Sunday, October 12, 2025

2025

Kabar dari Bukit, Minggu 17 Agustus 2025

Kabar dari Bukit

 

 FIRMAN JERAMI TANPA GIZI (Yer. 23:23-29)

 

 ”Nabi yang mendapat mimpi, biarlah menceritakan mimpinya itu, dan nabi yang mendapat firman-Ku, biarlah menyampaikan firman-Ku itu dengan benar! Apakah hubungannya antara jerami dengan gandum? demikianlah firman TUHAN” (Yer. 23:28)

 

 Ada banyak alasan orang percaya datang beribadah di hari Minggu. Selain untuk memuji dan memuliakan Tuhan serta merayakan hari yang kudus, umumnya mereka ingin mendapatkan berkat dari pemberitaan firman Tuhan. Jemaat membutuhkan pengajaran, tuntunan dan kekuatan rohani yang baru. Namun tidak jarang jemaat pulang dengan perasaan bingung dan bimbang, apakah firman yang disampaikan itu merupakan kebenaran dari Allah?

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Yer. 23:23-29. Ada tiga hal yang disampaikan: pertama, Allah Omnipresen atau Mahahadir, dekat dengan kita sehingga tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. “Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi? demikianlah firman TUHAN” (ay. 23-24b). Hal kedua, adanya nabi-nabi atau pemberita firman palsu; dan ketiga, perlunya menguji firman yang disampaikan.

 

 

 

Menurut latar belakang nas ini, saat itu banyak nabi-nabi yang bernubuat palsu demi nama-Nya dengan mengatakan: aku telah bermimpi, aku telah bermimpi! (ay. 25). Mereka sebenarnya “menubuatkan tipu muslihat hatinya sendiri, yang merancang untuk membuat umat-Ku melupakan nama-Ku” (ay. 26-27). Dengan tipuan, mereka bertujuan untuk mendapatkan keuntungan diri sendiri.

 

 

 

Demikian juga saat ini, tidak jarang pemberita firman atau pendeta senang mengkhotbahkan perbedaan doktrin yang sebenarnya perbedaan tafsiran semata. Kita ambil contoh tentang baptisan percik atau selam. Ada yang memberi tafsiran bahwa tanpa baptisan selam maka itu tidak sah dan tidak memenuhi syarat untuk masuk sorga. Demikian juga ibadah yang mengumbar mukjizat dan janji muluk.

 

 

 

Penafsiran tertentu boleh-boleh saja sepanjang dalam konteks gereja lokal, aturan gereja tersebut, bukan dalam pengertian kebenaran mutlak. Firman baiknya disampaikan untuk menguatkan, membawa jemaat lebih dekat dan taat kepada-Nya. Penafsiran yang baik bersumber dari Alkitab sebagai kesatuan kebenaran yang utuh. Satu dua ayat dalam Alkitab perlu dipadankan dengan ayat-ayat lain dan bila terdapat seolah “perbedaan”, maka selayaknya hikmat yang menentukan dan itu diterjemahkan sebagai beda sudut pandang. Penafsiran mutlak menyalahkan yang lain dapat membawa jemaat bingung tersesat.

 

 

 

Untuk itu pemberita firman perlu diuji melalui perbuatan, motivadi dan hatinya. Ini mutlak seiring sejalan berintegritas, diukur dengan beberapa hal yang disampaikan di mimbar: Apakah gaya hidupnya selaras dengan pemberitaannya? Misalnya, gereja adalah milik Tuhan, namun kenyataannya, penerimaan gereja lebih dipakai untuk gaya hidup mewah dan untuk anak serta keturunannya. Hal lainnya adalah kepedulian sosial. Teologi kemakmuran yang berkata semakin besar persembahan uang akan memperoleh berkat melimpah, jelas palsu. Gereja yang baik adalah berbuah kasih dan kepedulian kepada mereka yang membutuhkan. Hal ketiga, pribadinya arogan, dalam arti penguasa tunggal, tidak mencerminkan gereja sebagai persekutuan jemaat bersifat pelayanan, kasih dan kerendahan hati.

