Tuesday, June 17, 2025

2025

Khotbah (3) Minggu Pertama Setelah Pentakosta – Minggu Trinitas

Khotbah (3) Minggu Pertama Setelah Pentakosta, Minggu Trinitas - 15 Juni 2025

 

 HIKMAT ATAU KEMUNAFIKAN? (Ams. 8:1-31)

 

 “Aku, hikmat, tinggal bersama-sama kecerdasan, dan aku mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan” (Ams. 8:12)

 

 

Salam kasih dalam Kristus.

 

 

 

Hari ini Minggu Trinitas, minggu yang meneguhkan iman percaya kita tentang Allah dalam tiga wujud, Satu hakekat: Bapa, Anak dan Roh Kudus.  Ini satu seri rangkaian yakni Allah Bapa mengaruniakan Tuhan Yesus yang turun ke bumi di hari Natal; melayani, mati, dan bangkit serta naik ke sorga. Kemudian turunlah Roh Kudus yang kita rayakan minggu lalu.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari minggu ini dari Ams. 8:1-31. Judul perikopnya: Wejangan hikmat. Renungan paralelnya menurut leksionari adalah Mzm. 8; Rm. 5:1-5 dan Yoh. 16:12-15. Dua nas terakhir renungannya dapat dibaca di website www.kabardaribukit.org. Amsal ini berbicara tentang hikmat. “Bukankah hikmat berseru-seru, dan kepandaian memperdengarkan suaranya? .... Hai, para pria, kepadamulah aku berseru, kepada anak-anak manusia kutujukan suaraku” (ay. 1, 4).

 

 

 

Hikmat lebih berharga daripada permata (ay. 11). Maka, manusia perlu mencarinya dan menemukan kebenaran yang sejati di dalam Tuhan Yesus. Sebagaimana penulis Amsal, Raja Salomo, melihat dengan imannya keberadaan hikmat di dalam Tuhan Yesus. “TUHAN telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala.” Ayat berikutnya menjelaskan bahwa anak manusia telah ada sebelum dunia dijadikan, sebelum air samudera raya ada, langit masih dipersiapkan, sebelum diberi batas kepada laut, Hikmat dan Tuhan Yesus telah ada (ay. 22-31).

 

 

 

Kini pertanyaan bagi kita, bagaimana kita menghargai hidup yang kita jalani saat ini? Apakah dengan banyaknya uang dan harta yang kita miliki? Atau, jabatan yang ada dan pernah kita pegang? Tentu baiknya tidak begitu. Apalagi, harta yang kita miliki diperoleh dari cara-cara yang tidak berkenan kepada Tuhan. Atau, jabatan yang kita emban saat ini, kita dapatkan dengan mengorbankan pertemanan dan persaudaraan, bahkan iman kita. Atau, kita mengemban jabatan tapi tanpa ada tanggung jawab.

 

 

 

Janganlah sampai kita jauh dari lingkungan pertemanan dan persaudaraan. Terlebih, jika itu terjadi karena kita menilai diri sendiri terlalu berlebihan. Sebuah ilustrasi gambar memperlihatkan bahwa manusia yang menilai dirinya sangat hebat dan memandang kecil orang lain, sebenarnya ia seperti memandang dari atas bukit. Sebaliknya juga terjadi, bagi orang yang dipandang kecil tadi, dari bawah ia melihat orang yang di atas bukit juga kecil. Jadi, sami mawon, sarua wae, dos, sama saja.

 

 

 

Orang yang dalam pimpinan hikmat-Nya, hidupnya berharga di mata Allah dan juga menjadi berkat bagi sesama. Orang yang berhikmat takut akan Tuhan (Ams. 1:7). Ia membenci kejahatan dan tipu muslihat (ay. 13). Dalam hikmat ada pengetahuan, kebijaksanaan, dan kemampuan untuk melakukan hal yang baik dan benar, bertanggung jawab, serta nasihat, pengertian dan kekuatan (ay. 12-16).

 

 

 

Oleh karena itu, janganlah kita hidup di dalam dua dunia: satu kebenaran dari hikmat Tuhan, dan satu lagi dari kebenaran diri sendiri. Ini adalah kemunafikan; tidak satunya kata dengan perbuatan dan sikap hidup sehari-hari. “Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah” (1Pet. 2:1).

