkal Yahudi, yakni ayah bertugas menasihati dan ibu bertugas untuk merawat.

 

Dengan cara yang sama, kita juga perlu membawa mereka yang baru percaya dan menerima Tuhan Yesus di dalam kepak sayap kita, sampai mereka bisa mampu berdiri teguh dengan imannya. Kita perlu membantu mereka yang imannya sulit bertumbuh menjadi cukup kuat untuk meyakinkan akan kebenaran firman. Seorang yang melayani (baik sebagai gembala, penginjil atau pelayanan lainnya) haruslah memberi perhatian seperti seorang ibu dan bapa, dengan merawat, menasihati dan menuntun satu per satu sehingga setiap orang percaya baru itu memiliki keteguhan iman dan dapat menjadi sumber buah yang baru. Seorang gembala atau penginjil bahkan orang percaya yang baik harus menempatkan jemaat dan orang percaya lainnya seperti seorang anak yang perlu bimbingan asuhan orangtua.

 

Ketiga: Hidup sesuai dengan kehendak Allah (ayat 10, 12)

Bagian ketiga ini kita menggabungkan ayat 10 dengan ayat 12 sebab keduanya memiliki hubungan yakni pola hidup dan keteladanan. Sebagai orang percaya kita hidup harus dengan nilai-nilai baru sesuai dengan rencana Allah bagi seluruh umat yakni terciptanya keadilan dan kebenaran yang berdasarkan kekudusan. Adil dan benar merupakan tujuan utama semua hukum termasuk hukum Allah. Kesalehan dan kekudusan dalam hal ini memegang kata kunci, sebab hal yang biasa jemaat Tesalonika lihat adanya pemujaan terhadap dewa Aphrodit yakni dewa lambang kesenangan dan hawa nafsu di wilayah tersebut. Masalah moralitas dan sex termasuk prostitusi ini menjadi perhatian firman Tuhan agar orang Tesalonika khususnya mereka yang bukan orang Yahudi yang masih ikut terlibat ritual dewa tersebut menjadi bertobat (band. 4:5). Memang pada masa itu situasi menjadi longgar sebab masalah moralitas dalam kontek etika bukan menjadi bagian dari pengajaran agama tetapi lebih kepada tugas para filsuf.

 

Rasul Paulus mendorong dan menguatkan jemaat Tesalonika untuk melakukan hal yang sama seperti dia lakukan, sehingga mereka-mereka ini menjadi teladan yang akan diikuti oleh orang yang sesat dan belum menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya. Mereka telah menjadi saksi bagaimana Rasul Paulus hidup dengan berlaku adil, saleh dan tidak bercacat selama tinggal di Tesalonika. Saksi mata ini penting, sebab Tuhan melihat hati dan motivasi yang kadang dapat dimanipulasikan oleh manusia (band. Rom 1:9). Orang percaya dapat menilai orang percaya sebatas yang dilihat tadi. Sikap menjaga hidup tetap agar tidak bercacat itu sangat penting bagi orang percaya, sebab kita semua telah ditebus dan dibayar lunas. Kematian Tuhan Yesus di kayu salib sangat berharga untuk pengganti dan penebus diri kita yang seharusnya mati karena dosa-dosa kita. Oleh karena itu, toleransi terhadap dosa harus nol, meski ketika jatuh kembali akibat kuatnya iblis dan kedagingan, Tuhan Yesus kembali membuka pengampunan sepanjang dengan hati yang menyesal dan tulus. Sikap inilah yang sangat berharga di hadapan Allah.

 

Mereka yang setia melakukan hal tersebut sebenarnya yang disebut dipanggil ke dalam kerajaan dan kemuliaan-Nya. Dipanggil dalam hal ini berarti berlakunya kedaulatan Allah untuk memilih dan menentukan (Rm 8:28-29). Pengertian kerajaan dalam hal ini memiki dua dimensi (1Kor 15:23-27), yakni dimensi saat ini dan saat nanti di kekekalan yang keduanya berhakekat damai sejahtera. Semua itu terjadi tatkala kita menempatkan Yesus sebagai Raja dan mengikuti perintah-Nya. Mereka yang hidup berdasarkan daging dan mengikuti keinginan iblis tidak layak menjadi anak-anak dan hamba-Nya serta tidak berhak masuk ke dalam kerajaan-Nya (1Kor 6:9, 10; Kol 1:13; Ef 5:5; Gal 5:21). Kalau ada yang tidak bisa melihat kebaikan Tuhan dan tidak harus hidup dalam damai sejahtera dan merasa berhutang untuk melayani-Nya, pasti ada yang salah dalam pikirannya. Maka kini, apakah masih ada di dalam bagian hidup kita yang tidak sesuai dengan kehendak Allah? Kalau demikian halnya, apakah kita layak menjadi utusan dan saksi-Nya? Pernahkah kita bayangkan: Apa yang akan orang lain pikirkan tentang Tuhan Yesus dengan melihat yang kita lakukan? Apakah kemuliaan itu masih menjadi milik kita? Firman Tuhan mengatakan, Sebab itu aku menasihatkan kamu, … supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu” (Ef 4:1; band. 4:17).