 

 

 

Nas minggu ini menekankan, “Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?” (ay. 29). Firman Tuhan hendaknya memiliki kuasa untuk mengubah jemaat dari kebiasaan buruk menjadi seturut dengan kehendak-Nya. Firman Tuhan yang penuh lelucon, misalnya, ibarat Jerami yang tidak bergizi, bukan gandum yang menyehatkan dan memperkuat rohani kita (ay. 28). Dalam hal inilah jemaat sendiri yang perlu bijak memilih pemberita firman dan tentu gerejanya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah Minggu X Setelah Pentakosta - 17 Agustus 2025

Khotbah Minggu 17 Agustus 2025 – Minggu X Setelah Pentakosta

 

 MEMBACA TANDA-TANDA ZAMAN (Luk. 12:49-56)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Ibr 11:29-12:2; Yes. 5:1-7 atau Yer. 23:23-29; Mzm. 80:1-2, 8-19 atau Mzm. 82;

 

 

Pendahuluan

 

Minggu ini bacaan kita masih merupakan rangkaian kewaspadaan. Kalau dalam minggu sebelumnya diingatkan agar kita terus bekerja dan berkarya sambil membawa pelita dalam menanti kedatangan-Nya, maka dalam minggu ini kita diberikan pengajaran tentang perlunya membaca tanda-tanda zaman, sebagaimana layaknya kita bisa membaca tanda-tanda musim ketika mau bercocok tanam. Pemisahan dan pertentangan antar keluarga mungkin akan terjadi. Dari bacaan tersebut, kita memperoleh pelajaran hidup sebagai berikut.

 

Pertama: melemparkan api ke bumi (ayat 49)

 

alam Alkitab pengertian api memiliki makna yang beragam. Kadang dipakai untuk tujuan negative, misalnya untuk menghanguskan yang terkait dengan penghakiman; kadang dipakai tujuan positif yakni untuk istilah Roh Kudus atau semangat yang baru; kadang dipakai untuk tujuan membersihkan seperti menyucikan dan memurnikan emas dan bahan logam lainnya. Dalam hal terakhir ini tujuan pemakaian api adalah untuk memisahkan kotoran (unsur-unsur yang jelek) dalam suatu paduan hingga didapatkan kesatuan yang lebih murni dan lebih berharga.

 

 

 

Tuhan Yesus menyatakan melemparkan api ke bumi dalam pengertian terakhir, yakni agar semua orang yang menerima api itu dapat memakainya bagi proses penyucian dirinya dari kotoran dosa, membakar dan membersihkan kerak yang sudah melekat demikian lama dari buah pekerjaan iblis dalam hati dan pikiran jahat yang ada. Mereka yang menerima api itu dan menggunakannya dengan benar akan menerima manfaat dari proses itu dan menjadi bersih dan kudus seturut dengan pengakuan bahwa itu semua adalah dari anugerah dan kasih Tuhan Yesus.

 

 

 

Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa Ia berharap bahwa api itu menyala dalam pengertian proses yang kontinu dalam pekerjaan Roh Kudus. Proses pengudusan adalah proses yang terus menerus meski pada pertobatan awal dilakukan satu kali (Ibr. 10:10), namun selama kedagingan kita masih ada kita tidak bisa terlepas dari godaan dosa, dan setelah kita menyadari dan menyesali serta memohon pengampunan, maka Allah yang Maha Baik itu akan memberikan pengampunan dan proses pengudusan itu kembali berlangsung terus sampai nanti disempurnakan dan digenapkan pada akhir zaman.

 

 

 

Kedua: hati-Nya susah (ayat 50)

 

Tuhan Yesus menyadari bahwa pemberian api untuk menyucikan itu akan membawa dampak pertentangan, sebagaimana dijelaskan nanti pada bagian ketiga (ayat 51-53). Ia menjelaskan bahwa betapa hati-Nya susah melihat semua perbuatan umat manusia yang telah murtad, jauh dari rencana Allah, bahkan kuasa iblis lebih sering menang atas (roh) manusia dan menjadi budak serta terbelenggu olehnya. Jalan yang baru harus diberikan dan penebusan atas dosa-dosa itu harus dilakukan demi memperoleh keselamatan yang kekal bagi mereka yang mau menerimanya.