 

 

 

Mari menanyakan diri kita, apakah sudah berhikmat dengan penuh kasih dan tidak mengorbankan orang lain untuk memperoleh apa yang kita dapatkan saat ini? Roh Kudus, Roh Kebenaran, itulah yang membimbing kita kepada kebenaran sejati, hidup seturut dengan firman Tuhan. “Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan” (Mat. 23:28).

  

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 8 Juni 2025

Kabar dari Bukit

 JANGAN GELISAH DAN GENTAR (Yoh. 14:25-27)

 “Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan Aku memberi kepadamu tidak seperti dunia memberi. Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Yoh. 14:27)

 

Hari Minggu ini adalah hari raya Pentakosta, disebut juga Hari Pencurahan Roh Kudus dan Hari Lahirnya Gereja. Tentu kita sudah merasakan manfaat dan pentingnya bergereja dalam kehidupan iman dan persekutuan. Alkitab juga memerintahkan untuk tidak menjauh dari persekutuan ibadah tersebut (Ibr. 10:25).

 

Firman Tuhan bagi kita hari Minggu ini adalah Yoh. 14:25-27; ini bagian Yoh. 14 yang berisi pesan-pesan Tuhan Yesus sebelum Ia ditangkap dan disalibkan. Pasal 14 ini dibuka dan  diulangi pada ayat 27 dengan pesan: Jangan gelisah hatimu. Kita bisa membayangkan para murid-Nya, saat situasi belum kondusif dan banyak yang memusuhi, Yesus pergi.

 

Menghadapi situasi itu, Yesus meneguhkan meski Ia pergi, akan ada “Penolong, yaitu Roh Kudus,... Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan mengingatkan kamu akan semua yang telah kukatakan kepadamu” (ay. 25). Dan kita tahu janji Yesus ini telah digenapi pada peristiwa di kamar atas, tatkala kuasa Roh Kudus dicurahkan berbentuk tiupan angin keras dan lidah nyala api (Kis 2:1-21).

 

Hal kedua yang disampaikan tentang damai sejahtera dari-Nya (Yunani Eirene; Ibrani  Shalom). Damai sejahtera dari Yesus tidak sama dengan yang diberikan oleh dunia (ay. 27b). Kita boleh saja merasakan damai dalam konteks dunia, artinya tidak ada perang, konflik dan permusuhan (KBBI); dan sejahtera dalam arti pekerjaan mantap, fisik sehat, makmur memiliki kekayaan. Tapi sejahtera duniawi bila tidak bijak, membawa kepada keserakahan, kesombongan, bahkan stres dan cemas, membuat hidup kita tidak fokus pada Allah.

 

Ini berbeda dengan damai sejahtera yang diberikan Tuhan Yesus. Damai-Nya akan memenuhi kesejahteraan rohani kita, dalam wujud ketentraman, keselarasan, kebahagiaan dan hubungan baik dengan Tuhan Pencipta dan sesama. Damai sejahtera Yesus, memberi ketenangan akan keselamatan kekal dan kepastian berjalan bersama-Nya sepanjang hidup.

 

Ketiga, Roh Kudus yang diberikan kepada kita adalah Roh Penolong, Penghibur, Pembela, dan Roh Kebenaran. Nas ini menegaskan bahwa Roh Kudus “akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (ay. 26b). Kita yang sudah dibekali sejak mengaku percaya, tentunya tidak ingin kehilangan tujuan dan makna hidup sesuai rencana-Nya; Roh Kudus yang akan menjaganya.

 

Kunci damai sejahtera di dalam Yesus adalah memahami kebenaran sebagaimana dituliskan pada Rm. 14:17. Kerajaan Allah atau sorga bukan soal makanan dan minuman (termasuk harta), melainkan tentang kebenaran, damai sejahtera dan sukacita. Damai sejahtera tidak mungkin terjadi jika tidak tahu kebenaran keselamatan dalam Yesus dan hal utama dalam hidup. Hal lainnya: mengenal firman-Nya, rajin berdoa dan bersekutu, menjauhi pergaulan buruk, tahu dampak dosa, dan berkomitmen.

 

Terakhir, sebagaimana murid, dalam menjalani kehidupan, kita tentunya menghadapi masalah. Atau, tujuan hidup masih tidak jelas, tiada ketenangan jiwa, gelisah dan gentar pun melanda. Nas minggu ini mengingatkan, Yesus dan Roh Kudus ada dan hadir menolong kita. Mungkin tidak langsung menyelesaikan masalah seperti kita mampu membayar hutang atau dapat pekerjaan setelah di PHK, tapi Roh Kudus, Allah kita yang hidup, akan memberikan penghiburan dan pembelaan serta menolong kita keluar dari masalah yang dihadapi. Selamat berkarya bersama Roh Kudus.

Selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu (2) Hari Raya Pentakosta 8 Juni 2025

Khotbah Minggu (2) Hari Raya Pentakosta

 

 HARI PENTAKOSTA (Kis. 2:1-21)

 

             Firman Tuhan bagi kita pada Minggu Pentakosta ini (dikenal juga sebagai hari pencurahan Roh Kudus dan hari lahirnya gereja) diambil dari Kis. 2:1-21. Nas ini memberitakan hari perayaan Pentakosta dan khotbah Rasul Petrus. Para murid Tuhan Yesus sedang berkumpul di lantai atas salah satu rumah. Mereka menantikan janji-Nya pasca kenaikan-Nya, kemudian melihat lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Mereka pun penuh dengan Roh Kudus, lalu mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya (ayat 2-3).

 

 

 

            Hari Pentakosta atau lima puluh hari setelah Paskah, di PL berarti hari peringatan umat Israel keluar dari perbudakan di Mesir dan pemberian hukum Taurat kepada Musa. Hari itu juga dijadikan sebagai festival pengucapan syukur untuk musim panen gandum yang tiba. Ini hari sukacita, umat berkumpul di Yerusalem, mempersembahkan korban sajian kepada Tuhan yang datang dari segala penjuru (Im. 23:15; Bil. 28:26).

 

 

 

            Tetapi dalam PB, Hari Pentakosta adalah lima puluh hari setelah kebangkitan-Nya, dan hari itu Tuhan Yesus menggenapi janji-Nya, Penolong yang lain yakni Roh Kudus tercurah dan para murid kemudian berkata-kata dalam bahasa lain yang justru dimengerti para jemaat yang hadir, yakni tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah. Ada yang menyindir dan mengatakan para murid mabuk anggur (ayat 13), itu biasa. Tak kenal maka tak sayang. Tak merasakan maka tak bersimpati.

 

 

 

            Rasul Petrus kemudian mencoba menjelaskan peristiwa tersebut dengan mengutip kitab Yoel yang menulis, Roh Allah akan dicurahkan kepada manusia, para anak-anak bernubuat, taruna akan mendapat mimpi dan penglihatan. "Aku akan mengadakan mujizat-mujizat di langit dan di bumi: darah dan api dan gumpalan-gumpalan asap. Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya hari TUHAN yang hebat dan dahsyat itu" (Yoel 2:28-32). Rasul Petrus kemudian mengkaitkannya dengan Tuhan Yesus dan datangnya akhir zaman, lantas menutup khotbahnya, berkata: "Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan" (ayat 21).

 

 

 

            Mereka yang tadinya ketakutan ditinggalkan Tuhan Yesus, kemudian merasakan kuasa Roh Kudus telah bekerja sebagai Penolong dan Penghibur, dan kemudian mereka pun berani keluar memberitakan firman Tuhan Yesus. Khotbah panjang Petrus di ayat lanjutannya, menghasilkan 3.000 jiwa menerima Yesus dan dibaptis. Itulah dasar hari Pentakosta dijadikan hari lahirnya gereja, yakni terwujudnya hubungan baru orang-orang percaya dengan Tuhan Yesus.

 

 

 

            Kita memperingati hari itu. Sebagai pribadi dan sebagai gereja, kita bersyukur, janji Tuhan telah digenapi dan Roh Kudus hadir bersama kita, selamanya. Tetapi perlu kita renungkan lebih dalam makna pencurahan Roh Kudus tersebut. Gereja hadir, kita percaya mukjizat terus terjadi, sebab kuasa Allah tidak terbatas, tetapi semua itu adalah alat. Pencurahan sejati itu mestinya seperti para murid, berwujud timbulnya semangat baru akan pekabaran Injil, menebarkan kasih anugerah, mengirim para penginjil untuk menjangkau dan menyelamatkan jiwa-jiwa baru yang menjadikan Yesus sebagai Juruselamat pribadi dan dunia. Bila itu tidak dilakukan, maka keberadaan kita dan sebagai gereja kita tidak lengkap. Perayaan menjadi kurang sempurna. Pentakosta adalah kuasa pekabaran, gereja untuk bersaksi meneruskan dan mewujudkan misi-Nya di dunia ini. Maka lakukanlah itu.

 Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kita sekalian! Amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu Hari Raya Pentakosta 8 Juni 2025

Khotbah Minggu Hari Raya Pentakosta

 

 YESUS DAN ROH KUDUS (Yoh 14:8-17)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari:

 

Kej 11:1-9; Mzm 104:24-34, 35b; Kis 2:1-21 atau Rm 8:14-17

 

 Pendahuluan

 

Minggu ini adalah hari raya Pentakosta atau disebut juga dengan Hari Pencurahan Roh Kudus dan Hari Lahirnya Gereja. Sebagaimana dijanjikan oleh Tuhan Yesus sebelum kenaikan-Nya ke sorga, Roh Kudus akan diutus untuk menolong para murid dan orang percaya. Peristiwa di kamar atas pada Kis 2:1-21 memperlihatkan kuasa Roh Kudus itu turun dan memenuhi para murid dan sempat menakutkan mereka. Namun, dalam kesempatan ini kita akan memfokuskan percakapan antara Filipus dengan Tuhan Yesus tentang Yesus dan Allah Bapa sebagai renungan kita. Pembicaraan tersebut juga secara tidak langsung berhubungan dengan keberadaan Roh Kudus yang kita peringati pencurahan-Nya pada hari minggu ini. Dari nats pembicaraan tersebut kita mendapatkan pelajaran sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: melihat Yesus adalah melihat Allah (ayat 9)

 

Ketika Filipus meminta kepada Tuhan Yesus: “Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami”,sebenarnya ia mengungkapkan kejujuran hatinya yang sangat dalam dan mungkin juga dari diri kita:bahwa semuaorang ingin dapat melihat Allah. Bahkan Ayub yang dekat dengan Allah juga tetap merindukan mendapatkan Dia (Ayb 23:3). Akan tetapi umat Israel pada masa itu sangat memahami bahwa Allah itu tidak dapat dilihat. Mereka mengetahui peristiwa Musa yang ingin melihat muka Allah akan tetapi hanya bisa melihat belakang-Nya, tidak dapat melihat wajah-Nya (Kej 33:12-23).

 

 

 

Bagi umat Israel, Allah menjadi manusia merupakan sesuatu yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin mereka bisa melihat-Nya, menyentuh-Nya dan bahkan bercakap-cakap dengan Dia. Bagi mereka, Allah lebih dari “RAJA” yang diam duduk dengan tenang penuh kuasa di takhta singgasana dan tidak perlu turun tangan ke dunia, terlebih harus bekerja untuk menghidupi diri-Nya. Sebagaimana kita ketahui, Yesus pada awalnya adalah seorang pekerja tukang kayu. Ini jelas sulit mereka terima, sebab Perjanjian Lama mengajarkan bahwa bekerja adalah sebuah hukuman karena perbuatan dosa manusia (Kej 3:19).

 

 

 

Namun di lain pihak, Allah tidak dapat membiarkan manusia terus menerus dikuasai dosa. Allah mengetahui iblis terus bekerja yang membuat manusia takluk padanya. Allah berpikiran bahwa pesan-pesan firman melalui nabi-nabi saja tidak cukup. Penyataan Allah melalui alam dan peristiwa-peristiwa tidak cukup membuat manusia untuk tetap taat dan setia kepada-Nya. Allah juga memegang janji-Nya bahwa keturunan “perempuan” itu harus meremukkan kepada sang ular pembuat dosa. Oleh karena itu Allah memutuskan menjadi manusia, mengutus Anak-Nya yang tunggal bagi pembebasan kita. Perlu disadari, Alkitab Perjanjian Lama memang tidak pernah membatasi diri-Nya dapat menjadi manusia. Allah bebas berkehendak dan mengekspresikan diri-Nya demi untuk menyelamatkan puncak kreasi ciptaan-Nya, gambar dan rupa Allah yang sudah retak, yakni kita manusia. Dengan Allah menjadi manusia dalam wujud manusia Yesus, maka mengenal Yesus berarti mengenal Allah Bapa.Filipus dan kita harus melihat ini dengan mata rohani, bukan mencari-cari wujud fisik-Nya agar Dia ada di depan mata kita sendiri.

 

 

 

Kedua: tidak melanggar monoteisme (ayat 10)

 

Salah satu serangan terhadap umat Kristen adalah tuduhan bahwa Allah kita itu tiga. Ada Allah Bapa, Allah Anak yakni Tuhan Yesus Kristus, dan ada Allah Roh Kudus. Kita seolah-olah dituduh membuat Allah tiruan yang jelas-jelas dilarang keras dalam perintah Sepuluh Hukum Taurat, yakni jangan membuat ilah lain dihadapan-Nya. Allah kita adalah Allah yang pencemburu. Ia sangat murka apabila kita memalingkan muka dan percaya kepada ilah yang lain. Apakah Tuhan Yesus dan Roh Kudus merupakan ilah yang lain? Apakah dengan keberadaan Tuhan Yesus dan Roh Kudus, Allah kita itu menjadi tiga? Ini jelas bukan demikian dan untuk itu perlu kita fahami.

