Sunday, May 19, 2024

Kabar dari Bukit 4 Februari 2024

 

Kabar dari Bukit

 

 KRISTEN BUNGLON (1Kor. 9:16-23)

 

 "Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1Kor. 9:16b)

 

 

 

Semua pernah mendengar tentang bunglon. Menurut Wikipedia, bunglon adalah sebutan khusus untuk beraneka jenis kadal/bengkarung atau calotes, yang memiliki kemampuan mengubah bahkan mengkombinasi warna kulit luarnya. Yang terkenal tentunya Iguana, yang sering dipelihara karena cantik, imut, meski lumayan mahal.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah 1Kor. 9:16-23. Firman Tuhan yang ditulis oleh Rasul Paulus ini menjelaskan tentang perlunya kita orang Kristen bersikap luwes hidup dalam keragaman masyarakat, khususnya memberitakan Yesus Kristus. Perlu ada hikmat dan taktik, tidak harus ngotot, serang, dan akhirnya malah orang menjauh.

 

 

 

Bunglon berbeda dengan topeng yang menampilkan wajah “palsu”, tidak sesuai aslinya. Pengalaman membuktikan, wajah, sifat dan karakter yang buruk pasti terkuak, tidak dapat lama tersembunyikan. Maka, janganlah bertopeng dalam menjalani kehidupan ini, tapi ubahlah yang tidak sesuai firman-Nya.

 

 

 

Memberitakan Kristus tentu berharap orang lain mau ikut menjadi murid-Nya. Untuk itu keluwesan diperlukan, seperti bunglon. Ini terutama dilakukan bagi mereka yang belum mengenal Kristus, dengan tujuan, "supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang" (ay. 19b). Bukan cara menghalalkan tujuan, tetapi yang penting adalah Kristus diberitakan (Flp. 1:18). Soal berhasil atau tidak, itu adalah ranah Tuhan yang memberikan iman kepadanya (Rm. 10:17; 12:3; 1Kor. 12:9).

 

 

 

Firman Tuhan dengan tegas mengatakan, "Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil" (ay. 16). Untuk itu Rasul Paulus memberi pedoman konkrit.

 

 

 

Yang pertama, kita tidak perlu merasa sombong dan memegahkan diri (ay. 16). Setiap pengikut Kristus wajib memberitakan Kristus, baik melalui penyampaian firman (koinonia), perbuatan kasih (diakonia) maupun dengan kesiapan berkorban dan kesetiaan sampai akhir hayat (marturia), meski penderitaan berat harus dialami dan dilalui.

 

 

 

Yang kedua, jangan mengharapkan upah (ay. 17). Berpikir imbalan dan transaksional tidaklah Alkitabiah. Just do it. Lakukan saja sesuai talenta dan karunia rohani yang diberikan Tuhan. Tidak perlu juga merancang hal-hal besar yang spektakuler. Mulailah melakukan perkara-perkara kecil dan Tuhan akan menuntun ke arah perkara-perkara besar, seturut ketekunan dan kesetiaan kita (Mat. 25:21-23; Luk. 19:17). Ada 18 karunia rohani yang disiapkan Tuhan, melalui tangan melayani, mulut berbicara, dan tanda kekhususan melakukan mukjizat, yang tidak perlu dahsyat, bisa dengan berdoa semata, sebab doa orang benar sangat besar kuasanya (Yak. 5:16). Rasul Paulus menuliskan dengan baik, "Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah" (ay. 18a).

 

 

 

Yang ketiga, selalu bersikap sebagai hamba, sigap melayani dan bukan dilayani (ay. 19). Ya, ini tidak mudah. Faktor kekayaan, jabatan, kepintaran, kuasa, bahkan “yang ditinggikan” dalam tradisi budaya, sering menjadi alasan seseorang untuk sulit merendah dalam keseharian. Menjabat tangan terlebih dahulu, memberi sikap hormat terhadap sesama, ringan tangan dalam menolong, merupakan contoh mudah bersikap hamba dan melayani.

 

 

 

Melihat orang susah tanpa rasa empati, ketidaksediaan berkorban menolong, membiarkan seseorang yang sibuk sementara kita duduk santai mengobrol menonton, tentu bukanlah sikap Kristiani. "Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah" (ay. 22).

 

 

 

Yang terakhir nas ini menegaskan, semua mesti ikut berperan serta. “Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya” (ay. 23). Jangan sampai nanti tertinggal, hidup berlalu cepat bagaikan kereta Whoosh....

 

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 15 guests and no members online

Login Form