2025
2025
Khotbah Minggu III Prapaskah 23 Maret 2025
Khotbah Minggu III Prapaskah 23 Maret 2025
ADAKAH KESEMPATAN KEDUA? (Luk 13:1-9)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 55:1-9; Mzm 63:1-8; 1Kor 10:1-13
Pendahuluan
Nats ini diawali dua kisah yang tidak pasti detailnya, yakni: pertama, tentang pembunuhan orang Galilea yang darahnya dicampur oleh Pilatus dengan darah korban persembahan (ada kemungkinan pembunuhannya dilakukan dalam Bait Allah sehingga disebut dicampur); kedua, detail cerita kematian 18 orang yang mati ditimpa menara dekat Siloam. Sumber permasalahan kejadian ini menurut para ahli teologi, saat itu Pilatus berencana membangun saluran penyediaan air yang membutuhkan dana dan daya yang sangat besar. Pilatus menginginkan agar uang persembahan yang dibawa ke Bait Allah dipakai untuk dana pembangunan saluran air tersebut. Demikian juga diduga ada pekerja yang ikut membangun menara dan oleh karena sesuatu hal menara itu rubuh menimpa ke-18 orang tersebut. Tuhan Yesus mengambil dua kisah tersebut sebagai dasar untuk mencela umat Israel pada saat itu.
Melalui nats Firman Tuhan minggu ini, kita diberi beberapa pengetahuan dan hikmat sebagai berikut.
Pertama: Penghukuman adalah hak Allah (ayat 1-2)
Orang-orang Galilea yang terkenal fanatik dan keras berusaha menentang kebijakan Pilatus tersebut sehingga menimbulkan protes mungkin dengan demonstrasi. Pilatus yang terkenal keras dan sadis tidak mau mengambil resiko dan gangguan membantai mereka sehingga darahnya dicampur (atau tercampur) dengan persembahan yang diberikan pihak lain ke dalam Bait Allah. Kebijakan keras Pilatus ini mungkin untuk memperlihatkan kepada kelompok lain agar tidak melakukan gangguan-gangguan ketertiban. Sementara robohnya menara yang mengakibatkan meninggalnya 18 diduga karena mereka bekerja membantu Pilatus dan hal ini banyak yang tidak menyukainya. Kedua cara mereka meninggal ini yang menjadi bahan pengajaran Tuhan Yesus.
Jalan pikiran manusia biasanya menghubungkan dan berkesimpulan bahwa cara penderitaan menjelang kematian yang lebih berat, maka dosanya di dunia lebih besar. Seseorang yang mati dengan sakit yang berkepanjangan kadangkala dikatakan karena dosanya banyak dan itu penghukuman Allah. Melalui dua kisah diatas, Tuhan Yesus menekankan bahwa penderitaan dan kematian yang dialami oleh orang-orang Galilea dan 18 orang tersebut memang semua karena dosa. Tetapi apa yang ditekankan Tuhan Yesus adalah dosa orang Galilea yang dibunuh secara sadis tidak lebih besar dosanya dibandingkan dengan yang mati tertimpa menara. Artinya, manusia tidak bisa memahami dan menyimpulkan cara kematian seseorang atau sekelompok orang dan menghubungkannya dengan banyak-tidaknya dosa-dosa yang dilakukannya. Semua adalah hak dan kewenangan Allah untuk menentukan cara mati seseorang dan juga kaitannya dengan bentuk dan jenis hukuman yang diterimanya kelak. Allah berhak menetapkan penghukuman dan Allah berhak pula untuk memberi pengampunan. Apa yang disebut penderitaan dan penghukuman dalam mata manusia melalui peristiwa cara mati seseorang, belum tentu sejalan dan sama dengan pikiran dan hikmat Allah.
Oleh karena itu seseorang yang sakit berkepanjangan sebelum dipanggil Tuhan, atau meninggal dengan cara yang tragis, tidak dapat kita katakan karena dosanya terlalu banyak. Demikian juga seseorang yang matinya tampak "mudah", belum tentu karena dosanya ringan. Hal yang sama apabila terjadi bencana alam atau sejenisnya dalam suatu daerah atau kelompok masyarakat, maka kita tidak dapat katakan itu adalah penghukuman Allah bagi mereka semua. Pola pikir seperti ini harus kita jauhkan. Allah memiliki hikmat sendiri dalam menetapkan segala sesuatunya dan kita percaya Allah kita adalah Allah yang Maha Bijaksana, Maha Adil dan Maha Benar.