 

 

 

Ia menyadari bahwa untuk melakukan itu diri-Nya harus dibaptis “tenggelam” atau diselamkan dalam penderitaan untuk menebus semua dosa-dosa tersebut. Manusia jatuh karena satu orang Adam maka manusia juga diselamatkan oleh satu orang yakni Tuhan Yesus. Untuk penyelamatan dan penebusan itu Yesus harus melalui baptisan, penenggelaman, sebagai pengudusan diri-Nya untuk dapat menguduskan mereka yang percaya kepada-Nya (band. Yoh. 17:19). Yesus sadar bahwa proses penyucian itu harus berlangsung melalui penderitaan yang akan dialami-Nya hingga mati di kayu salib. Inilah yang menyusahkan hati-Nya. Tetapi pernyataan ini bukan dalam pengertian Ia menyesal akan tugas misi dari Allah Bapa, melainkan hatinya sedih sebab manusia telah mudah dikalahkan oleh iblis.

 

 

 

Yesus ingin agar semua orang melihat bahwa proses penderitaan-Nya yang berujung di kayu salib itu akan berakhir dengan kemenangan. Penderitaan dan kematian akan menang oleh salib. Ia tidak memerlukan tentara untuk bisa mengalahkan serdadu-serdadu Romawi dan hujatan para imam dan suku Lewi. Akan tetapi, melalui kepatuhan, kebesaran jiwa, dan penyerahan kepada Allah Bapa, maka semua penderitaan itu bisa dilewati dengan kemenangan. Kematian yang harus dilewati-Nya pasti akan dikalahkan dengan kebangkitan-Nya. Inilah maksud-Nya dengan mengatakan bahwa betapa susahnya hati-Nya sebelum hal itu berlangsung!

 

 

 

Ketiga: Ia datang membawa pertentangan (ayat 51-53)

 

Dengan membawa pesan pertobatan dan sekaligus damai sejahtera, kedatangan Tuhan Yesus dapat membuahkan konflik. Ayat ini masih senada dan kelanjutan dari ayat 49 di atas. Banyak pihak saat itu menikmati kondisi yang tengah berlangsung, seperti penguasa Romawi yang menindas bangsa Israel, para imam dan suku Lewi yang ditempatkan dengan “kebesaran” mereka, para pemungut cukai, dan lainnya. Mereka ini tidak menginginkan perubahan atau gerakan yang revolusioner karena tidak mau berubah dari situasi yang menguntungkan mereka saat itu. Memang tidak semua atau selamanya manusia menginginkan perubahan, ketika kenyamanannya (comfort zone) terusik.

 

 

 

Kedatangan Yesus dengan pesan keras-Nya menghendaki perubahan. Ia berseru agar semua orang bertobat dan mencari kerajaan sorga. Situasi saat itu jelas tidak berkenan kepada Bapa di sorga sehingga diperlukan pembaharuan jiwa dan roh semua orang dengan kembali ke jalan yang lurus. Mereka yang miskin, tertindas, tersisihkan dan rindu akan damai sejahtera sorgawi akan diselamatkan dengan cara mengikuti Dia.  Jelas sebagian yang mendengar seruan-Nya dalam comfort zone tidak mau dan bahkan bersikap anti terhadap yang bersedia mengikuti-Nya. Memang Tuhan Yesus tidak membuka peluang ada posisi ditengah-tengah dengan keraguan. Keputusan pribadi sangat diperlukan untuk berubah. Mereka yang setia diminta untuk menyatakan dan memperlihatkan komitmen yang jelas.

 

 

 

Sikap ini akan menimbulkan pertentangan di antara kelompok masyarakat, bahkan termasuk keluarga. Dalam keluarga bisa saja ada yang rindu untuk bertobat namun anggota atau kepala keluarga tidak mendukungnya. Ini jelas akan menimbulkan perpecahan. Akan tetapi, apakah perlu dukungan dan persetujuan keluarga untuk mengikuti Tuhan Yesus? Keselamatan adalah pilihan pribadi dan tidak memerlukan dukungan keluarga yang tidak mencintai Tuhan (band. Mat. 24:15-18). Ada yang bersedia bertobat dan ada yang bebal. Inilah yang dikatakan Tuhan Yesus, “mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya."

