Wednesday, August 13, 2025

2025

Khotbah (3) Minggu VIII Setelah Pentakosta - 3 Agustus 2025

Khotbah (3) Minggu VIII Setelah Pentakosta – 3 Agustus 2025

 

 PERKARA DI ATAS (Kol. 3:1-4)

 

            Firman Tuhan bagi kita pada Minggu VIII setelah Pentakosta ini diambil dari Kol. 3:1-4. Nas ini meminta kita untuk berpikir dan fokus tentang perkara-perkara di atas, bukan soal-soal yang di bumi. Kita orang percaya telah dibangkitkan bersama Kristus, berarti hidup kerohanian kita memasuki hidup baru bersama Kristus. Meski fisik kita belum berubah, yakni masih memiliki tubuh yang sama, tetapi Allah telah memperbarui roh dan jiwa kita, dengan Roh Kudus yang tinggal dan berkuasa di dalam hati kita. Betul, sewaktu hidup dan tinggal di dunia ini kita tidak bisa lepas dari kebutuhan pangan, sandang, biologis, rasa aman, dan lainnya; demikian juga kita tidak bisa menghindar dari penyakit dan kematian tubuh duniawi yang ada. Bangkit bersama Kristus berarti memberi kesempatan kepada Roh Kudus untuk membaharui hidup kita secara terus menerus (lihat pasal 2 sebelumnya). Bersama Kristus berarti mengakui bahwa hidup kita sudah menjadi milik-Nya, sehingga kita memiliki sifat dan perilaku serupa seperti Kristus (band. Rm. 6:5).

 

 

 

            Memikirkan hal-hal di atas berarti berjuang untuk menempatkan prioritas sorgawi dalam kehidupan praktis sehari-hari. Meski cara berpikir dunia akan mempengaruhi tindakan kita, tetapi kita tetap berkonsentrasi pada hal-hal yang abadi dibandingkan dengan hal yang sementara di dunia ini, dan itu memperlihatkan kedewasaan dalam berpikir. Memikirkan tentang hal-hal di atas berarti melihat kehidupan ini dari sudut pandang Allah dan mencari rencana-Nya dalam hidup kita (lihat Kol. 3:15 hingga pasal 4, yakni gambaran bagaimana Kristus menguasai hati dan pikiran orang-orang Kristen (band. Flp. 4:9). Hal ini juga akan menghasilkan penangkal bagi kecenderungan materialisme, dan memberi kita pemahaman yang benar tentang materi dan kekayaan duniawi, dengan melihatnya dari sudut pandang sorgawi.

 

 

 

            Dalam kitab Filipi dikatakan, “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya” (Flp. 3:20-21). Dengan demikian, kita diminta membuat penilaian dan pertimbangan segala aspek kehidupan dari sudut pandang sorgawi.

 

 

 

            Kita hidup di dunia bukan berarti kita harus membenci dunia, dan menjadi terpisah dengannya. Kita hanya memperlakukan dunia di sekitar kita sebagaimana Allah menciptakan dengan maksud tujuan-Nya, dan kita hidup secara harmoni di dalamnya. Membenci dunia haruslah dalam pengertian sifat-sifat duniawinya, bukan membenci isi ciptaan-Nya, sebab tugas dan tanggungjawab kita ada juga di dalamnya, yakni sebagai orang-orang yang menerima mandat budaya dari Allah untuk mengelola demi kemuliaan-Nya (Kej. 1:28).

 

 

 

            Tersembunyi di dalam Kristus pada ayat 3 berarti, yang terjadi bukan lagi penonjolan diri. Apa yang kita perbuat dan capai dalam hidup saat ini, pekerjaan dan pelayanan, harus kita akui itu adalah kehendak dan pertolongan Allah, sehingga Dia-lah yang ditinggikan, bukan diri kita. Kita bermegah hanya dalam salib Tuhan (Gal. 6:14; Luk. 9:23). Apa yang kita lakukan, tidak masalah tersembunyi bagi mata dan pujian manusia, akan tetapi itu semua akan terbuka dan terungkap dalam buku kehidupan.