Kedua: Bebas hukuman bagi yang bertobat (ayat 3-5)
Hal yang ingin ditekankan Tuhan Yesus dari kedua peristiwa tersebut adalah perlunya pertobatan untuk bebas dari dosa dan penghukuman. Kalau tidak ada pertobatan maka penghukuman menanti dan dapat seperti nasib orang-orang Galilea atau yang tertimpa menara tersebut. Penderitaan dan kematian jelas merupakan buah dari dosa. Namun ada penderitaan yang datang bukan dari kehendaknya, bukan pula karena dosa dan kesalahannya. Kisah anak lahir dalam keadaan buta mengajari kita demikian karena bukan karena dosanya maupun dosa orang tuanya (Yoh 9:1-3). Demikian pula dengan penderitaan para nabi dan para rasul yang dialami demi menyampaikan kebenaran firman Allah, tentu bukan karena dosa mereka banyak. Para hamba Tuhan saat ini juga masih mengalami hal itu di beberapa wilayah bumi ini.
Ini tentu berbeda. Namun, yang pasti semua ada dalam sepengetahuan dan hikmat Allah. Kesalahan dan dosa seseorang secara prinsip penghukumannya akan ditanggung oleh orang tersebut. Kesalahan beberapa orang atau kelompok, sebenarnya penghukuman dan penderitaannya hanya ditanggung oleh kelompok itu. Namun dalam beberapa kejadian, bisa saja dosa kelompok tersebut mengakibatkan adanya "penderitaan" pihak lain yang tidak ikut (banyak) berdosa. Ini bisa kita lihat seperti dalam peristiwa bencana alam, kecelakaan massal, peperangan dan sebagainya. Mereka mungkin hanya menjadi "korban". Yang perlu kita ingat bahwa Tuhan memahami semua itu dan akan memperhitungkan semuanya dalam kekekalan.
Tuhan membenci dan merasa jijik dengan dosa. Dengan dasar keadilan, Tuhan akan menghukum setimpal dengan perbuatan dosanya, dan ujung penghukuman itu adalah kematian selama-lamanya. Ini pentingnya pertobatan. Tuhan Yesus mengatakan, mereka semua akan binasa kalau tidak bertobat. Pengutaraan dua kisah ini mungkin juga ada hubungannya dengan rencana Tuhan untuk menghukum Israel dan umat Yahudi yakni hancurnya kota Yerusalem beberapa tahun kemudian (lihat khotbah minggu lalu). Pesan Tuhan Yesus kepada bangsa Yahudi menjadi jelas agar mereka berpaling dan dengan cara itu mereka mendapatkan belas kasihan dan anugerah Allah. Pertobatan adalah pintu bagi datangnya anugerah kebaikan Allah.
Ketiga: Kita dituntut untuk berbuah (ayat 6-7)
Tuhan Yesus kemudian memberi perumpamaan tentang sebuah pohon ara. Sebagaimana kita ketahui, biasanya di masa itu pohon ara ditanam di antara kebun anggur, sehingga akarnya secara tidak langsung mengambil "jatah" pokok anggur itu. Oleh karena itu pohon ara ini sangat diharapkan buahnya oleh pemilik kebun, yang biasanya mulai berbuah setelah 3 - 4 tahun. Namun pohon yang diceritakan Tuhan Yesus itu ternyata tidak berbuah. Pemilik kebun mengatakan lebih baik pohon itu ditebang sebab tidak memberi hasil. Sebagai pemilik tentu ia wajar bersikap demikian, sebab setiap usaha atau investasi wajar diharapkan memberi buah dan manfaat. Namun pengurus kebun meminta kepada pemilik kebun untuk memberi kesempatan setahun lagi, dan kalau tetap tidak berbuah, maka pohon itu dapat ditebang. Pengurus kebun berjanji untuk merawat dan memberi pupuk atas pohon ara tersebut.
