Friday, May 02, 2025

2025

Khotbah (3) Hari Kebangkitan Tuhan Yesus - Minggu Paskah – 20 April 2025

KHOTBAH (3) HARI KEBANGKITAN TUHAN YESUS - MINGGU PASKAH – 20 April 2025

 

 TUHANKU PERKASA (Mzm. 118:1-2, 14-24)

 

Firman Tuhan bagi kita pada Hari Raya Minggu Paskah ini diambil dari Mzm. 118:1-2, 14-24. Mazmur ini adalah kidung puisi atau tembang pujian dan doa bagi Tuhan kita. Hamba-hamba-Nya dipilih Tuhan untuk menuliskannya, seperti Raja Daud, Salomo, Musa, pemimpin paduan suara Asaf, Bani Korah dan lainnya. Mzm 118 ini dianggap unik sebab berada ditengah-tengah Alkitab dan juga memiliki keunikan lainnya.

 

 

 

Ayat 1 dibuka dengan ekspresi syukur yang dalam: "Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik. Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Ayat pujian ini sering muncul dalam pasal mazmur lainnya. Kemudian di ayat 2 mengajak bangsa Israel (dan kita tentunya) melakukannya juga. Kebaikan Tuhan itu berlangsung selamanya, tidak pernah terhenti dan terputus, dan tidak berkesudahan.

 

 

 

Bagian kedua nas ini bahkan mengajak lebih ekspresif lagi: pujian keluar dengan sorak sorai. Jadi tidak cukup merasa bersyukur dalam hati. Wajar, sorak sorai bagi Tuhan yang telah memperlihatkan kemenangan dan keperkasaan-Nya. Sama seperti idola kita saat memenangkan pertandingan atau pertarungan, maka sorak sorai layak dielukan. Bagaimana tidak? Dia yang mati telah bangkit. Dia yang penuh bilur-bilur luka, tersalib dianggap hina, kini bangkit dengan tubuh yang baru, tubuh yang tidak fana! Sorak sorai kemenangan pun berkumandang: "Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" (1Kor. 15:55).

 

 

 

Perjalanan hidup penuh dengan liku-liku tantangan. Jika jalan itu kita pilih dengan sadar, maka ada rasa antusias (entuastik) untuk melewatinya dengan kemenangan. Tetapi, tetap jangan kita lupakan, "Tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan, tangan kanan TUHAN berkuasa meninggikan, tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan! Aku tidak akan mati, tetapi hidup" (ayat 15b-17a). Ia tidak menyerahkan kita kepada maut dan kekalahan. Ia adalah keselamatan kita, yang menerima kasih-Nya dan menyaksikan keajaiban perbuatan-Nya. Haleluya.

 

 

 

Tetapi kadang-kadang pandangan kita terbatas dan dapat terjadi diluar perkiraan. Timbul rasa takut. "Biarlah cawan itu berlalu", pinta Tuhan Yesus. "TUHAN telah menghajar aku dengan keras," tertulis di ayat 18a. Tetapi kini terbukti, Allah kita perkasa, kasih setia-Nya selamanya. "Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru" (ayat 22). Oleh karenanya, marilah kita menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN; Kemenangan dan keperkasaan-Nya. Mari kita elukan pada peringatan kebangkitan ini: "Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!"

 Selamat Hari Raya Paskah dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Jumat Agung, 18 April 2025 - Memperingati Kematian Tuhan Yesus

Khotbah Jumat Agung - Memperingati Kematian Tuhan Yesus

 

 DARI PERJAMUAN MALAM HINGGA GOLGOTA - VIA DOLOROSA

 

(Yoh 18:1-19:42)

 

Bacaan lainnya:  Yes. 52:13-53:12; Mzm. 22; Ibr 4:14-16, 5:7-9

 

 

 

Pendahuluan

 

Perjalanan penderitaan Tuhan Yesus menuju bukit Golgota merupakan rangkaian beberapa peristiwa yang sangat mengharukan dimulai sejak perjamuan pada hari Kamis malam hingga kematian-Nya di Jumat senja hari. Jumat Agung memang mengingatkan kita tentang sejarah penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus Kristus, dan kematian-Nya merupakan bagian penting dalam sejarah orang percaya. Oleh karena itu, bacaan kita pada hari peringatan kematian ini sangat panjang dan kita bebas memilih tema yang lebih spesifik untuk masing-masing jemaat kita.

 

 

 

Kisah pendahuluan menjelang malam terakhir di Yerusalem, yaitu Yesus sudah menyadari akan akhir pelayanan-Nya, ketika Ia berkata kepada murid-Nya: : "Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku (Mat 26:18; band. Yoh 13:1;16:16). Ia kemudian bersama-sama murid-murid melakukan perjamuan paskah yakni makan roti yang tidak beragi dan minum anggur (Mat 26:26-29; Luk 22:14-20). Pada kesempatan inilah Yesus menyampaikan kepada murid-murid-Nya bahwa perjamuan malam itu harus diingat oleh umat percaya selamanya, melalui perjamuan kudus yang kita lakukan pada hari Jumat Agung ini.

 

 

 

Pada perjamuan malam itu Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa" (Mat 26:26-28). Setelah perjamuan malam selesai, Yesus berbicara kepada murid-murid-Nya di kamar atas. Banyak sekali pesan-pesan akhir yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid kesayangan-Nya itu untuk menguatkan mereka, sebab Yesus sudah berulangkali mengatakan saat-Nya sudah akan tiba (Yoh 13-17).

 

 

 

Yesus juga bergumul secara pribadi akan hal itu sehingga Ia memutuskan untuk naik ke Bukit Zaitun dan berdoa di taman Getsemani. Yesus berdoa bagi semua orang percaya yang telah diberikan Bapa kepada-Nya (Yoh 17:9). Hati-Nya terus ada pada kita sehingga meminta agar Bapa memelihara kita orang percaya (Yoh 17:11). Ia juga berdoa agar kita dikuduskan dalam kebenaran (Yoh 17:17), dan juga secara khusus berdoa bagi yang memberitakan Dia. Hal yang utama lainnya Yesus berdoa agar kita semua menjadi satu, sama seperti Yesus satu dengan Bapa (Yoh 17:21). Ut omnes unum sint. Yesus membenci perpecahan, apalagi perpecahan karena pertikaian terhadap hal yang tidak benar.