 

Keempat: Firman Allah bekerja di dalam kamu (ayat 13)

Rasul Paulus mengatakan bahwa firman Allah terus bekerja di dalam hati dan hidup orang percaya. Ia menegaskan bahwa firman yang disampaikan (melalui pedengaran atau penglihatan - dengar, baca dan lihat) tidak semata-mata sebuah pidato atau informasi/dokumen, melainkan sebagai sumber kebenaran yang pasti dan teruji. Perjalanan panjang firman Tuhan Yesus sejak diucapkan langsung maupun melalui inspirasi kepada para rasul yang menuliskan, serta didasarkan pengalaman langsung hidup mereka, ini semua menjadi bukti bahwa firman yang tertulis itu bukan semata-mata perkataan manusia (1Kor 11:23; 15:1, 3). Manusia sebagai penulis dipakai Allah sesuai dengan kehendak Allah dan rencana Allah sesuai dengan kepribadian dan lingkungan penulis. Proses kanonisasi yang demikian panjang juga menjadi bukti bagaimana Allah bekerja dalam semua hal itu, dan terutama semua itu merupakan perjalanan penuh dengan kisah derita tangisan dan airmata tanpa sedikit pun dibalas dengan usaha kekerasan. Itulah firman Allah yang benar dan itulah kekristenan.

 

Alkitab yang kita pegang di tangan kita penuh dengan kuasa yang nyata dan hidup. Firman ini mengubah kehidupan sebagian besar hidup manusia di bumi ini dan terus bertambah setiap hari. Selama 2000 tahun sejak Yesus mengucapkannya dan seluruh kisah di Kisah Para Rasul, menjadi bukti teruji meski sebelumnya ada yang meragukan bahwa itu isinya akan dilupakan orang. Oleh karena itu Rasul Paulus mengatakan ia bersukacita sebab firman itu telah mereka terima. Firman itu bekerja ketika saat mulai diterima baik oleh pendengaran atau penglihatan, kemudian bekerja dalam hati manusia dengan cara dua hal. Pertama, melalui kesadaran manusia itu sendiri ketika firman itu didengar atau dibaca kemudian direnungkan dan menghasilkan respon sambutan (Rm 10:10, 17; 1Te 1:6). Sambutan dapat atas kemauan manusia itu sendiri tetapi juga ada kedaulatan Allah yang bekerja yang membuat manusia itu tunduk dan patuh atas kehendak-Nya dengan firman sebagai sarananya (band. Luk 11:28; Rm 1:16; 1Ptr 1:23).

 

Maka bacalah firman Allah yang hidup itu dan teruslah membaca. Firman Allah kekuatan yang mengubahkan (1Tes 1:8; Ibr 4:12). Memang akan terjadi peperangan rohani antara pikiran dan roh manusia dengan iblis jahat yang menggoda pikiran kita. Namun dengan kuasa pertolongan Allah, firman itu akan menang dan selalu benar. Oleh karena itu, dorong juga teman-teman yang lain untuk ikut membaca. Dorong yang belum mengenal Tuhan Yesus untuk membaca dan mengenal Tuhan Yesus. Bagi mereka yang melakukannya, yang sungguh-sungguh rindu untuk belajar akan disentuh dan dipenuhi dengan kuasa itu, maka mereka tidak akan pernah menjadi manusia yang sama. Dengan firman itu, kuasa Allah bekerja sebagaimana dikatakan, “Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu” (Flp 4:9).

 

Penutup

Melalui firman Tuhan pada minggu ini kita diberikan pengajaran tentang perlunya bekerja keras dalam hidup ini sambil tetap dalam pelayanan. Setiap orang percaya mesti masuk dalam pelayanan meski dalam bentuk tidak langsung. Akan tetapi pelayanan yang sepenuhnya bagi pemberitaan Injil membutuhkan dukungan agar mereka dapat lebih berbuah banyak. Rasul Paulus sendiri memberi keteladanan dengan bekerja keras sebagai pembuat tenda agar tidak menjadi beban jemaat. Penginjil dan pelayan serta orang percaya harus peduli dengan sesama memberikan perhatian dengan dukungan moril dan doa. Nasihat dan keramahan adalah wujud kasih seperti seorang bapa dan ibu bagi anak-anaknya. Tetapi yang terutama adalah setiap anak-anak Tuhan harus hidup sesuai dengan kehendak Allah, dengan berlaku saleh, kudus, adil dan benar. Sebab bila hal itu diabaikan maka menjadi batu sandungan. Kita tidak perlu pesimis atau kuatir tidak dapat melakukan semua itu, bahkan bersyukur sebagaimana Rasul Paulus, sebab kita adalah orang-orang yang dipanggil dan firman Allah yang kita pelajari dari pendengaran dan bacaan, akan bekerja dengan kuasa di dalam hati setiap orang percaya sehingga kita berhak atas kerajaan dan kemuliaan kelak pada masanya.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci yang terkait didahului kata humor atau joke).

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 15 guests and no members online

Login Form