 

 

 

Dalam Alkitab, acapkali penyebutan Allah memakai istilah jamak untuk diri-Nya sendiri (Kej 1: 26; 3: 22; 11: 7; Yes 6: 8). Injil Yohanes memperlakukan perikop Yesaya sebagai penglihatan Yesus (Yoh 12: 41). Ada juga sebutan mengenai Malaikat Tuhan yang disamakan dengan Allah tetapi berbeda dengan-Nya (Kel 3: 2-4; Hak 13: 2-22). Perjanjian Lama menyebutkan Roh Allah sebagai wakil pribadi Allah (Kej 1: 2; Neh 9: 20; Mzm 139: 7; Yes 63: 10-14). Ada juga disebutkan tentang hikmat Allah (Ams 8) sebagai perwujudan Allah di dunia, dan firman Allah sebagai ungkapan yang kreatif (Mzm 33: 1, 9; band. Kej 1: 26). Ada juga nubuat yang menyamakan Mesias yang sudah lama ditunggu-tunggu itu sama dengan Allah (Mzm 2; Yes 9: 5-6). Namun yang lebih utama, Allah itu adalah Allah yang Maha Kuasa. Ia memiliki hak proregatif untuk menetapkan keputusan bagaimana Ia menyampaikan pesan kepada manusia, bagaimana Ia menyelamatkan manusia, sebab yang paling utama adalah: Allah mengasihi manusia. Ia tidak perlu meminta nasehat atau persetujuan siapa pun. Allah mengasihi manusia oleh karena itu Allah menetapkan Ia menjadi manusia untuk menyelamatkan ciptaan yang dikasihi-Nya itu. Jadi keberadaan Tuhan Yesus (demikian pula halnya dengan Roh Kudus) hanyalah dalam Wujud, Oknum, Pribadi, tetapi Hakekat yang utama adalah Allah yang Tunggal, Allah yang tetap berdasarkan Monoteisme, dan itulah sebabnya disebut dengan Alllah Tritunggal.

 

 

 

Ada cara untuk memahami "perbedaan" antara Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus, yakni melihat dan menghubungkan fungsi atau peran yang berbeda dari masing-masing Oknum itu. Bentuk paling popular menghubungkan peran penciptaan dengan Bapa, penyelamatan dengan Anak, dan pengudusan dengan Roh Kudus. Paulus memberikan bentuk lain dalam Efesus 1, yakni pemilihan dihubungkan dengan Sang Bapa (ay. 4, 5, 11), penyelamatan dengan Anak (ay. 3, 7, 8) dan pemeteraian   dengan Roh Kudus (ay. 13-14). Tetapi "pemisahan" tugas ini tidak boleh memudarkan kebenaran mendasar mengenai keesaan Ilahi, yakni ketiga-Nya terlibat dalam kegiatan siapapun di antara ketiga Oknum itu. Misalnya, walaupun dalam penciptaan khususnya dikaitkan dengan Sang Bapa, namun juga dihubungkan dengan Anak (Yoh 1: 3) dan Roh Kudus (Yes 40: 13). Oleh karena itu dalam pengertian lain, Yesus adalah Allah yang kelihatan dan rupa yang nyata dari Allah yang tidak kelihatan. Sementara Roh Kusus adalah Allah yang dapat kita rasakan dan hayati dari Allah yang tidak kelihatan. Yesus dan Roh Kudus adalah penyataan yang sempurna dari Allah. Oleh karena itu, apabila kita mencari Allah yang tidak kelihatan, kebenaran dan realitas-Nya, maka kita dapat melihat dan merasakan dalam wujud Tuhan Yesus dan keberadaan Roh Kudus (Kol 1:15; Ibr 1:1-4).