 

 

 

Yesus menyadari beratnya penderitaan yang akan Dia tanggung, sehingga dalam doa terakhir-Nya, Ia sujud dan berkata: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Mat 26:39). Bahkan untuk kedua kalinya Yesus berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu! (Mat 26:42).

 

 

 

Kisah yang diberikan di bawah ini merupakan tahapan dan poin penting dari rangkaian 18 jam perjalanan menuju bukit Golgota tersebut, dan dari situ kita mendapatkan hikmat dan pelajaran sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Penghianatan yang Berakhir dengan Penyesalan

 

Kisah penangkapan Tuhan Yesus terjadi karena penghianatan Yudas, yakni salah satu murid-Nya. Sebenarnya Yesus sudah mengetahui hal tersebut, ketika pada perjamuan malam yang diceritakan di atas, Yesus memberi tanda bahwa dia yang bersama-sama dengan Yesus mencelupkan tangannya ke dalam pinggan saat itu, dialah yang akan menyerahkan Yesus (Mat 26:21-23). Ternyata, itulah Yudas Iskariot yang telah menerima uang sogok sebanyak tiga puluh uang perak dari imam-imam kepala (Mat 26:14-16). Sejak menerima uang perak itu, Yudas mencari-cari kesempatan untuk menyerahkan Yesus.

 

 

 

Tatkala Yesus berdoa di taman Getsemani itu, Yudas mengetahui tempat itu karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-murid-Nya. Maka datanglah Yudas dengan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera, suluh dan senjata, lalu mereka menangkap Dia. Yesus dengan tegar memperkenalkan diri-Nya dan tidak melakukan perlawanan dengan kekerasan, meski Petrus sempat menarik pedangnya dan memotong kuping salah satu prajurit itu.

 

 

 

Yudas yang kemudian menyadari kesalahannya dan melihat akibat kejahatannya itu, bagaimana Yesus yang sebenarnya Ia kasihi juga, harus menderita sedemikian berat. Akhirnya Yudas berusaha mengembalikan tiga puluh uang perak itu kepada imam-imam kepala. Ia menyesal. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Penyesalannya tidak membuahkan apa-apa, sebab tindak lanjut penyesalan Yudas itu ia akhiri dengan bunuh diri. Mengenaskan. Yudas berbeda dengan Petrus yang menyangkal Tuhan Yesus tiga kali, tetapi Petrus bertobat dan mengabdikan dirinya bagi Tuhan Yesus. Yudas Iskaritot tidak bertobat, penyesalannya menerima uang suap tidak ditindaklanjuti dengan pertobatan dan berbuah, selain penghukuman terhadap diri sendiri. Ini sungguh suatu pelajaran penting bagi kita, ketika menyadari kesalahan yang kita perbuat, penyesalan harus diikuti oleh pertobatan dan permohonan ampun, kemudian memberikan yang terbaik dari hidup kita kepada Tuhan dan orang lain sebagai “persembahan” atas penyesalan yang sudah kita lakukan.

 

 

 

Kedua: Penderitaan Selama 18 Jam

 

Setelah Yesus ditangkap, pemimpin Yahudi sejak awal tidak berniat memberikan pengadilan yang layak kepada Yesus. Dalam pikiran mereka yang utama adalah: Yesus harus mati. Kebencian dan emosi seperti ini membuat hati nurani mereka buta dan tertutup. Mereka juga tidak memperdulikan proses yang layak dan adil bagi Yesus. Oleh karena itu, di tengah dingin dan pekatnya malam, mereka langsung membawa Yesus dari taman itu dan mengadili-Nya melalui tahapan-tahapan yang melelahkan, serta diselingi siksaan dan penderitaan pada tubuh-Nya.

 

 

 

Adapun tahapan-tahapan pengadilannya mulai dari tangah malam itu adalah sebagai berikut.

 

 

 

1.         Mereka membawa Yesus kepada Hanas, mantan Imam Besar tetapi masih berkuasa dan dihormati oleh orang Yahudi (Yoh 18:12-24). Hanas adalah mertua Kayafas, yang pada tahun itu telah menjadi Imam Besar, tetapi karena menurut ketentuan Imam Besar adalah jabatan seumur hidup, mereka menghormati dan tetap membawa kepada Hanas.

 

2.         Hanas menolak untuk mengadilinya sehingga prajurit dan penjaga-penjaga itu kemudian membawa Yesus kepada Kayafas, yang baru ditetapkan dan berkuasa sebagai Imam Besar. Dalam pengadilan di depan Hanas tengah malam itulah mulai didengarkan kesaksian-kesaksian palsu dari Sanhedrin (Yoh 18:24; Mat 26:57-68; Mrk 14:53-65; Luk 22:54, 63-65).

 

3.         Yesus dibawa ke depan sidang Sanhedrin yakni para pemimpin formal umat Yahudi. Ada sekitar 70 anggota Sanhedrin hadir menjelang fajar itu. Kelompok Sanhedrin ini  terdiri dari para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat yang merupakan Mahkamah Agama Yahudi. Mereka ini sebenarnya sejak awal sudah memutuskan agar Yesus dihukum mati, sehingga pengadilan di subuh hari ini merupakan formalitas saja untuk justifikasi bahwa Yesus telah dihadapkan pada Mahkamah Agama. Dalam sidang formalitas ini kemudian Yesus ditetapkan dihukum mati (Mat 27:1; Mrk 14:15:1; Luk 22:66-71).

 

4.         Namun hukuman mati hanya boleh atas persetujuan penguasa Romawi. Oleh karena itu Yesus dibawa ke Pilatus, Gubernur Yudea, penguasa Romawi. Tetapi Pilatus melihat Yesus tidak bersalah sehingga ia menolak untuk menyetujui hukuman mati, dan menawarkan hukuman cambuk saja. Tetapi pemimpin Yahudi ngotot dan akhirnya Pilatus berusaha untuk menghindar, dan berdalih bahwa itu bukan wewenangnya. Pilatus tahu bahwa Yesus dari wilayah Galilea dan penguasanya adalah Herodes, yang pada waktu itu sedang berada di Yerusalem, maka Pilatus mengatakan agar Yesus dihadapkan saja pada Herodes, (Yoh 18:28-38; Mat 27:2,11-14; Luk 23:1-6).