Prinsip ini juga akan dipakaikan kepada kita. Pertobatan dalam poin kedua di atas tidak berhenti disitu saja. Tuhan sebagai Pemilik hidup juga meminta kita untuk berbuah dan memberi manfaat bagi Sang Pemilik. Allah berhak atas buah perbuatan kita karena kita ini milik-Nya. Melalui pertobatan kita dapat berhenti berbuat kejahatan dan melukai hati Allah, tetapi menurut Alkitab, dosa terjadi tidak hanya karena tidak berbuat kejahatan, melainkan juga karena tidak berbuat kebaikan padahal kita seharusnya mampu dan berkesempatan: "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa" (Yak 4:17). Kitab Yesaya 55 yang merupakan bacaan lain dalam minggu ini juga mengingatkan agar kita memanfaatkan apa yang diberikan Tuhan kepada kita sebagai berkat. Kita harus pakai berkat unuk kebaikan sesama. Pengunaan yang tidak sejalan dengan maksud Tuhan akan mengecewakan-Nya.
Ada yang menafsirkan pohon ara sebagai umat Israel saja. Tetapi perumpamaan ini tidak hanya berlaku bagi umat Israel atau pendengarnya saat itu, melainkan berlaku bagi siapa saja dan bagi kita semua orang percaya. Bertobat dan berbuah. Maka usahakanlah diri kita untuk berbuah agar tidak ditebang. Usahakan diri kita agar tidak dipotong-potong dan dibuang serta dibakar seperti perumpamaan pokok anggur (Yoh 15:1-6; band. Yes 5:1-4). Kita harus menyadari itu dan melakukannya.
Hal yang menarik lainnya adalah pengurus kebun. Siapakah pengurus kebun ini? Sebab tugas pengurus kebun adalah menjaga dan merawat pohon dikebunnya. Maka pengurus kebun dalam hal ini kehidupan seseorang, dapat sebagai orang tua, guru, hamba Tuhan dan lainnya, yang seharusnya terus menerus memelihara dan memupuk umat agar semakin berbuah dan berbuah banyak bagi pemilik kehidupan ini, yakni Tuhan Yesus Kristus. Secara prinsip mereka yang tidak bertobat atau "bertobat" tetapi tidak berbuah (ingat ayat yang mengatakan dari buahnyalah kita tahu apakah orang itu bertobat atau tidak), maka mereka akan dihukum dan ditebang. Ini tanggungjawab kita semua.
Keempat: Tuhan memberi kesempatan kedua (ayat 8-9)
Pengurus kebun dalam hal ini ikut bertanggungjawab secara langsung atas kehidupan moral dan spiritual diri seseorang. Merekalah yang seharusnya merawat, menyiram dan memupuk agar orang tersebut bisa berbuah bahkan lebat. Orang tua bertanggungjawab untuk membekali dan mendidik anak-anaknya menjadi anak yang berkenan kepada Tuhan. Demikian juga keluarga dekat ikut bertanggung jawab. Para guru diminta menanamkan nilai-nilai kebaikan melalui keteladanan dan pengajaran. Hamba Tuhan juga harus terus menerus memberikan bimbingan dan petunjuk kepada umat untuk berbuah dan terus menyenangkan hati Allah sebagai Pemilik.
Tetapi tanggung jawab ini secara otomatis juga memberi keistimewaan bagi mereka untuk meminta khusus kepada Tuhan. Orangtua, keluarga dekat, guru, atau Hamba Tuhan, melalui ayat ini dapat berdoa dan memohon agar Allah memberi kesempatan baru kepada seseorang untuk dapat bertobat dan berbuah. Ini tentu di samping doa pribadi orang tersebut untuk memohon. Orangtua dapat berdoa bagi anaknya. Guru dapat berdoa bagi muridnya. Hamba Tuhan dapat berdoa bagi jemaat-Nya. Mereka adalah pengurus pohon itu, mereka adalah pengurus seseorang (dan umat) itu agar tidak langsung ditebang oleh Pemilik pohon. Meski kita harus sadari, semua doa dan permohonan itu tergantung kehendak-Nya yakni Tuhan kita Yesus Kristus. Manusia hanya meminta, tetapi seperti pengurus kebun yang meminta pohon ara diberi 1 tahun untuk kesempatan berbuah, dan Tuhan Yesus mengabulkannya.