 

 

 

Ketiga: percaya kepada pekerjaan-Nya (ayat 11-12)

 

Tuhan Yesus tidak berkata bahwa para murid melakukan mukjizat yang lebih besar, sebab membangkitkan orang mati adalah puncak dari mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Tetapi Yesus mengatakan bagaimana para murid harus melakukan sesuatu yang lebih besar yakni pergi ke seluruh dunia untuk mengabarkan Injil, keluar dari negeri Israel dan membawa seluruh bangsa kepada keselamatan. Apa yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus adalah Dia sudah melakukan hal yang besar dalam batasan masa inkarnasi-Nya yakni tiga tahun, maka para murid dan orang percaya tidak dibatasi oleh masa inkarnasi itu dan harus pergi ke seluruh muka bumi untuk mengabarkan kasih Allah kepada manusia dengan penyelamatannya. Itulah perbuatan yang sangat besar yang diawali oleh para murid. Kita bisa lihat pekerjaan para rasul lebih besar dalam "jumlah" dan jangkauan. Ini juga yang membuat kita memahami mengapa Tuhan Yesus perlu secara khusus memanggil Paulus menjadi murid-Nya, memperkuat para murid yang ditinggalkan-Nya.

 

 

 

Tuhan Yesus telah melakukan berbagai hal dalam tujuan-Nya untuk membawa manusia percaya kepada-Nya dan pesan yang dibawa-Nya dari Allah kita terima dengan ketaatan. Peristiwa lolosnya Dia dari cobaan iblis di padang gurun, serta puluhan mukjizat yang diberikan-Nya, penderitaan serta kematian untuk penebusan dosa kita, serta peneguhan Allah akan Dia melalui kebangkitan dan kenaikan ke sorga termasuk berbagai kejadian supranatural yang menyertainya, seharusnya telah cukup bagi kita untuk percaya kepada-Nya. Hal inilah yang Dia maksudkan, tetapi lihatlah pekerjaan-Nya, kita jangan mempersoalkan Pribadi-Nya, dan melalui pekerjaan-Nya itu tidak diragukan lagi bahwa Dia adalah Anak Allah, Allah yang berwujud manusia.

 

 

 

Untuk itu permintaan Tuhan Yesus bahwa kita saat ini bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari yang dilakukan-Nya, haruslah dilihat dalam pengertian yang luas dan berbeda. Kita tidak perlu membangkitkan orang mati untuk mengabarkan Injil. Akan tetapi pekerjaan kita membawa semakin banyak orang kepada Kristus yang tetap disertai dengan berbagai mukjizat dalam pengertian yang luas. Kenyataan yang ada dalam cerita-cerita di Kisah Para Rasul (Kis 2:41,43; 4:33; 5:12) tidak perlu harus sama identik dengan yang kita lakukan. Sebagaimana pekerjaan para murid yang dipenuhi kuasa Roh Kudus, pekerjaan dan pesan Tuhan Yesus itu menyebar ke seluruh dunia dan membuat pertobatan milyaran manusia untuk mengikut dia dan diselamatkan. Kita harus ikut dalam proses besar dan yang mulia itu.

 

 

 

Keempat: janji meminta di dalam nama-Nya (ayat 13-14)

 

Yesus berkata kita bisa meminta segala sesuatu (sekali lagi, segala sesuatu!!!) kepada Allah haruslah di dalam nama-Nya. Hal ini berarti ketika kita mengenal Allah maka kita mengenal-Nya melalui Yesus. Tuhan Yesus yang diberi kuasa dan kemuliaan sebagaimana Alkitab menjelaskannya. Maka ketika kita berdoa, kita berdoa dengan menggunakan kuasa dari Kristus (band Mat 28:19; Kis 3:6). Meminta segala sesuatu yang dikatakan Yesus, itu berarti apapun yang menjadi cakupan dan ruang lingkup doa kita, maka syaratnya hanya di dalam nama Yesus.

 

 

 

Hal ini sangat mudah dimengerti. Ketika kita membutuhkan sesuatu dalam realitas sehari-hari, maka tidak mungkin kita memintanya kepada seseorang yang tidak kita kenal. Kita bisa dianggap "pengemis" jalanan atau orang aneh. Kita hanya bisa meminta kepada orang yang kita kenal, atau paling tidak, orang yang dikenal oleh orang yang kita kenal. Dalam pengertian lain ada referensi. Maka ketika kita meminta kepada seseorang yang tidak kita kenal itu, dan kita menyebut nama yang kita kenal sebagai referensi, maka semuanya menjadi lebih mudah. Untuk itulah ketika kita meminta kepada Allah Bapa, diperlukan sebuah nama yang meneguhkan bahwa kita mengenal Dia dan itu nama itu adalah nama Yesus. Kita telah diberi "kuasa" dari Yesus untuk memintanya.