 

5.         Herodes pada mulanya sangat senang melihat Yesus, karena ia sering mendengar tentang Yesus, lagipula ia mengharapkan melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu tanda mukjizat. Tetapi dalam sidang dihadapan Herodes, Yesus diam dan tidak mau berkata apapun. Lalu Herodes dan pasukannya menista dan mengolok-olok Dia, mengenakan jubah kebesaran kepada-Nya lalu mengirim Dia kembali kepada Pilatus (Luk 23:7-12)

 

6.         Akhirnya Yesus dibawa kembali ke Pilatus (Yoh 18:38-39;19:16), tetapi Pilatus cuci tangan dan tidak berkeinginan untuk menyatakan kebenaran. Ucapannya yang sangat terkenal adalah: “apakah kebenaran itu?” (Yoh 18:38). Kesalahan Pilatus dalam hal ini ialah, menyerah pada permintaan orang banyak untuk kegunaan politiknya, tanpa memperdulikan keadilan dan kebenaran yang hakiki.

 

 

 

Pasukan dan penjaga Bait Allah serta orang Yahudi selama proses itu membelenggu dan banyak yang memukuli-Nya, meludahi-Nya, mengolok-olok, dan bahkan memukul di kepala-Nya. Setelah selesai pengadilan, bahkan Yesus masih dipaksa memikul salib-Nya via dolorosa, meski kemudian digantikan oleh Simon dari Kirene karena tubuh-Nya sudah lemah. Akhirnya, tubuh-Nya dipakukan di kayu salib di antara dua penjahat. Betapa tragis dan menyayat hati kita membayangkan hal itu.

 

 

 

Demikianlah drama rangkaian penangkapan dari tangah malam sampai pengadilan berlangsung hingga Jumat senja hari, sehingga diperkirakan berlangsung selama 18 jam. Proses yang panjang dan menyakitkan.

 

 

 

Ketiga: Pengadilan Yesus tidak sah dan adil

 

Dari catatan para murid dan rasul yang dituliskan di Alkitab, banyak pihak berkesimpulan bahwa pengadilan terhadap Yesus berlangsung secara tidak sah dan tidak memenuhi ketentuan "demi keadilan dan kebenaran" sebagaimana layaknya sebuah pengadilan. Hal itu dapat dibuktikan dengan beberapa hal di bawah ini:

 

 

 

1.         Yesus sudah dinyatakan harus mati sebelum diadili (Mrk 14:1; Yoh 11:50). Dengan demikiam tidak ada asas praduga tak bersalah, yakni tidak bersalah sebelum dibuktikan di depan hukum.

 

2.         Banyaknya kesaksian palsu yang diberikan kepada Yesus (Mat 26:59). Para pemimpin Yahudi memprovokasi dan menyaring saksi-saksi yang tampil dalam pengadilan itu. Oleh karena itu Pilatus melihatnya tidak bersalah.

 

3.         Pemimpin Yahudi menjebak Yesus atas ucapan-ucapan-Nya, kemudian mengkriminalisasi apa yang dikatakan-Nya itu (Mat 26:63-66).

 

4.         Tidak ada pembelaan bagi Yesus selama proses pengadilan (Luk 22:67-71).

 

5.         Pengadilan berlangsung malam hari (Mrk 14:53-65; 15:1) yang sebenarnya tidak diperbolehkan menurut hukum Yahudi.

 

6.         Pengadilan berlangsung di tempat pertemuan Sanhedrin, bukan di tempat kaum Farisi sebagaimana biasanya (Mrk 14:53-65).

 

 

 

Tetapi itu adalah proses yang harus dilalui dan dialami oleh Tuhan Yesus. Cawan penderitaan itu harus diminum-Nya untuk dapat menyelesaikan misi-Nya yang agung dari Bapa, demi untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita yang penuh dosa ini.

 

 

 

Keempat: Tujuh ucapan Yesus dari kayu salib

 

Yohanes menyatakan bahwa pengadilan Yesus berakhir "kira-kira jam dua belas" (band. Kitab Markus yang menyebutkan Yesus disalibkan pada "jam sembilan" - Mrk 15:25). Perbedaan ini terjadi karena Yohanes menggunakan jam perhitungan Romawi sementara Markus menggunakan jam Palestina. Keputusan hukuman mati di siang hari itu membawa konsekuensi Yesus harus langsung dieksekusi, dan sebagaimana kebiasaan mereka dihukum mati dengan cara disalibkan. Ini adalah cara mati yang bagi pandangan umat Yahudi adalah sebuah kutukan.

 

 

 

Alkitab mencatat ada tujuh kalimat yang Tuhan Yesus ucapkan saat disalibkan. Urutannya adalah sebagai berikut.

 

 

 

1.         Ketika menghadapi para pembenci dan penghukum-Nya, ucapan Yesus yang pertama: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk 23:34).

 

2.         Yesus berkata kepada penjahat disebelah-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (Luk 23:43).

 

3.         Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" (Yoh 19:26-27).

 

4.         Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Mat 27:46; Mrk 15:34).

 

5.         Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia: "Aku haus!" (Yoh 19:28).

 

6.         Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai" (Yoh 19:30).

 

7.         Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya (Luk 23:46).

 

 

 

Bukankah semua itu pernyataan yang dahsyat? Betapa hebatnya Yesus, yakni pada saat Dia disalib setelah disiksa dan dianiaya, Ia bahkan berdoa agar Bapa-Nya di sorga mengampuni mereka! Dalam situasi yang lemah, Ia malah memberkati penjahat disebelah-Nya, memberi petunjuk kepada murid-murid-Nya, dan puncaknya adalah, Ia menyerahkan semua kepada Bapa-Nya. Sungguh mulia Tuhan kita, yang harus menjadi teladan dalam hidup kita.

 

 

 

Kelima: Arti dan Makna Kematian Yesus Bagi Kita

 

Kematian Kristus di kayu salib bagaikan korban anak domba sembelihan. Yesus tidak bersalah tetapi harus menanggung hukuman demikian berat. Kini, apa arti dan makna kematian Yesus Kristus itu bagi kita? Berikut diberikan gambaran artinya bagi kita:

 

 

 

1.         Kematian Kristus merupakan penggenapan janji Tuhan (Kej 3:15; Yes 53:3, 7b; Za 9:9; Mzm 41:10; 22:7-dab).

 

2.         Kematian Kristus membuka pintu perdamaian bagi kita dengan Allah (2Kor 5:18-21). Kita seharusnya mendapat murka Allah karena dosa-dosa kita, tetapi Allah memperdamaikan (Rm 1:18; band. Rm 11:28).