 

 

 

Keempat: membaca tanda-tanda zaman (ayat 54-56)

 

Masyarakat pada masa itu hidup dari pertanian, khususnya tanaman pangan. Bahkan saat ini tanaman pangan masih merupakan andalan penduduk bumi untuk bisa bertahan hidup. Tanaman pangan sendiri sangat tergantung kepada iklim dan cuaca. Benih yang ditanam memerlukan air (hujan) sekaligus sinar matahari. Keduanya harus ada dan berimbang, tidak boleh terlalu banyak sinar mataharinya demikian pula dengan curahan/siraman air (hujan). Kesalahan dalam membaca tanda-tanda musim dalam awal menanam hingga masa panen akan merusak tanaman yang ada. Tanda-tanda itu seperti terbentuknya awan menandakan datangnya hujan dan apabila angin selatan bertiup maka itu adalah tanda akan datangnya panas terik.

 

 

 

Tuhan Yesus mengingatkan betapa pembacaan geliat alam itu sangat penting, bahkan lebih penting dari hanya berpikir akan datangnya masa panen. Kewaspadaan akan tanda-tanda alam itu lebih utama agar hasil panen menjadi baik. Ini yang diumpakan oleh Tuhan Yesus, bahwa kewaspadaan dan kesiap-siagaan akan datangnya kerajaan sorga yakni kedatangan Tuhan kembali harus diperhatikan, yakni dengan cara bertobat dan beralih dari kejahatan dan perbuatan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Dalam hal inilah Yesus menekankan jangan mengabaikan tanda-tanda itu.

 

 

 

Inilah yang diinginkan oleh Tuhan agar kita jangan munafik. Kita bisa membaca tanda-tanda alam untuk kepentingan duniawi akan tetapi menjadi buta dalam membaca tanda-tanda akan datangnya kerajaan sorga itu. Sebagaimana dijelaskan pada minggu sebelumnya, kedatangan Tuhan Yesus kembali itu tidak disangka-sangka bagaikan datangnya pencuri diwaktu malam hari Mat. 24:43). Itulah hari penghakiman ketika kita sudah tidak mampu lagi berbuat untuk menolong diri sendiri. Kitalah yang harus waspada dari saat ini dan memberi perlindungan dari pekerjaan si iblis yang menyeret kita dalam perbuatan kejahatan, sehingga pada saat penghakiman itu, Yesus sebagai Penolong dan Pembela menyelamatkan kita dari api murka penghukuman akhir zaman.

 

Kesimpulan

 

Minggu ini kita membaca tentang penjelasan Tuhan Yesus bahwa kedatangan-Nya ke dunia adalah membawa pemisahan. Ia datang untuk memberikan damai sejahtera bagi yang berkenan kepada-Nya. Akan tetapi, dalam situasi tertentu yang terjadi malah bukan damai sejahtera melainkan pertentangan. Ia juga melemparkan api ke bumi yang berdampak pada pemisahan kelompok-kelompok yang setia dan tidak setia, pemisahan di antara anggota keluarga yang mau mendengar dan bertobat dengan yang masih bebal. Orang harus memilih, apakah tetap dalam comfort zone dosa dan sesaat, atau berubah mengikuti Dia untuk memperoleh hidup yang kekal.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

  

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu X Setelah Pentakosta - 17 Agustus 2025

Khotbah (3) Minggu 17 Agustus 2025 – Minggu X Setelah Pentakosta

 

 KEBUN ANGGUR (Yes. 5:1-7)

 

 “Aku hendak menyanyikan nyanyian tentang kekasihku, nyanyian kekasihku tentang kebun anggurnya” (Yes. 5:1a)

 

 

Salam dalam kasih Kristus.