Nats minggu ini mengingatkan kita, bahwa Allah yang Mahabaik itu dapat memberi kesempatan kedua. Allah dapat memberi waktu lagi atas dasar doa dan permintaan orang tersebut dan dari mereka yang mengurus dan memelihara kehidupan rohaninya. Tetapi kesempatan kedua dengan 1 tahun dari nats ini mungkin merupakan kesempatan terakhir, yang harus dipergunakan sebaik-baiknya. Sebab, kalau tidak, maka hukuman Allah berupa kapak sudah siap menanti. Memang, ada saatnya kasih karunia Allah dapat ditarik dan orang yang tidak mau bertobat akan dihukum tanpa belas kasihan (bd. Luk 20:16; 21:20-24).
Maka, tanyalah diri kita, periksa, apakah sudah berbuah? Mari kita renungkan dan ambil kesempatan itu. Siapa tahu, ini adalah kesempatan kedua dan kesempatan terakhir bagi kita sekalian.
Kesimpulan
Minggu ketiga pra-paskah ini kita diberi pengajaran yang sangat baik tentang hak Allah untuk memberi hukuman bagi yang tidak bertobat dan berbuah. Allah yang memiliki kehidupan maka Allah berhak atas buah dari kehidupan yang kita jalani. Nats minggu ini juga mengajarkan agar kita tidak menghakimi cara kematian seseorang, sebab Allah yang Maha Tahu dan Maha Bijak. Bagi kita yang penting adalah kembali ke jalan Allah dan memberi yang terbaik bagi Dia. Mungkin kita masih ada yang belum setia dan memberi buah, maka Allah yang Maha Pengasih itu dapat memberi kesempatan kedua bagi seseorang. Pergunakanlah kesempatan itu, sebab siapa tahu, ini adalah kesempatan terakhir.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu III Prapaskah 23 Maret 2025
Khotbah (2) Minggu III Prapaskah 23 Maret 2025
KESEMPATAN KEDUA (Yes. 55:1-9)
“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN” (Yes. 55: 8)
Mengapa bangsa Israel disebut sebagai umat pilihan Allah?
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini dari Yes. 55:1-9, menjelaskan hal tersebut. “Sesungguhnya, Aku telah menetapkan dia menjadi saksi bagi bangsa-bangsa, menjadi seorang raja dan pemerintah bagi suku-suku bangsa; sesungguhnya, engkau akan memanggil bangsa yang tidak kau kenal, dan bangsa yang tidak mengenal engkau akan berlari kepadamu, oleh karena TUHAN, Allahmu, dan karena Yang Mahakudus, Allah Israel, ….” (ay. 4-5).
Bangsa Israel ditetapkan Allah menjadi model sebuah komunitas dan bangsa, yang adil makmur, gemah ripah loh jinawi. Tetapi mereka gagal sebagai teladan, gagal mengikuti pola hidup yang ditetapkan. Allah pun turun ke bumi, agar semua manusia diselamatkan, bukan hanya di Yerusalem, Yudea dan Samaria, tetapi juga sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8).
Nas minggu ini menuliskan, manusia sering melakukan hal yang sia-sia. “Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan?” (ay. 2). Kesalahan ini membuat manusia terus haus dan lapar (ay. 1). Ayat ini menegaskan, keselamatan hanyalah anugerah Tuhan melalui iman, bukan karena perbuatan baik dan kehebatan pribadi (band. Ef. 2:8-9). Tetapi, itulah manusia dengan kelemahannya. Dengan rayuan si jahat, kita pun sering jatuh. Padahal, Tuhan Yesus berkata: “Akulah roti hidup, barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa datang kepadaku ia tidak akan haus lagi” (Yoh. 6:35). Ingatlah itu.
Firman-Nya membuka undangan dan kesempatan kedua. “Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup!" (ay. 3). Itulah penawaran Tuhan yang baik, menyediakan pengampunan. Bila kita ikut jalan-Nya, maka “kamu akan memakan yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat” (ay. 2b). Woow, enak banget …!