 

3.         Kematian Kristus membuat kita dibenarkan (Rm 3:24; 4:2-3; 5:9-10).

 

4.         Kematian Kristus sebagai pengganti bagi kita orang-orang berdosa. Allah membuka jalan penebusan melalui Kristus yang seharusnya Dia tidak alami dan tidak lalui, tetapi demi untuk dosa-dosa kita, Ia rela berkorban (Rm 5:5-8; 5:24; Kol 1:14).

 

5.         Kematian Kristus memberi kita keselamatan dan hidup yang kekal (Rom 5:12-18). Upah dosa adalah maut (Rm 6:23) dan kita pasti akan mengalaminya. Tetapi maut yang dimaksudkan disini adalah kematian sementara, sebab kebangkitan dan kehidupan kekal telah menanti sebagaimana Kristus telah bangkit, mengalahkan maut, maka kita pun orang percaya akan dibangkitkan dan menang atas maut kematian itu. Kita menerima rahmat itu di dalam kematian Kristus, untuk dibangkitkan bersama-sama dengan Dia dan memiliki kehidupan yang baru bersama-Nya (Rom 6:1-4).

 

6.         Kematian Kristus membuka kesadaran kita, betapa besarnya kasih Allah untuk kita yang rindu selalu dekat dengan Dia. Allah ingin membangun hubungan yang baru (2Kor 5:17), dan melalui kematian-Nya itu sekaligus menggerakkan dan menghidupkan kita (2Kor 5:14; Gal 2:20).

 

7.         Kematian Kristus membuat kita lebih kuat dalam menanggung penderitaan, mendewasakan dan menjadikan kita lebih utuh dan sempurna (2Kor 12:10).

 

Kini, bagaimana kita meresponi pengorbanan Kristus itu? Semua itu tidak lain tidak bukan, Allah menginginkan kita menyesali segala dosa dan kesalahan kita, bertobat, tidak mengulangi lagi dosa-dosa yang pernah kita perbuat, serta mempersembahkan yang terbaik dari hidup kita bagi kerajaan dan kemuliaan-Nya.

 

 

 

Kesimpulan

 

Penderitaan dan kematian Yesus menunjukan kesetian-Nya pada Allah dan kasih-Nya pada manusia. Kesetiaan dengan meminum cawan penderitaan yang sungguh amat berat itu, dan menyerahkan sesuai dengan kehendak Bapa-Nya. KasihNya kepada kita dengan menanggung jalan panjang via dolorosa yang seharusnya Dia tidak tanggung, tetapi rela berkorban bagi penebusan dosa-dosa kita. Tuhan Yesus menginginkan kita untuk memahami hal itu, bersedia mengingat pengorbanan tubuh-Nya dan tumpahnya darah-Nya melalui perjamuan kudus yang kita ikuti pada Jumat Agung itu.

 

Apakah kita sudah memahami arti dan makna kematian Tuhan kita itu bagi kita? Apakah kita sudah siap untuk berubah dan memberikan yang terbaik, sehingga kita justru tidak menyalibkan Dia lagi melalui dosa-dosa perbuatan kita.

 

Selamat beribadah dan selamat memperingati Jumat Agung.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Jumat Agung 18 April 2025

Khotbah (3) Jumat Agung 18 April 2025

 

 HAMBA TUHAN YANG MENDERITA (Yes. 52:13-53:12)

 

             Firman Tuhan bagi kita pada Jumat Agung, hari besar umat Kristiani ini, diambil dari Yes. 52:13-53:12. Judul perikop ini: Hamba TUHAN yang menderita.

 

 

 

Nabi Yesaya sangat jelas dan tepat menuliskan nubuatan tentang turunnya Juruselamat untuk manusia. Namun gambaran hamba Tuhan yang diberikan, bukanlah seperti hal yang dipikirkan oleh umat Israel. Allah ingin membalik cari pikir mereka, yang beranggapan bahwa Raja dan Mesias yang datang tipikal Raja Daud atau pahlawan dalam mitos. Allah memiliki maksud tentang hal itu, menegaskan bahwa kadang-kadang yang dipikirkan manusia tidak selalu sama dengan pikiran Allah. “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yes. 55:8-9).

 

 

Hamba Tuhan yang datang tidak tampan dan tidak ada semaraknya. Mungkin ini gambaran tentang kesederhanaan-Nya. Tetapi penderitaan-Nya dituliskan rinci dan begitu buruk: seperti bukan manusia lagi, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia (52:14; 53:2b, 3). Itu terjadi karena Ia tertikam, dihina, dianiaya, penuh kesengsaraan, tetapi Ia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulut-Nya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian (53:7). Sebuah sikap hidup berserah tanpa banyak keluhan yang layak kita teladani.

 

 

 

Ironisnya semua itu terjadi bukan karena kesalahan-Nya. “Tetapi sesungguhnya penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya. “Dia ditikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (53:5-6).

 

 

 

Sangat jelas bahwa hamba Tuhan yang digambarkan nabi Yesaya adalah Yesus Kristus. Proses peradilan yang panjang dan tidak adil dihadapi Tuhan Yesus, termasuk cuci tangan dan saling lempar tanggungjawab, yang membuat penderitaan Yesus semakin berat. Tetapi ini mengukuhkan tidak ada nabi lain bahkan pemimpin agama lain yang mati bagi pengikutnya dan bahkan mati disalib. Itulah hamba Tuhan Yesus yang kita peringati penyaliban-Nya pada Jumat Agung ini.

 

 

 

Alkitab dengan jelas menuliskan alasan Yesus harus mati, yakni agar kita hidup dan bahkan hidup kekal (Yoh. 3:16). Manusia terus berbuat dosa dan upah dosa adalah maut dan kematian. Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip penebusan, harus ada pengganti korban agar yang percaya konsep penebusan menjadi selamat (Rm. 6:23; Ef. 1:7). Allah mau turun dari sorga dan mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia (Flp. 2:6-7).