 

 

 

            Kita jangan terjebak dalam kegiatan-kegiatan yang membawa kita seolah-olah rajin bersekutu, ikut beribadah, membaca firman Tuhan, bahkan melayani, namun kemudian kita merasa tidak bahagia. Pasti ada yang salah dalam hal ini. Jangan sampai dalam melakukan itu kita sebenarnya melupakan hakekat dan tujuan melakukan itu, sehingga kita kecewa dan merasa tidak puas. Jangan sampai ibadah dan pelayanan kita berpusat pada diri sendiri, dan bukan pada Kristus. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi atas tujuan dan penyertaan Roh dalam melakukan semua itu, sebelum akhirnya kekecewaan membawa kita kepada dosa. Perlu dilihat dan diperhatikan komunitas kita bergaul, yang sangat menentukan dalam cara berpikir kita, di samping tentu saja kecenderungan bawaan dari bawah sadar yang merupakan hasil pendidikan dan masa kecil.

 

 

 

            Saat ini Tuhan Yesus sudah duduk bertakhta di sorga (Mzm. 110:1; Ef. 1:20). Rumah kediaman orang Kristen adalah tempat di mana Kristus hidup (Yoh. 14:2, 3). Semangat kita adalah semangat pengabdian dan rasa syukur, bukan semangat mencari imbal jasa. Upah adalah sesuatu hak yang melekat dan bukan tujuannya. Kesempurnaan dalam panggilan dan pilihan Tuhan yang membuat kita sebagai orang yang merdeka dimaksudkan supaya kita semakin memberi buah, menjadi serupa dengan gambar Kristus (2Kor. 3:18); Hidup semakin berbuahkan kebenaran (2Kor. 9:10). Kita perlu memahami itu dan rindu untuk berbakti, melayani Allah dengan segenap hati dan melayani sesama kita. Maka semua itu nanti hasilnya akan dibukakan dan dinyatakan pada saat Parusia, kedatangan Tuhan kembali, dan janji kemuliaan itu datang bersama-sama dengan Dia (Yoh. 17:24).

 

 

 

            Nas Minggu IX setelah Pentakosta ini meminta perubahan cara berpikir kita yang akan mempengaruhi dan membuat pengakuan: hal yang kita lakukan adalah semua karena pertolongan Tuhan, dan membuat kita tidak menonjolkan diri. Diri kita menjadi tersembunyi di dalam Kristus yang sudah hidup di dalam diri kita. Kita tidak perlu kecewa atau kesal meski manusia tidak melihat dan menghargai hal itu.  Seperti dikatakan ayat terakhir nas ini, “Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.” Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia; Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rm. 11:36).

 

Selamat beribadah dan selamat melayani

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 27 Juli 2025

Kabar dari Bukit

 

 BERNEGOSIASI DENGAN TUHAN (Kej. 18:20-32)

 

 ”Abraham menjawab: Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku ini debu dan abu" (Kej. 18:27, TB2)

 

Doa adalah percakapan hormat dengan Tuhan, dipanjatkan sebagai ungkapan syukur dan penyampaian harapan, sebab kita percaya Tuhan memiliki kuasa campur tangan dalam kehidupan; tentunya juga permohonan pengampunan dan keringanan yang diberikan. Ketetapan dan kehendak Tuhan sebenarnya mutlak, namun kita tahu Tuhan adalah Pribadi: memiliki hati, pikiran, hikmat, kasih dan prinsip keadilan. Maka pertanyaannya adalah: dapatkah kita bernegosiasi dengan-Nya? Bagaimana syaratnya?

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kej. 18:20-32; sebuah kisah ketika Tuhan akan menghukum Sodom dan Gomora atas dosa berat dan keluh kesah yang didengar-Nya (ay. 20). Abraham hatinya penuh kasih dan mengingat keponakannya Lot ada di sana, maka ia memberanikan diri berdiri di hadapan Tuhan, meminta belas kasihan-Nya agar tidak memusnahkan kota itu; mempertimbangkan jika ada 50 orang benar di dalamnya, kemudian menawar 45, 40, 30, 20, bahkan 10 orang (ay. 22-32).