  

Nas minggu ini sangat puitis, sebuah nyanyian. Biasanya manusia lebih puitis jika jatuh cinta, tapi kadang juga saat menderita. Kata-kata indah hanya bisa keluar jika jatuh cinta kepada kekasih; dan jika menderita, biasanya kepada Tuhan pengendali hidup. Sangat jarang berpuisi di saat marah. Kalau suasana hati biasa-biasa aja, tidak akan timbul gejolak jiwa dan emosi, maka ekspresi kata-kata juga akan biasa saja.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di Minggu berbahagia ini adalah Yes. 5:1-7, dengan judul perikop: Nyanyian tentang kebun anggur. Ini pertama sekali Alkitab PL berbicara tentang kebun anggur, yang kemudian diikuti kitab lain: Yeremia, Hosea, Yehezkiel, Mazmur dan kemudian populer di kitab Perjanjian Baru. Memang ada metafora lain selain kebun anggur yang dipakai Tuhan untuk kumpulan umat-Nya dalam Perjanjian Baru, seperti kumpulan orang kudus (Mzm. 146:1), kawanan domba Kristus (Yoh. 10:16), Israel baru (Gal. 6:10), umat Allah (1Pet. 2:9-10), kawanan Allah (1Pet. 5:2), dan lainnya.

 

 

 

Tetapi nada puitis tidaklah membuat pesan kabur. Allah dalam nas minggu ini memperlihatkan sikap kecewa berat melihat umat kesayangan-Nya, umat pilihan yang diharapkan menjadi teladan dan umat yang berbuah lebat. Allah wajar sangat kecewa, mengingat telah begitu banyak hal yang Tuhan berikan: kasih, kesabaran, dan pertolongan-Nya kepada umat-Nya. "Apakah lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya? Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, mengapa yang dihasilkannya hanya buah anggur yang asam?" (ay. 4).

 

 

 

Murka Allah kepada umat Israel sangatlah keras. "Aku akan menebang pagar durinya, sehingga kebun itu dimakan habis, dan melanda temboknya, sehingga kebun itu diinjak-injak; Aku akan membuatnya ditumbuhi semak-semak, tidak dirantingi dan tidak disiangi, sehingga tumbuh puteri malu dan rumput; Aku akan memerintahkan awan-awan, supaya jangan diturunkannya hujan ke atasnya" (ay. 5-6). Ngeri juga….

 

 

 

Yesus Kristus telah menggantikan Israel lama sebagai pokok anggur. Pesan Allah yang dahulu kepada umat Israel, kini diberikan kepada kita. Yesus pun kemudian berkata: "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh. 15:4, selengkapnya ay. 1-8). Pesan untuk berbuah dan menjadi teladan, kini ada di pundak kita. Bila kita sebagai ranting terus melekat, maka "Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku" (Yoh. 15:8).

 

 

 

Amarah Allah kepada Israel janganlah sampai kepada kita. Namun pertanyaan pokoknya adalah: apa yang menghalangi kita berbuah; bukan apa yang membuat kita tidak berbuah. Sebab siapa pun yang di dalam Kristus, pastilah berbuah, baik berbentuk buah Roh (Gal. 5:22-23) maupun buah Terang (Ef. 5:9).

 

 

 

Mari kita periksa diri. Nas Yoh. 15:1-8 meneruskan, kita tidak berbuah bila kita sudah kehilangan kasih (ay. 9-17), hidup dalam kebencian (ay. 18-25) dan Roh Kudus Sang Penghibur tidak lagi diam dan berkuasa dalam hidup kita (ay. 26-27). Kita bahkan tidak lagi menjadi kawan sekerja Allah (1Kor. 3:9). Padahal, dari buahnya pohon itu dikenal (Mat. 7:20; 12:33).

 

 

 

Sebagai bagian kebun anggur-Nya, mari terus berbuah dan menabur (Mat. 13:1-23), memangkas dan membersihkan (Yoh. 15:2), menghilangkan ilalang, memberi pupuk dan membabat (Luk.13:6; Yoh. 15:6). Maka kita pun akan ikut menuai (Mat. 9:37-38). Itulah yang diharapkan dan dinantikan Tuhan dari kita anak-anak-Nya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

  

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu X Setelah Pentakosta - 17 Agustus 2025

Khotbah (2) Minggu 17 Agustus 2025 – Minggu X Setelah Pentakosta

 