 

 

 

Seperti dalam Perjanjian Lama, penghapusan dosa dan kesalahan hanya dapat dilakukan bila ada korban pengganti, berupa korban bakaran (Ola) atau korban penghabis dosa/salah (Khatta’t atau Asyam), ada darah yang tercurah, dan tentu terutama didasari oleh penyesalan dan pertobatan (Im. 1-7; 2Taw. 29:23; 1Yoh. 2:2). Dengan penyesalan dan pertobatan, maka kita layak mendapat pengampunan atas dosa-dosa yang terjadi (Kol. 1:14).

 

 

 

Hal lainnya Yesus mati agar menjadi teladan bagi kita dengan kesetiaan-Nya (Flp. 2:8). Tuhan Yesus menyadari akan melewati penderitaan yang tidak tertahankan, sehingga Dia sampai mengatakan, “biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku”, dan kemudian ditambahkan-Nya, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Mat. 26:39).

 

 

 

Itulah yang kita peringati di Jumat Agung tentang kasih dan kebesaran Tuhan Yesus, yang menderita dan mati bagi kita agar kita selamat. Respons terbaik kita adalah, ikut melayani Dia melalui kesaksian tentang kasih dan kuasa-Nya dan menjadi berkat bagi orang lain. Dan Ia berpesan, agar kita memperingati, merayakan, dan menerima tugas tanggungjawab kita dengan mengikuti perjamuan kudus (1Kor. 11:23-26). Selamat mengikuti perjamuan kudus.

 

Selamat beribadah dan selamat memperingati Jumat Agung.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Jumat Agung, 18 April 2025 - Memperingati Kematian Tuhan Yesus

Khotbah (2) Jumat Agung - Memperingati Kematian Tuhan Yesus

 

 

KITA MEMPUNYAI SEORANG IMAM BESAR (Ibr. 10:16-25)

 

Bacaan lainnya:  Yes. 52:13-53:12; Mzm. 22; Ibr 4:14-16, 5:7-9; Yoh. 18:1-19:42

 

 

 

 

 

Pendahuluan

 

Perjanjian lama mengajarkan cara untuk menebus dosa sesuai dengan hukum Taurat. Dalam melakukan itu mereka melakukan ritual-ritual sesuai dengan aturan legalistik yang diajarkan melalui nabi Musa. Salah satu hal yang penting dalam ritual itu adalah peran Imam Besar umat Yahudi sesuai dengan peraturan Melkisedek. Namun kini orang percaya pengikut Tuhan Yesus diajarkan untuk tidak terikat lagi pada aturan-aturan legalistik tersebut. Peran Imam Besar juga sudah berganti dari keturunan Lewi menjadi Imam Besar Agung kita yaitu Tuhan Yesus Kristus. Penebusan dan pengampunan dosa juga tidak dengan darah hewan, melainkan dengan darah Yesus sendiri yang telah tercurah di Golgota. Melalui nas minggu ini kita diajarkan tentang hal tersebut melalui pokok-pokok pikiran di bawah ini.

 

 

 

Pertama: Perjanjian baru dan pengampunan (ayat 16-18)

 

Perjanjian Lama mengajarkan bahwa manusia yang melakukan dosa dan kesalahan dapat menebus dengan menyerahkan korban persembahan. Ada beberapa jenis korban persembahan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuannya, yakni:

 

 

 

           Ola, korban bakaran

 

           Khatta’t, korban penghapus dosa

 

           ‘Asyam, korban penebus salah

 

           Minkha, korban sajian

 

           Zevakh dan Selamin, korban perdamaian dan korban keselamatan

 

 

 

Dalam ritual persembahan itu mereka yang berdosa membawa persembahan, baik berupa ternak hewan atau barang lainnya. Jenis, ukuran dan nilai dari persembahan yang diberikan, disesuaikan dengan tingkat kesalahan mereka yang berdosa, tetapi juga disesuaikan dengan kemampuan ekonominya. Seorang janda miskin yang berdosa hanya dapat membawa tepung atau seekor burung tekukur, tetapi seorang pejabat kerajaan diwajibkan membawa beberapa ekor hewan ternak seperti sapi atau lembu yang gemuk sebagai ganti penebusan atas kesalahan dirinya yang besar. Dalam ritual yang lazim dilakukan, seorang imam meletakkan tangannya di atas hewan ternak tersebut, mensahkan bahwa itulah penebusan atas dosanya, lalu setelah hewan itu disembelih, darahnya dipercik-percikkan ke seluruh arah Bait Allah. Ibadah itu dapat berlangsung berulang-ulang apabila mereka melakukan dosa yang berulang juga. Dalam hal ini, yang ditekankan adalah ketaatan pada aturan Taurat, sehingga secara hakekat, manusianya sendiri tidak mengalami perubahan dalam dirinya (band. Ibr 10:1).

 

 

 

Melalui nas ini disampaikan (ayat 15) bahwa Roh Kudus telah membuat perjanjian baru dengan mengatakan bahwa Ia "telah menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka", dengan maksud hati orang percaya telah dimeteraikan oleh firman-Nya. Dalam hal ini, perubahan yang diutamakan adalah perubahan di dalam hati orang tersebut. Kalau di dalam pemahaman Taurat semua dosa seolah-olah menumpuk terus menerus dan dibalas dengan kebaikan yang lebih besar termasuk ketaatan pada aturan pemberian korban persembahan, maka melalui perjanjian baru, pemahamannya berubah total. Allah mau mengampuni semua kesalahan manusia, tidak diperhitungkan lagi, timbunannya hilang bersih, melupakan dosa dan kesalahan yang lalu-lalu, sepanjang mengakui bahwa Allah telah menempatkan Roh Kudus di dalam hatinya, menjadi manusia baru, manusia yang berbeda dengan sebelumnya. Hal ini terjadi secara otomatis saat seseorang secara sadar dan tulus mengakui Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamatnya, dan pada saat yang sama hati orang tersebut diperbaharui serta Roh Kudus diam dan berkuasa di dalam hatinya.