 

 

 

Tuhan mengabulkan permohonan Abraham. Lot diberitahu, sayang istrinya melihat kembali kemusnahan Sodom dan Gomora, dan hukumannya menjadi tiang garam (pasal 19).

 

 

 

Ada beberapa kisah lainnya di Alkitab perihal negosiasi terhadap ketetapan Tuhan dan dikabulkan. Musa bernegosiasi agar Tuhan mengurungkan hukuman terhadap bangsa Israel yang membuat patung lembu emas dan menyembahnya (Kel. 32:9-35). Raja Hizkia setelah menerima vonis kematian, berdoa dengan menangis kepada Tuhan, umurnya diperpanjang 15 tahun (2Raj. 20:1-6). Yunus lari tidak ingin menyampaikan pesan Tuhan kepada penduduk Niniwe tentang pertobatan. Ketika penduduk Niniwe bertobat, Tuhan membatalkan hukuman (Yun. 3:10).

 

 

 

Tetapi Alkitab juga menceritakan beberapa permohonan hamba-Nya yang ditolak, meski dalam pandangan manusia mereka telah penuh melayani-Nya. Musa tidak ikut masuk ke tanah perjanjian Kanaan (Ul. 34:4). Rasul Paulus ingin melepaskan duri dalam dagingnya - dugaan berupa penyakit. Menurut Alkitab, permohonan Musa tidak dikabulkan karena kesalahannya tidak taat atas perintah Tuhan di Meriba, yang diminta mengetokkan tongkatnya di atas batu mendapatkan air. Musa meragukannya (Bil. 20:2-13). Bagi Paulus, ia kemudian menyadari kehendak Tuhan atas “duri dalam daging" tersebut untuk merendahkan dirinya dan takut akan Tuhan (2Kor. 12:7-10).

 

 

 

Tentu kita ingin tahu pertimbangan Tuhan mengabulkan permohonan atau negosiasi. Manusia meminta karena memiliki kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhinya sendiri. Ada juga faktor ketakutan dan kecemasan, akibat suatu kejadian atau tindakan. Dan tentunya ada pengharapan dan iman bahwa Tuhan memiliki kuasa menolong.

 

 

 

Namun perlu kita sadari Tuhan menolak atau mengabulkan, berdasarkan prinsip:

 

 

 

1.         Kedaulatan Tuhan, hak prerogatif-Nya;

 

2.         Keadilan dan kasih, sesuai kebenaran-Nya;

 

3.         Rencana dan tujuan Tuhan yang lebih besar dari keinginan/pikiran manusia;

 

4.         Melihat hati dan karakter manusia, dalam hal niat dan ketaatan.

 

 

 

Maka dalam berdoa atau bernegosiasi kepada Tuhan atas keputusan yang kita terima (misalnya vonis mati oleh hakim atau dokter, mandul, dan lainnya), perlu kita memperhatikan hal tersebut. Mintalah seturut firman-Nya dan berserah

 

dengan kehendak-Nya. Pertebal iman dengan lebih menyandarkan dan mengandalkan Tuhan dalam kehidupan. Berusahalah tetap taat setia, meski jalannya berat dan terjal. Marilah kita terus melatih dan melakoni kehidupan dengan hati tulus dan jujur serta dekat dengan-Nya.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah (2) Minggu VII Setelah Pentakosta - 27 Juli 2025

Khotbah (2) Minggu VII Setelah Pentakosta - 27 Juli 2025

 PERSELINGKUHAN (Hos. 1:2-10)

 “Tetapi Aku akan menyayangi kaum Yehuda dan

menyelematkan mereka demi TUHAN, Allah mereka” (Hos. 1:7)

 

Selamat pagi... saudaraku dalam Kristus.