 IMAN DAN KEMENANGAN (Ibr. 11:29-40; 12:1-2)

 

             Firman Tuhan bagi kita pada Minggu XI sdetelah Pentakosta ini diambil dari dua pasal, yakni Ibr. 11:29-40 dan Ibr. 12:1-2. Kita tahu naskah Alkitab saat ditulis tidak memakai pasal dan ayat. Tetapi kadang-kadang pengelompokan pasal yang dilakukan oleh bapa-bapa gereja terdahulu, tidak semuanya tepat. Akhirnya sering kita temukan beberapa ayat lebih baik ditarik ke pasal sebelumnya atau sesudahnya yang lebih cocok konteksnya. Nas ini menceritakan kekuatan iman dari tokoh-tokoh dalam Alkitab PL, dan kesimpulannya ada di ayat terakhir.

 

 

 

            Nas diawali dengan kisah Nabi Musa dan bangsa Israel yang berhasil lolos melewati Laut Merah, kemudian runtuhnya tembok Yerikho setelah dikelilingi tujuh hari yang dipimpin Yoshua. Lantas ada Rahab, perempuan sundal yang selamat berkat dukungan dan imannya terhadap kemenangan Israel; Lalu Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel yang menjadi pemenang, semuanya oleh karena pertolongan Allah. Iman merekalah yang membuat Allah senang dan berkenan (Ibr. 11:6).

 

 

 

            Dengan adanya iman, maka ada motivasi yang kuat, dorongan dan energi tambahan untuk membuat sesuatu tercapai dan berhasil. Berjalan dengan iman, memang tidak menjanjikan bahwa perjalanan menjadi mudah. Tetapi iman yang kuat menghasilkan ketekunan sampai lolos dari ujian (Yak. 1:3). Keraguan dan setengah hati sering membuat upaya tidak maksimal. Jadi jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin (Ibr. 11:6). Target dan tujuan tidak akan tercapai.

 

 

 

            Pesan lainnya nas ini yakni ketika berjalan dengan iman, kita perlu menanggalkan semua beban serta dosa yang begitu merintangi, dan justru berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita (12:1). Artinya, beban dosa tidak berkenan kepada Allah, dan menjadi penghalang dalam mencapai tujuan dan rencana Allah. Upaya sendiri manusia jelas tidak bisa maksimal. Perlu fokus dan memohon pertolongan Allah. Ajakan di akhir nas sangat penting: "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah" (12:2).

 

 

 

            Satu hal lain yang juga perlu kita renungkan, berkaitan dengan bangsa kita ketika menyatakan kemerdekaan dan mendirikan negara. Para pendiri bangsa Indonesia memiliki keyakinan akan tujuan bangsa kita sebagaimana mereka rumuskan dalam Pancasila. Kita umat Kristiani sebagai bagian bangsa ini sejak awal, perlu terus menjaga dan meneruskannya, agar tujuan-tujuan tersebut terwujud dan terutama tidak dalam waktu yang terlalu jauh.

 

 

 

            Janganlah menghabiskan energi dengan sia-sia. Pertentangan dan radikalisme yang tampak menonjol akhir-akhir ini, agar disikapi dengan kasih Tuhan Yesus. Arogansi dan eksklusifisme tidak pernah efektif. Justru daya semua anak bangsa, perlu dihimpun dan diarahkan untuk saling mendukung, mengisi, sehingga perjuangan bapak bangsa benar-benar terwujud nyata. Iman kita mengaku seperti ayat 11:40, "Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita...." Jadilah pemenang dengan iman yang kuat teguh.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 10 Agustus 2025

Kabar dari Bukit

 

 IBADAH YANG SEJATI (Mzm. 50:1-23)

 

 ”Perhatikanlah ini, hai Kamu yang melupakan Allah; supaya jangan Aku menerkam, dan tidak ada yang melepaskan” (Mzm. 50:22)

 

 

 

Apalah arti ibadahmu kepada Tuhan; Bila tiada rela sujud dan sungkur?

 

Apalah arti ibadahmu kepada Tuhan; Bila tiada hati tulus dan syukur?

 

 

 

Ibadah sejati, jadikanlah persembahan; Ibadah sejati: kasihilah sesamamu!