 

 

 

Kalau kita mengenal Tuhan Yesus, maka permintaan kita pasti disusun sesuai dan seturut dengan Pribadi Yesus, dan itu pasti sesuai juga dengan rencana dan kehendak Allah. Yesus yang saat ini duduk di sebelah kanan Allah Bapa tentu "memfilter" permohonan kita kepada-Nya. Apapun yang kita minta, tentu Yesus mengevaluasi apakah hal itu memang kita perlukan, butuhkan, dan yang terbaik bagi kita. Ketika kita meminta sesuatu yang tidak "sesuai" dengan rencana dan kehendak Yesus, maka sebetulnya kita tidak mengenal Dia. Maka pengabulan Allah atas permintaan kita adalah berdasarkan karakter Yesus itu sendiri. Kita tidak bisa memanipulasi nama Yesus untuk keinginan sendiri. Dan penting diingat, pengabulan ini hanya kepada yang percaya dan taat, yakni yang terus menerus berkesinambungan mengasihi Dia (Yoh 14:15).

 

 

 

Kelima: Roh Kudus penolong kita (ayat 16)

 

Yesus mengatakan akan pergi kepada Bapa dan akan mengirimkan Roh Kudus sebagai penolong para murid dan orang percaya (band. Yoh 16:7; Kis 1:8; 2:4). Sebagaimana Yesus, maka keberadaan Roh Kudus sebagaimana dijelaskan di atas merupakan kegenapan dari Allah Tritunggal sehingga peran masing-masing Pribadi Allah itu menjadi sempurna. Oleh karena keberadaan yang sementara itu, maka Roh Kudus yang menyertai sampai selama-lamanya (ayat 16).

 

 

 

Dari sisi lain kita juga dapat mengatakan bahwa ketika berhubungan dengan Allah, Yesus menjadi Jurubicara kita kepada Bapa dan Roh Kudus menjadi Jurubicara Allah kepada kita. Yesus mendengar namun “memfilter” segala permintaan kita dan Ia mengetahui apa yang terbaik untuk diberikan, sementara Roh Kudus mengajar kita untuk memahami maksud Allah dalam hidup kita dengan cara mengajar kita berdoa yang baik. Kalau kita berdoa tanpa bimbingan Roh Kudus, maka yang terjadi adalah doa kita akan lebih didominasi oleh keinginan pribadi dengan untuk menyenangkan dan memuliakan diri sendiri. Roh Kudus memimpin kita untuk mengajar meminta sesuai dan seturut dengan kehendak-Nya.

 

 

 

Roh Kudus bisa bekerja melalui bisikan ke dalam hati nurani sehingga kita tetap dalam pemeliharaan dan jalan yang berkenan bagi-Nya. Dia disebut sebagai Roh Kebenaran sebab bersaksi tentang kebenaran, menjelaskan tentang kebenaran, dan menyingkapkan hal-hal yang tidak benar untuk menuntun kita ke dalam kebenaran sejati (Yoh 16:8, 13; Yoh 18:37). Oleh karena peran yang demikian itulah kita dapat mengenalnya, namun dunia tidak akan mengenalnya. Semakin kita mengenalnya, maka kita akan mengetahui bahwa Ia diam di dalam diri kita.

 

 

 

Kesimpulan

 

Dalam minggu memperingati hari raya pentakosta dan sekaligus memperingati pencurahan Roh Kudus dan berdirinya gereja ini, kita diajar untuk memahami keberadaan Tuhan Yesus dan Roh Kudus, yang merupakan wujud atau Pribadi dari Allah dengan fungsi dan peran yang berbeda. Namun harus kita tetap ingat, hakekatnya Allah kita itu tetap satu, yakni Allah yang Esa, Allah dalam Tritunggal. Semua itu Dia lakukan hanya demi kasih-Nya kepada kita, agar kita dapat lepas dari dosa dan kuasa maut, ada Penolong agar kita lebih baik dan semakin berkenan kepada-Nya, untuk masuk dalam kerajaan-Nya yang penuh damai sejahtera dan kekekalan itu.

 

 Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kita sekalian! Amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah Minggu (3) Hari Raya Pentakosta

Khotbah Minggu (3) Hari Raya Pentakosta

 

 PERPECAHAN ORGANISASI (Kej. 11:1-9)

 

 “Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka,

 

sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing” (Kej. 11:7)

 

 

 

Saudaraku dalam kasih Yesus Kristus.