 

Saat ini di media sosial dan khususnya grup WA/FB orang Batak, diskusi tentang kematian Brigadir Yosua Hutabarat menjadi topik hangat. Kematiannya yang dianggap tidak wajar, ditambah informasi dari pihak kepolisian yang terlambat dan sering berubah, semua menjadi kecurigaan dan diskusi publik. Bumbu ceritanya, diduga ada penganiayaan dan perselingkuhan dalam kejadian tersebut, membuat kisahnya bak sinetron. Pak Jokowi sendiri telah dua kali berbicara mengenai hal ini, tanda seriusnya masalah. Semoga pihak kepolisian dan penegak hukum lainnya, dapat mengungkap kisah sebenarnya dan menghukum yang bersalah sesuai aturan yang berlaku.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini dari Hosea 1:2-10. Nas ini juga menyangkut perselingkuhan bangsa Israel dengan menyembah ilah-ilah lain dan tidak lagi taat pada perjanjian yang Tuhan buat dengan mereka. Maka Tuhan kembali memperlihatkan amarah-Nya, sebagaimana disampaikan melalui nabi Amos pada renungan minggu-minggu yang lalu. Namun, amarah Tuhan selalu disertai dasar kasih dengan tujuan agar terjadi pertobatan.

 

TUHAN berfirman kepada Hosea dengan maksud berbicara kepada bangsa Israel: “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN. Maka pergilah ia dan mengawini Gomer binti Diblaim, ...." (ayat 2-3a). Hosea pun patuh dan mendapat anak dari istrinya yang suka berselingkuh ini. Ada tafsiran, anak kedua dan ketiga adalah juga hasil perselingkuhan istrinya. Nama anak-anak ini pun diberi Tuhan, Yizreel, Lo-Ruhama, dan Lo-Ami (ay. 5-9). Ketiga nama itu menunjukkan sindiran Allah terhadap bangsa pilihan-Nya itu.

 

Jika jujur, kita juga tentu kadang "berselingkuh", tidak berupa fisik, tetapi dalam bentuk ketidaktaatan kepada Tuhan. Adakalanya kita mengikuti pikiran sendiri, tidak sesuai dengan firman-Nya. Kadang kita tergoda untuk mengikuti iblis, yang sering memperlihatkan kepalsuan: indah di awal tapi buruk di belakang. Bahkan, yang lebih berbahaya, kita tahu Tuhan tidak menyukainya, tapi kita tidak merasa takut dan bersalah, tidak menyesal, dan merasa itu tidak apa-apa. Dengan mudah kita beranggapan, Tuhan itu baik, Maha Mengerti dan Maha Pengasih. Tetapi cara pandang ini jelas tidak sesuai dengan ajaran Alkitab.

 

Nas minggu ini mengingatkan kita agar pertobatan dilakukan secara total, tidak suam-suam kuku. Amarah Tuhan dapat timbul sebagaimana nas minggu ini. Jika kita menuhankan jabatan, harta dan nafsu kedagingan serta dunia, itu jelas perselingkuhan yang Tuhan tidak menyukainya.

 

Saatnya kini kita berbalik, mengikuti dan setia kepada Dia. Bebaskan beban masa lalu dan terus bersyukur dengan lembaran baru. Jangan hilang niat atau kemauan kita untuk berubah, nyaman menjalani hidup seperti manusia lama. Tuhan akan terus melihat kita, tapi bukan dengan hati yang marah dan geram, melainkan hati yang penuh sukacita, melihat kita anak-anak-Nya bertumbuh terus menjadi manusia baru.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu VII Setelah Pentakosta - 27 Juli 2025

Khotbah Minggu VII Setelah Pentakosta - 27 Juli 2025

 

 MINTALAH, MAKA AKAN DIBERIKAN KEPADAMU (Luk. 11:1-13 dan Mat. 6:9-13)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Hos. 1:2-10 atau Ke.j 18:20-32;  Mzm. 85 atau Mzm. 138;  Kol. 2:6-15, 16-19

 

 

 

Pendahuluan

 

Minggu ini bacaan kita adalah tentang Doa Bapa Kami dan hal pengabulan doa. Meski teks dalam nats Lukas ini tidak selengkap dengan Mat. 6:9-13, namun dalam sistim leksionari tahun A (Matius) bacaan Mat. 6 ini tidak dicantumkan, maka pada nats Lukas ini kita akan membahas Doa Bapa Kami tersebut secara bersamaan. Juga pada kitab Luk 11 ini, Doa Bapa Kami digabungkan dengan hal pengabulan doa, yang pada kitab Matius itu nats ini terpisah dalam Mat. 7:7-11. Maka pembahasan nats Luk. 11 ini sebenarnya merupakan pembahasan kedua nats dalam kitab Matius tersebut.