 

 

 

Kalau dilihat pada bagian awal, nas ini merupakan peneguhan dari ayat sebelumnya (Ibr. 8:2) dan penggenapan nubuat Nabi Yeremia dari kutipan Yer. 31:33, "Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka. Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa." Hal yang dimaksudkan adalah kita tidak perlu lagi mengakui dosa-dosa kita yang lalu dan membawa persembahan, sebab penebusan sekali sudah dianggap lengkap dan sempurna. Melalui persembahan tubuh Kristus yang mati dan menjadi tebusan bagi dosa-dosa kita, maka tidak diperlukan lagi korban-korban dan persembahan lain untuk memperoleh pengampunan. Melalui darah dan jalan tebusan Kristus Yesus, kita orang-orang percaya telah dibersihkan, dimurnikan, dan dipersiapkan untuk persekutuan abadi dengan Allah. Korban tubuh Yesus sudah sangat sempurna, tidak bercacat, dan hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr. 10:10). Ini jelas merupakan kemenangan sejati manusia dalam melawan kuasa dosa, kuasa iblis, termasuk konsekuensinya yaitu kematian.

 

 

 

Kedua: Keberanian menghadap Imam Besar (ayat 19-21)

 

Bait Allah di Yerusalem terdiri dari tiga bagian, yakni pelataran luar tempat umat datang untuk beribadah dan menyampaian korban persembahannya. Bagian tengah merupakan tempat para imam dan suku Lewi yang dianggap sebagai bagian pengurus Bait Allah. Kemudian ada ruang mahasuci tempat Imam Besar menyampaikan doa dan persembahan umatnya. Umat Israel tidak dapat dengan bebas memasuki kedua wilayah tersebut yang didasarkan atas keberdosaan mereka. Ruang maha kudus itu ditutup dengan tirai agar tidak seorang pun umat Israel dapat masuk bahkan melihat ke dalam. Dalam hal ini ada tirai penghalang dan membuat jarak antara umat dengan Imam yang dianggap mewakili Allah. Imam Besar umat Yahudi juga hanya masuk ke dalam ruang tersebut sekali setahun di Hari Penebusan, saat mempersembahan korban persembahan untuk penebusan dosa-dosa umatnya.

 

 

 

Akan tetapi ketika Yesus mati, oleh kuasa Roh Kudus, tirai di Bait Allah itu kemudian robek terbelah dua (Mat. 27:51; Luk. 23:45) dan ini membuat batas dan tembok antara Allah dengan manusia tidak ada lagi. Tirai penghalang itu hilang melalui penderitaan dan kematian Yesus, sehingga manusia dapat menghampiri Allah ke dalam ruang maha kudus setiap saat, tanpa memerlukan Imam besar yang lain selain Kristus Yesus sendiri. Dengan terkoyaknya tirai itu, kita orang percaya telah menjadi imam-imam dan bagian dari suku Lewi dengan "tubuh yang dibasuh dengan air", yang membuat kita orang-orang yang dipanggil khusus dan dikuduskan. Oleh karena itu, orang percaya dengan penuh rasa syukur dan penuh keyakinan bahwa dosa-dosa mereka telah diampuni melalui percikan darah dan kematian Tuhan Yesus, mengaku Yesus sebagai Penebus dan Juruselamatnya. Bahkan dalam ayat lain dikatakan bahwa tubuh kita adalah bait Allah sendiri yakni tempat Roh Kudus bersemayam dalam memandu hidup kita setiap saat. Inilah yang dimaksudkan merupakan jalan baru yang hidup (dalam pengertian hidup senantiasa dalam kekekalan sebagai Pengantara – Ibr. 7:25) bagi kita melalui tabir yaitu Tuhan Tubuh Yesus sendiri.

 

 

 

Melalui tabir yang terkoyak, menurut peraturan Melkisedek kita saat ini mempunyai seorang Imam Besar Agung yakni Tuhan Yesus sebagai kepala Rumah Allah, atau Kepala Gereja dan Umat Allah, dan setiap orang dapat menghampiri-Nya dengan rasa syukur dan penuh keyakinan (Rm. 5:2; Ef. 3:12; Kol. 1:22). Orang percaya dengan penuh syukur senantiasa dapat menghampiri Allah melalui Kristus melalui penyembahan dan doa, di segala tempat dan waktu, tanpa ada keterikatan untuk datang ke Jerusalem atau tempat khusus lainnya, sebab Allah kita adalah Allah Mahahadir. Imam Besar Agung kita yaitu Yesus Kristus bertakhta di sorga, yang membuktikan karya penyelamatan-Nya sudah sempurna. Dan kalau pun kita saat ini memiliki pendeta dan hamba Tuhan sebagai imam, mereka yang dipanggil khusus untuk melaksanakan amanat agung dan tugas-tugas kejemaatan sebagai konsekuensi adanya gereja sebagai tubuh Kristus. Dengan demikian, telah tersedia tempat maha kudus surgawi bagi orang percaya, dan untuk itu diperlukan hamba-hamba Tuhan dalam pelayanan imamat rajani bagi mereka.

 

 

 

Ketiga: Menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas (ayat 22-23)

 

Kita memiliki keistimewaan setelah hidup baru di dalam Kristus. Beberapa keistimewaan tersebut adalah: Pertama, sebagaimana dijelaskan di atas, kita memiliki jalan masuk kepada Allah melalui Kristus dan dapat begitu dekat kepada-Nya tanpa melalui cara yang rumit bertele-tele dan perantaraan manusia lainnya (ayat 22); Kedua, kita dapat bertumbuh dalam iman melalui hubungan yang lebih dalam dengan memanfaatkan kebebasan menghadap Dia (ayat 23). Menghadap pengertiannya adalah “datang kepada” atau menghampiri. Pertanyaannya, bagaimana caranya kita bisa langsung datang kepada Allah? Kita tidak mungkin datang kepada Tuhan dengan hati yang penuh kebencian, atau dengan motivasi dan kecenderungan yang tidak benar. Kita harus datang dengan hati yang tulus ikhlas dan bersifat pribadi, dengan maksud untuk memuji dan memuliakan Dia. Kita dapat mengukur dan mengetahui motivasi kita benar atau tidak, jika kita menanyakan dengan jujur, mengevaluasi tujuan kita ketika datang menghadap dan meminta atau menyembah dan berdoa. Dasar kita melakukan evaluasi adalah firman Tuhan (Ibr. 4:2) dan ketekunan kita menjaga kehidupan sehari-hari yang berkenan kepada-Nya.