 

 

 

Di perkumpulan orang Batak dan juga di masyarakat, agak sering kita mendengar “perpecahan”. Suatu organisasi dan tadinya berjalan bagus, tetapi kemudian muncul lagi organisasi serupa dengan pengurus yang berbeda. Ini biasa terlihat pada perkumpulan marga-marga, atau sub-marga, dan sering mengejutkan hati dan menguras pikiran.

 

 

 

Minggu ini adalah hari raya Pentakosta atau disebut juga dengan Hari Pencurahan Roh Kudus dan Hari Lahirnya Gereja. Firman Tuhan di Minggu hari ini dari Kej. 11:1-9. Ini cerita Menara Babel, yang pasti pernah kita dengar. Awalnya, manusia satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya (ay. 6a). Tetapi kemudian manusia bersepakat dan berkata: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi" (ay. 4)

 

 

 

Melihat hal ini, Tuhan mengambil sikap: “Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing" (ay. 6b-7). “Demikianlah mereka diserakkan TUHAN dari situ ke seluruh bumi, dan mereka berhenti mendirikan kota itu. Itulah sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel” (ay. 8b-9).

 

 

 

Kembali ke masalah “perpecahan” dalam perkumpulan atau organisasi, mengapa hal itu terjadi? Apakah itu hal baik atau selalu buruk dan negatif?

 

 

 

Ada falsafah budaya orang Batak adalah Dalihan Na Tolu (Tungku Berkaki Tiga), yakni hubungan tripartit Dongan Tubu (rekan semarga), Hula-hula (marga istri dan ibu) dan Boru (perempuan yang semarga dengan laki-laki). Prinsip utama tiga tungku ini, bersikap hormat kepada hula-hula, bersikap kasih mengayomi kepada boru, dan bersikap kasih menghargai kepada dongan tubu. Jadi dalam keseharian atau acara/ritual, seseorang bisa menjadi hula-hula yang dihormati, tapi kadang dia menjadi boru bila bertemu semarga dengan istri/ibunya. Prinsip ini membuat kesetaraan, egaliter, sebagaimana tiga tungku memiliki peran dan kedudukan yang sama.

 

 

 

Menurut Dr. Andar Lumbantobing dalam bukunya Makna Wibawa Jabatan dalam Gereja Batak (BPK Gunung Mulia, 1996), orang Batak memiliki sifat-sifat keprajuritan yang gemar berkelahi, pertikaian kelompok; meski orang Batak bukanlah pendendam. Maka selain kesetaraan tadi, hal ini mendorong persaingan yang tinggi. Selain itu, orang Batak juga menghargai sahala ni tohonan (wibawa jabatan), kehormatan yang sering dikejar sebagai tujuan hidup, sebagaimana hasangapon dalam konsep 3H (hamoraon = kekayaan, hagabean = beranak laki-laki dan perempuan, dan hasangapon = kehormatan, kemuliaan); sesuai lagu Batak berjudul Marragam-ragam (Beraneka-ragam) yang sangat populer.

 

 

 

Oleh karena itu terjadinya “perpecahan” organisasi, tidak perlu kita melihatnya sebagai hal selalu negatif. Memang disayangkan, tapi tidak perlu ditangisi. Sebagaimana pada gereja juga terjadi “perpecahan” sejak awal hingga saat ini, ternyata memberi dampak positif, sepanjang dasar berpisah dan kemandiriannya adalah untuk dapat lebih baik dan optimal melayani Tuhan dan sesama. Kita bisa membayangkan, seandainya gereja-gereja tetap dalam satu wadah denominasi, maka tidak akan terjadi pertumbuhan umat Kristiani seperti saat ini.

 

 

 

Hal yang perlu kita pelajari dan cermati, ketika berpisah dan mandiri, maka pelayanan kepada anggota perkumpulan haruslah lebih baik. Jangan juga seperti Menara Babel, motif mendirikannya untuk mencari nama (ay. 4); ingin sahala, kehormatan jabatan, namun manfaat dan pelayanannya bagi anggota tidak lebih baik. Apalagi, jika motif untuk berpisah didasari sifat yang disingkat TEL (Teal=sombong, Elat=irihati, Late=dengki dan merusak); tentu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Mari kita semakin berkarya bagi sesama dipimpin Roh Kudus yang tercurah hari ini.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kita sekalian! Amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 41 guests and no members online

Statistik Pengunjung

12328851
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
2935
4494
11013
12286367
75957
177003
12328851

IP Anda: 216.73.216.128
2025-06-17 20:23

Login Form