 

 

 

Dari bacaan tersebut kita memperoleh banyak hal tentang pedoman hidup tentang Doa Bapa Kami sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: berdoa kepada Allah Bapa (ayat 11:1-2a,11-13 dan Mat 6:13b)

 

Berdoa adalah menaikkan permohonan kepada Allah yang Maha Kuasa. Kita berdoa kepada-Nya sebab Ia adalah Raja kita dan berkuasa atas diri kita. Ia pencipta kita bagaikan tukang periuk yang menciptakan kita sebagai periuk tanah liat (Rm 9:20-21). Ia berdaulat tetapi Ia juga Bapa kita yang dapat berinteraksi dengan kita dalam mencapai tujuan-Nya melalui hidup kita. Ia menjadi Bapa sebab kita telah percaya dan menerima-Nya sehingga diberi-Nya kuasa dan mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya (Yoh 1:12).

 

 

 

Allah Bapa kita adalah Allah yang penuh rahmat dan penuh kuasa. Ia adalah Allah yang penuh kasih dan selalu memberi yang terbaik bagi kita. Pada ayat 11 dan 12 dikatakan, “Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking?” Demikian juga Bapa kita akan memberikan sesuai dengan kebutuhan kita dalam mengemban misi yang diberikannya dalam hidup kita. Allah kita adalah Allah yang baik dan selalu peduli, meski kata peduli ini tidak harus diterjemahkan sebagai pemenuhan semua keinginan kita. Ia perkasa sebab Ia mampu memberikan semua keperluan itu. Tetapi Ia tidak akan memberikan segala keinginan kita. Keperluan dan kebutuhan sangat berbeda dengan keinginan, apalagi keinginan yang sudah dikuasai oleh keinginan daging. Jelas keinginan seperti itu justru akan merusak dan membahayakan kehidupan kita dan Allah tidak akan mengabulkannya.

 

 

 

Kita menyebut Allah Bapa di sorga bukan berarti Ia jauh dari kita. Ia bukan Allah yang bertakhta bagaikan tuan tanah pemilik bumi dan alam semesta yang sedang berpergian ke sorga. Pengertian sorga lebih kepada pemberitahuan bahwa Allah adalah agung dan berdaulat (band. 2Taw. 20:6; Mzm. 115:3). Pernyataan Bapa di sorga adalah Bapa yang bertakhta dan berdaulat, seorang Bapa yang memerintah atas segala sesuatu. Dia adalah Raja segala Raja.

 

 

 

Kedua: berdoa bagi Allah (ayat 112b; Mat 6:10)

 

Mungkin timbul pertanyaan, mengapa kita berdoa bagi Allah? Bukankah Allah itu Maha Kuasa dan Perkasa? Mengapa Ia masih membutuhkan doa kita? Apakah ada manfaatnya? Sebelum menjawab hal itu, perlu kita lihat isi bagian doa bagi Allah ini, yakni ada tiga bagian: berdoa bagi nama Allah, berdoa bagi kerajaan Allah, dan berdoa bagi kehendak Allah.

 

 

 

Allah memang Maha Kuasa dan Perkasa. Namun Ia tidak menginginkan semua rencana-Nya dilakukan-Nya sendiri. Allah telah menetapkan menciptakan manusia yang serupa dan segambar dengan Dia dalam mewujudkan misi dan rencana-Nya untuk dunia ini. Allah tidak menciptakan robot-robot yang bertindak menurut program “Tukang Periuk”, melainkan Ia menetapkan menciptakan manusia yang memiliki hati dan kehendak. Manusia yang diciptakan-Nya memiliki “kebebasan” (relative) dalam memutuskan apakah manusia itu ingin bekerjasama dengan Allah dalam mewujudkan rencana dan misi-Nya tersebut? Dalam hal inilah kita sebagai anak-anak-Nya diminta bekerja sama dalam tugas itu.