 

 

 

Hal kedua yang dinyatakan adalah perlunya keyakinan iman yang teguh. Iman dalam hal ini adalah keteguhan dan kepastian bahwa kita telah diselamatkan dan adanya jaminan kekal berlandaskan pada korban penebusan Yesus yang sempurna, dan adanya kuasa Roh Kudus yang diam di dalam hati kita. Orang percaya mendapat kehormatan untuk datang dengan penuh keberanian, bebas dari rasa bersalah, tanpa keraguan, dengan keyakinan menyampaikan isi hatinya dan bahwa Ia akan mendengar dan menjawab permohonan kita. Maka dalam hal ini kesungguhan menghampiri Allah dan iman melalui Yesus Kristus menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kepastian ini juga memampukan kita untuk mengubah keraguan dan tantangan menjadi sebuah peluang untuk memperoleh kasih karunia dan pertolongan yang lebih besar, sehingga hidup kita semakin berkenan dan dipakai oleh Tuhan. Iman adalah percaya dan berpengharapan pada kebaikan Allah melalui Tuhan Yesus dan meggantungkan segala hal pada-Nya (Ibr. 4:16; 11:6), dan kesempatan itulah yang harus dimanfaatkan setiap orang dengan percaya dan datang kepada Tuhan Yesus.

 

 

 

Dengan dasar perjanjian baru yang disampaikan tadi, hati dan kesadaran kita juga sudah dibersihkan seluruhnya, bukan hanya sebagian atau bersifat sementara (band. Ibr. 9:14). Melalui kesadaran yang sudah dibersihkan, dengan membayangkan kalau "tubuh kita sudah dibersihkan dengan air yang murni" sebagai gambaran diri kita yang dibersihkan, kita dapat menghampiri Allah dengan kekudusan. Sama seperti baptisan sebagai tanda pembersihan tubuh bagian luar, demikianlah Kristus melakukan pembersihan pada sisi dalam hati kita, sebagai pembersihan atas dosa-dosa kita (Kis. 22:16). Sekali “tubuh” kita sudah dibersihkan dan dibasuh dengan air yang murni melalui pembaptisan iman percaya, dan hati kita disucikan dan dibersihkan dari yang jahat melalui pengakuan Roh Kudus yang menguasai hati kita, maka kita bebas datang kepada-Nya tanpa perantara. Nas firman Tuhan minggu ini meneguhkan, kita berpegang teguh pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia (band. 1Kor. 1:9; Ibr. 3:1, 6; 7:19).

 

 

 

Keempat: Saling memperhatikan dalam kasih (ayat 24-25)

 

Dua keistimewaan sebagai buah hidup baru di dalam Kristus telah disampaikan di atas. Ada dua buah tambahan lagi, yakni kita dapat saling mendukung dan menikmati kasih dari sesama orang percaya (ayat 24); dan terakhir, kita dapat beribadah bersama sesama orang percaya dengan sukacita (ayat 25). Yesus Kristus sebagai Kepala Rumah (Umat) Allah dan Kepala Gereja tidak menghendaki satu pun anak-anaknya yang terhilang. Latar belakang dan perjalanan hidup setiap orang tidaklah sama, demikian pula dengan kesiapan dalam menghadapi tantangan dan pergumulan hidup. Dalam kehidupan ini kita berhadapan dengan berbagai pencobaan dan perjuangan hidup, bahkan kadang kala dengan ketidakadilan dan penganiayaan. Mereka yang membenci Kekristenan akan terus melakukan upaya-upaya itu. Kita juga tidak perlu langsung menghakimi sebab setiap orang mudah jatuh dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu juga, dalam Doa Bapa Kami kita selalu menaikkan permohonan, “jauhkanlah kami dari pencobaan”.

 

 

 

Semua itu mendorong semangat kita untuk bersekutu dengan sesama orang percaya, berusaha lebih keras lagi untuk dapat bersatu dalam iman dan perbuatan, membangun semakin kuat menghadapi tantangan yang kita hadapi. Di sisi lain, kita juga akan menghadapi ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan pokok iman kita. Maka nas minggu ini mengingatkan, menjauhkan atau menghindari pertemuan-pertemuan ibadah sama saja dengan mengabaikan pentingnya orang Kristen untuk saling menolong. Kita berkumpul untuk berbagi dan saling menguatkan satu sama lain di dalam Tuhan. Kesediaan kita untuk berkumpul dan saling menasihati dan mengajar, mewujudkan kasih dan perbuatan baik terhadap sesama dan orang yang belum percaya membuktikan kalau iman kita hidup, menyadarkan kita sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam membangun kerajaan-Nya yang lebih luas. Dalam kitab Galatia dikatakan, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal. 6:2). Dengan hati yang sudah dibersihkan kita seyogyanya semakin memahami dan peka akan kehendak-Nya, sehingga jangan menafsirkan pertemuan ibadah sebagai ibadah hari minggu saja. Melalui persekutuan orang percaya dalam ibadah dan hubungan pribadi yang erat, diharapkan adanya sinergi yang lebih baik dalam meninggikan nama Tuhan Yesus.

 

 

 

Setiap orang percaya harus berpegang teguh pada tugas dan pengharapan ini. Kita tidak boleh mudah terombang-ambing oleh berbagai pergumulan yang dapat meruntuhkan iman kita. Keengganan bersekutu dapat menimbulkan iman yang merosot dan memudar. Sebaliknya, ketekunan dalam beribadah akan menghasilkan disiplin yang baik.  Orang Kristen bukan dipanggil untuk menjadi pribadi yang individualistis. Allah memberikan gereja untuk menjadi tempat kita saling berbagi dan menguatkan. Sikap ini juga harus dikaitkan dengan berpikir bahwa hari Tuhan akan segera datang, yakni dalam pengertian "kecil" bersifat pribadi atau dalam pengertian besar yakni akhir zaman, meski pada nas ini lebih tepat tentang nubuatan hancurnya kota Yerusalem dan Bait Allah oleh serangan Nero dan Kaisar Titus di tahun 70 M setelah Tuhan Yesus naik ke sorga. Akan tetapi, Yesus Kristus tetap akan datang kembali untuk menjemput kita orang-orang yang setia dan menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Ia yang akan menyediakan tempat bagi kita adalah setia, dan untuk itulah kita peringati kematian-Nya pada Jumat Agung ini.