 

Ibadah sejati yang berkenan bagi Tuhan; Jujur dan tulus ibadah murni bagi Tuhan (PKJ 264)

 

 

 

Lirik PKJ 264 “Apalah Arti Ibadahmu” merupakan padanan firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini, dari Mazmur 50:1-23; Judul perikopnya: Ibadah yang sejati. Mazmur 50 (dan 49) merupakan khotbah pengajaran tentang perilaku dan sikap umat Israel dan kita orang percaya dalam beribadah dan memperlihatkan kasih kepada-Nya.

 

 

 

Sebelumnya Mazmur 49 mengajarkan agar kita tidak tergiur oleh harta dan dunia ini. Kita ingin disadarkan dari ilusi rasa aman kekayaan, dan peduli masa depan di kekekalan. Selanjutnya Mzm. 50 ini menggambarkan Mesias Tuhan Yesus yang akan datang kembali untuk menghakimi. Kedatangan-Nya dari Sion, puncak keindahan, tampil bersinar. Ia tidak akan berdiam diri, "di hadapan-Nya api menjilat, sekeliling-Nya bertiup badai yang dahsyat. Ia berseru kepada langit di atas, dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya" (ay. 2-4). Tuhan akan bertindak sebagai Hakim dan menegakkan keadilan-Nya (ay. 6).

 

 

 

Tuhan Yesus akan mengumpulkan orang-orang yang mengasihi-Nya, yang dipanggil melalui Perjanjian Baptisan (dan Sidi), yang setia dan berusaha menjaga kekudusan hidup (ay. 5). Ia tidak mempedulikan persembahan kita, melainkan melihat cara kita  beribadah yang sejati kepada-Nya.

 

 

 

Hal pertama yang ditekankan adalah sikap bersyukur; membawa persembahan sebagai ungkapan rasa syukur atas kasih karunia dan pemeliharaan-Nya. Persembahan bukan atas rumus aturan yang dibuat manusia agar semakin besar kita memberi untuk memperoleh keselamatan, apalagi untuk menuai lebih banyak. Tuhan adalah pemilik alam semesta sehingga tidak memerlukan korban hewan atau materi (ay. 9-13). Tetapi rasa syukur dari hati yang penuh berterima kasih adalah ibadah yang sejati. Itulah yang berkenan kepada-Nya (ay. 14, 23a).

 

 

 

Hal kedua diingatkan tentang nazar, pengakuan iman percaya kita, pernyataan Allah adalah pemilik kehidupan; Pengakuan bahwa Dia adalah andalan kekuatan kita dalam mengatasi segala pergumulan dan juga mewujudkan pengharapan yang kita naikkan. “Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku" (ay. 15). Hal ketiga, diingatkan kita harus menjauhi orang fasik yang mengandalkan dan menyombongkan diri. Mereka akan mengajarkan hal buruk, mengucapkan yang jahat dan lidah yang melekat tipu daya. Janganlah berkawan dengan mereka (ay. 16-20).

 

 

 

Hal keempat, nazar pengakuan iman bahwa kita tidak khawatir akan hari esok. "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" (Mat. 6:11). "Kekhawatiran sehari cukuplah untuk sehari" (Mat. 6:34). Oleh karena itu ketika ada saudara kita yang membutuhkan baik makanan dan minuman atau orang yang berkeluh, marilah ikut melayani agar iman mereka tetap kuat serta teguh (PKJ 264). Wujudkan keadilan-Nya dengan kasih terhadap sesama.

 

 

 

Hal terakhir, kita diperingatkan tentang penghukuman bila tidak taat dan setia menjaga ibadah yang sejati. “Perhatikanlah ini, hai kamu yang melupakan Allah; supaya jangan Aku menerkam, dan tidak ada yang melepaskan” (ay. 22). "Orang yang benar jalannya, akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari Allah” (ay. 23). Haleluya.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

  

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 56 guests and no members online

Statistik Pengunjung

006582
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
6582
4161
6582
12851616
58375
152208
6582

IP Anda: 216.73.216.27
2025-10-12 18:38

Login Form