 

 

 

 

 

Kita berdoa bagi nama Allah sebab nama Allah harus dipertahankan dalam keagungan dan kemuliaan-Nya. Sama seperti dalam sambutan protokol, nama-nama selalu disebutkan didahului dengan “yang terhormat”, “yang dimuliakan” (biasanya bagi pembesar dan raja-raja di bumi), atau sebutan lainnya. Nama Allah harus kita pertahankan agar tetap Agung dan Mulia. Demikian juga dengan kerajaan-Nya, kita berdoa bagi kerajaan-Nya dalam pengertian agar semakin banyak orang yang bekerja untuk memperluas dan memperbesar kerajaan-Nya. Kita berdoa bagi kehendak-Nya karena Ia menginginkan agar semua isi dunia ini mengaku dan mengikut Dia melalui Tuhan Yesus yang diutus-Nya sebagai Juruselamat manusia. Allah berkehendak agar tercipta damai sejahtera bagi isi dunia ini sebagaimana pesan pertama Tuhan Yesus bagi dunia. Itulah yang dikehendaki agar kita ikut berpartisipasi dalam tugas itu melalui doa dan perbuatan kita.

 

 

 

Ketiga: berdoalah bagi diri/kita sendiri (ayat 11:3-4; Mat. 6:11-13a)

 

Tuhan Yesus tidak melupakan bahwa kita sebagai manusia memerlukan beberapa kebutuhan. Dalam Doa Bapa Kami ini, Tuhan Yesus mengajarkan kita agar meminta tiga hal pokok yakni: makanan, pengampunan, dan perlindungan.

 

 

 

Tubuh fisik kita terdiri dari beberapa unsur materi dan dapat berkurang atau rusak sesuai dengan faktor waktu dan usia. Ada proses dalam tubuh kita dengan prinsip kimia-fisika bahwa tubuh membutuhkan materi dan energi, agar bisa berproses lanjut, terutama apabila tubuh dalam pertumbuhan dan melakukan pergerakan maka dibutuhkan energi akan lebih besar lagi. Semua proses itu berlangsung dalam tubuh daging kita yang diciptakan dengan sempurna. Oleh karena itu, kita membutuhkan makanan (dan minuman) untuk proses tersebut. Tubuh tidak baik menyimpan makanan untuk dipakai dalam 1 minggu ke depan. Yang terbaik adalah asupan makanan dan minuman dipakai dan dibutuhkan dalam satu hari ke depan termasuk untuk pertumbuhan fisik. Ini dilakukan secara kontinu. Apabila ada kelebihan, maka akan disimpan dalam bentuk lemak dan itu sangat tidak menyehatkan. Keserakahan memang membawa hal buruk. Kalau ada berkat jasmani yang berlebih, maka sebenarnya itu mesti dipakai untuk kepentingan yang lebih panjang sesuai dengan rencana Allah, bukan untuk dihabiskan atau berfoya-foya dalam sehari. Oleh karena itu, dalam doa tersebut hanya diminta makanan untuk hari ini. Allah kita itu adalah Allah Penyedia (Provider) yang mengetahui kebutuhan kita.

 

 

 

Hal kedua yakni pengampunan. Kita secara sadar atau tidak sadar melakukan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan dan juga kepada sesama manusia. Perbuatan yang menyakitkan hati Tuhan dan sesama manusia itu akan menimbulkan luka, apalagi bila kita terlihat tidak menyesalinya. Tiadanya pengampunan dari Tuhan membuat segala sesuatunya menjadi sulit dan buyar. Tanpa pengampunan dari Tuhan (termasuk usaha kita mendapatkan pengampunan dari manusia, terlepas apakah mereka memberikan atau tidak), maka tidak akan ada pengudusan. Tanpa pengudusan, maka komunikasi dan hubungan dengan Allah akan terputus. Dalam konteks Doa Bapa Kami ini, permohonan pengampunan itu menjadi penting, dan Allah kita adalah Allah Pengampun (Pardoner).