 

 

 

Penutup

 

Atas kebaikan dan anugerah Allah di dalam Kristus, dosa-dosa kita sudah ditebus dengan kematian-Nya. Penderitaan yang Dia alami melalui jalan menjadi manusia biasa, mengubah hal pokok bagi kita dalam menebus setiap dosa dan kesalahan. Kita tidak perlu lagi membawa korban persembahan berulang-ulang, karena kita sudah disucikan dengan darah-Nya. Ruang Mahakudus di sorga terbuka bagi kita orang percaya. Kita juga dinyatakan harus dengan berani menghampiri takhta-Nya, menyampaikan segala keluh kesah dan penderitaan, bahkan seluruh pengharapan kita. Tidak diperlukan lagi imam manusia biasa lainnya sebab Ia sudah menjadi Imam Besar Agung kita. Dengan iman yang teguh, kita melangkah di setiap saat dan tempat mengisi kehidupan ini dengan melakukan perbuatan kasih sebagai penggenapan janji-janji sorgawi yang kita terima. Mari kita melupakan dosa masa lalu dengan tetap mengikuti Yesus dan mengabdikan hidup kita bagi-Nya dan melayani-Nya, dengan tetap berpengharapan teguh bahwa Ia akan kembali untuk menjemput kita yang telah dipilih. Demikianlah kita memperingati kematian-Nya dan menghormati apa yang sudah dilakukan-Nya bagi hidup kita.

 

Selamat beribadah dan selamat memperingati Jumat Agung.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 13 April 2025

Kabar dari Bukit

 

 BATU YANG BERTERIAK (Luk. 19:28-40)

 

 ”Jawab-Nya: "Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, batu ini akan berteriak” (Luk. 19:40)

 

Hari Minggu ini gereja-gereja akan dipenuhi daun palem. Umat Katholik bahkan sudah membawanya dari rumah dan berjalan menuju gereja, seolah membayangkan mengelu-elukan Tuhan Yesus dengan sorak sorai yang lewat di jalan itu. Semoga demikanlah hati dan semangat kita semua.

 

 

Firman Tuhan bagi kita memasuki Minggu Sengsara ini adalah Luk. 19:28-40; sebuah kisah Tuhan Yesus saat meneruskan perjalanan-Nya menuju Yerusalem menjelang akhir hidup-Nya. Sambutan umat begitu besar, antusias, memperlakukan-Nya sebagai Raja. Tentu ini didasari oleh pengalaman mereka melihat hal yang dilakukan Yesus sebelumnya. Begitu banyak mukjizat dilakukan, kuasa-Nya yang besar, dan kasih-Nya terhadap orang-orang berkebutuhan. Ini diperkuat lagi pengharapan umat Yahudi akan Mesias yang sudah lama dinantikan, sebagai penggenapan nubuat-nubuat yang disampaikan oleh para nabi.

 

 

 

Namun pengharapan Mesias umat Yahudi terhadap Yesus sebagai Raja dan pemimpin massa, yang membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, ternyata salah. Yesus memasuki Yerusalem sebagai Raja Damai. Ia memberikan sinyal dengan tidak menunggangi kuda sebagai lambang kekuatan dan perlawanan, melainkan menunggangi keledai saat masuk menuju Bait Allah. Keledai itu pun hasil "pinjaman" dari orang lain, dan dipilih yang masih muda (ay. 30-34). Sebuah pesan kerendahan hati dan membawa damai.

 

 

 

Sementara Yesus mengendarai keledai itu, mereka menghamparkan pakaiannya di jalan (ay. 36). Respon yang luar biasa, bahkan “semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring berkata: "Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di surga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!" (ay. 37-38).

 

 

 

Yesus sebenarnya mengetahui telah tiba akhir pelayanan-Nya di bumi, dan akan dibunuh di Yerusalem sebagaimana dikatakan-Nya (Luk. 24:25-27; Yoh. 3:14-15); sekaligus memenuhi nubuatan di Perjanjian Lama (Yes. 53:1-12; Zak. 9:9; 12:10). Namun Yesus tetap melangkah tegar memenuhi kehendak Bapa, dan menunjukkan kepada kita beberapa sikap dan keteladanan yang kita perlu ikuti dan miliki. Pertama, ketaatan pada Allah, apapun resiko dan harganya, jangan takut. Kedua, kesiapan menghadapi tantangan yang sudah ada di depan mata. Jangan lari dari tanggung jawab, baik itu atas rencana Tuhan yang tidak kita mengerti, atau atas kesalahan yang kita perbuat dan tentunya Tuhan maklumi terjadi.

 

 

 

Keteladanan ketiga, kesediaan untuk berkorban bagi orang lain. Kasih adalah pengorbanan. Keempat, selalu dalam tindakan mempertunjukkan kasih dan membawa damai. Kelima, meyakini semua jalan hidup ada dalam kendali dan penggenapan rencana Allah Bapa dalam diri setiap orang. Terakhir, janganlah takut menghadapi kematian, sebagaimana Yesus, meski jalannya menyakitkan.

 

 

 

Yesus percaya akan kuasa Bapa sehingga ketika orang Farisi meminta agar Ia menegor murid-murid yang mengelu-elukannya, Ia menjawab: “Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, batu ini akan berteriak" (ay. 40). Batu, benda mati berteriak, memberi makna kepada kita bahwa semua alam semesta adalah ciptaan-Nya dan di bawah kuasa-Nya. Ini juga memberi arti bahwa kebenaran dan kemuliaan Tuhan tidak dapat disembunyikan; semua akan terungkap. Batu berteriak berarti, meski manusia tidak memuji-Nya, Tuhan memiliki cara untuk menaikkan pujian bagi Dia, yang berdaulat memiliki kemuliaan untuk memuji diri-Nya sendiri.

 

 

Mari kita bersama Yesus mempersiapkan diri sebagai pemenang, dengan tegar dan kuat. Iman kita berpegang tidak akan sia-sia; palem kemenangan dan sorak sorai membuat semua pengharapan akan terjadi. Terpujilah Dia Yesus Raja kita.

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 57 guests and no members online

Statistik Pengunjung

001562
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1562
0
1562
0
18919
0
1562

IP Anda: 172.70.147.15
2025-05-03 03:03

Login Form