 

 

 

Hal ketiga adalah perlindungan. Meski kita berusaha hidup dalam kebenaran dan ketulusan, namun tidak bisa dipungkiri kita berada dalam lingkungan atau masyarakat yang belum benar dan tulus. Banyak hal jahat di sekeliling kita, baik atas inisiatif dari iblis dan setan-setan maupun didorong oleh kedagingan manusia. Kadang hal yang jahat itu datang tidak terelakkan baik atas seizin Tuhan maupun karena godaan iblis pada kita, yang mengetahui titik-titik lemah untuk menyerang kita. Oleh karena itu dalam Doa Bapa Kami kita memohon perlindungan dari-Nya agar menjauhkan kita dari yang jahat, sebab Allah kita itu adalah Allah Pelindung (Protector).

 

 

 

Keempat: tentang meminta, mencari, dan mengetuk (ayat 11:5-10)

 

Pada ayat 5 Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang seseorang yang pergi ke rumah seorang sahabatnya di tengah malam karena membutuhkan roti untuk tamunya yang baru tiba dari perjalanan, kemudian berusaha mengetuk pintu rumah sahabatnya agar ia mendapatkan roti untuk disajikan. Tuhan Yesus memberi contoh bagaimana orang tersebut harus berusaha meski di tengah malam dan meminta kepada sahabatnya itu, mengetuk pintu rumahnya, meski ada konsekuensi bahwa sahabatnya tersebut akan memberikan dengan “berat hati”, karena ia tidak mau diganggu lebih lama (band. Luk. 18:1-8 tentang hakim yang tidak benar dengan seorang janda).

 

 

 

Tuhan Yesus menakankan bahwa kita harus meminta. Tanpa meminta maka Allah tidak tahu akan kebutuhan yang sesuai dengan rencana kita dalam menjalani hidup sesuai dengan rencana-Nya. Permintaan harus spesifik dan tidak berlebihan. Meminta itu bukan sesuatu yang salah dan sebagaimana dikisahkan oleh Tuhan Yesus, orang tersebut pergi meminta walau malam hari. Artinya dalam meminta tersebut ada perjuangan dan perlu pengorbanan. Hal yang perlu dilihat juga adalah orang tersebut meminta bukan untuk dirinya melainkan untuk sahabatnya yang datang berkunjung yang sedang kelaparan.

 

 

 

Jawaban sahabatnya tidak mungkin mengatakan bahwa pintu sudah tertutup meski sudah malam hari. Artinya, peluang selalu ada dan kita perlu gigih dalam meminta. Tuhan Yesus ingin menekankan bahwa kesungguhan dan kegigihan dalam berdoa merupakan pertimbangan utama bagi Allah untuk mengabulkan doa kita, sepanjang Allah berpikir bahwa hal itu memang kita perlukan. Ketekunan, kegigihan dan pengabulan doa merupakan faktor yang berkaitan. Tetapi kuncinya tidak berhenti disitu, sebab Tuhan Yesus juga menekankan kata mencari, maka kita harus berusaha melihat alternatif yang lebih baik dan setelah berusaha untuk mengetuk kembali agar doa kita mendapatkan jawaban. Kita harus berprinsip bahwa Allah kita adalah Allah yang Maha Baik dan peduli kepada keperluan kita dalam menjalankan misi-Nya di dunia ini.

 

 

 

Kesimpulan

 

Dalam minggu ini kita diberikan pengajaran isi Doa Bapa Kami dan kaitannya dengan pengabulan doa. Kalau dalam sebelum nats ini Tuhan Yesus menekankan pentingnya doa yang benar (tidak di persimpangan jalan tetapi masuk ke kamar), maka dalam minggu ini kita diajarkan tentang berdoa kepada Allah yang benar, berdoa bagi Allah untuk menyatakan kita adalah bagian dari misi-Nya dan berdoa bagi diri/kita sendiri. Dalam berdoa itu perlu ketekunan dan kesungguhan agar doa kita terjawab, sebab Allah kita adalah Allah Penyedia (Provider), Allah Pengampun (Pardoner) dan Allah Pelindung (Protector). Maka berdoalah: mintalah, carilah dan ketuklah terus menerus.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu VII Setelah Pentakosta - 27 Juli 2025

Khotbah (3) Minggu VII Setelah Pentakosta - 27 Juli 2025

 

 BERAKAR DAN BERTUMBUH (Kol. 2:6-15)

 

             Firman Tuhan bagi kita pada Minggu VII setelah Pentakosta ini diambil dari Kol. 2:6-15. Nas ini memberi kita petunjuk tentang pentingnya berakar yang kokoh dalam Kristus, dan terus bertumbuh di dalam Dia. Untuk kita yang sudah lama lulus sidi atau baptis dewasa, topik ini tetap relevan bagi kita. Penerimaan dan pengakuan terhadap Kristus semestinya menjadi akar pemahaman. Dan iman kita semestinya semakin tumbuh berakar kuat ke bawah dan batangnya tumbuh ke atas, bertambah kokoh serta tahan badai goncangan. Semua itu tampak dalam buahnya di kehidupan kita.

 

 

 

            Memang ada godaan yang mengatakan isi Alkitab tidak masuk akal, sehingga tidak layak dipercaya. Itu jelas merupakan bisikan setan yang membohongi manusia. Pengutamaan hikmat manusia dengan ilmu pengetahuan dan filsafat kata-kata indah bersama tesis dan antitesis, yang seolah-olah lebih mampu menjelaskan dunia ini dan permasalahan manusia, jelas tidak berdasar (ayat 8). Semua ada tempat dan konteksnya, dan saling mengisi. Apalagi mengatakan ada ajaran atau agama lain yang lebih baik, jelas itu isapan jempol. Tidak ada ajaran lain lebih baik yang meminta mengasihi musuh dan Tuhan mau tetap campur tangan dalam segala urusan manusia. Itulah ajaran Alkitab, ajaran Kristiani.

 

 

 

            Hari kemarin kita mungkin tidak sempurna, hari ini pun belum sempurna semua perilaku kita. Kadang-kadang kita tidak puas. Itu tidak apa-apa. Yang penting semakin hari semakin lebih baik. Sebab, di dalam Kristus kita telah disunat hati, sunat Kristus, sunat yang mengutamakan penanggalan sifat-sifat dan perilaku yang membawa kita ke lembah dosa (ayat 11). Kadang-kadang kita kalah melawan godaan dunia, daging atau iblis. Mohonkanlah pengampunan, dan berusahalah agar menjadi lebih baik lagi. Itu hakekat menjadi manusia baru, hati yang terus diperbarui.

 

 

 

            Fokuslah melangkah ke depan menuju hidup yang semakin menyenangkan hati Tuhan. Jangan berpaling ke masa lalu yang mungkin penuh kotoran dan luka. The past belong to the past. Ingat yang dikatakan Rasul Paulus: "... aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus" (Flp. 3:13b-14). Manusia lama kita telah dikuburkan bersama kematian Tuhan Yesus melalui baptisan dan pengakuan sidi (ayat 12). Kita telah dibangkitkan dari kematian yang kekal.

 

 

 

            Yesus, Allah yang menjadi manusia jasmaniah, dan dapat dilihat manusia (lihat kabar sebelumnya yakni Kabar Minggu VII setelah Pentakosta yang berjudul Keutamaan Kristus), yang ajaran-ajaran-Nya mendobrak legalisme dan formalitas kaku Yahudi. Ia lahir bukan dari benih manusia, melakukan puluhan mukjizat, dan terangkat naik kembali ke sorga, benar-benar kepenuhan Allah ada pada-Nya (ayat 9). Ia berkuasa atas segala sesuatu. Ia menjadi pemenang dan kita pun ikut sebagai pemenang (ayat 15). Tetaplah kokoh kuat, bertumbuh dan terus berbuah, agar melalui hidup kita nama Tuhan Yesus semakin dipermuliakan dan kerajaan-Nya diperluas.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 40 guests and no members online

Statistik Pengunjung

12600444
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
895
0
19750
12552542
62026
150750
12600444

IP Anda: 216.73.216.99
2025-08-14 06:43

Login Form