Manusia hendaknya tidak berpikir: nanti saja, jangan saat ini, lagi sibuk, banyak persoalan. Firman minggu ini menegaskan, “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!” (ay. 7a). Artinya, jangan menunda. Bila terus merasakan ada yang tidak beres dan tidak benar dalam hidup keseharian kita, susah tidur dan banyak persoalan, mari mencari Tuhan. Pembebasan dan keselamatan tersedia pada Tuhan Yesus. Perlu diingat, pertobatan bukanlah hal yang mudah dilakukan. Perlu komitmen, keseriusan, dan latihan jatuh bangun. Oleh karena itu, jangan menunda!
Carilah Tuhan, dengan rajin membaca firman-Nya, rajin bersekutu dan berdoa, rajin menolong dan melakukan perbuatan baik bagi yang membutuhkan, dan tidak bermotivasi imbalan. Kita pasti menemukan Dia. Ingatlah, sumber kehidupan dan pusat perhatian kita hanyalah Tuhan Yesus. “Baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya” (ay. 7b).
"Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin" (Pkh. 1:14). Jangan lagi melakukan kesia-siaan, jangan lagi mengandalkan pikiran. "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu" (ay. 8-9). Maka, datang dan mendekatlah, ikutlah Dia.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 16 Maret 2025
Kabar dari Bukit
TELADAN DAN MENTOR SORGAWI (Flp. 3:17-4:1)
”Sebab, kewargaan kita terdapat di dalam surga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat” (Flp. 3:20 TB2)*
Penulis dan pemikir kepemimpinan John C. Maxwell mengatakan dalam bukunya "The 21 Irrefutable Laws of Leadership" bahwa “meneladani orang lain yang sukses adalah cara untuk menjadi sukses sendiri.” Stephen Covey dalam bukunya yang populer "The 7 Habits of Highly Effective People" juga mengatakan bahwa “meneladani orang lain yang efektif adalah cara untuk menjadi efektif sendiri.”
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Flp. 3:17-4:1. Judul perikopnya “Nasihat-nasihat kepada jemaat”; menyangkut pentingnya mengikuti teladan yang baik dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Ada banyak yang memberi contoh buruk bahkan hidup dengan topeng namun dibaliknya penuh bopeng.
Tujuan hidup kita adalah menjadi serupa dengan Kristus (1Yoh. 2:6; Flp. 2:5-8; Ef. 5:2). Rasul Paulus menjelaskan hal itu tidak mudah. Ada banyak yang “hidup sebagai seteru salib Kristus. Ilah mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi.” Namun, “kesudahan mereka ialah kebinasaan” (ay. 18-19).
Nas minggu ini mengingatkan, kita orang percaya adalah warga sorgawi; kewargaan kita adalah ganda: KTP dunia dan KTP sorga. Arah hidup kita dalam iman yakni menantikan kedatangan Tuhan Yesus (ay. 20). Oleh karena itu, janganlah sampai hidup kita penuh cacat saat kedatangan-Nya kembali atau saat ajal menyambut kita dipanggil terlebih dahulu. Orang percaya harus berdiri teguh, jangan tergoda dan terbawa kehidupan dunia yang tidak berkenan kepada Tuhan (ay. 4:1).
Nasihat minggu ini menekankan pentingnya memiliki teladan atau panutan. Selain Kristus yang kita jadikan panutan utama, nas ini juga memberi nasihat untuk menjadikan Rasul Paulus sebagai teladan (ay. 17a). Maksud Paulus bukan untuk menyaingi Kristus, namun meneladani hidupnya sebagai seorang Kristen yang taat dan setia kepada Yesus Kristus, seperti dituliskannya pada bagian lain: "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus" (1Kor. 11:1).
Rasul Paulus juga mengatakan perlu meneladani orang lain yang hidupnya sama seperti dia (ay. 17b). Mereka bisa kita dapatkan dari lingkungan kita. Panutan hidup kita pilih dengan selektip, misalnya: orangtua, guru, pendeta jemaat, sahabat dekat, pemimpin atau tokoh inspiratif dari buku-buku. Melalui kehidupan mereka, kita belajar menerapkan cara yang sesuai dengan pribadi dan situasi untuk mengembangkan karakter diri, mengasah keterampilan dan pengetahuan, mendapatkan inspirasi dan motivasi sehingga hidup kita mendekati serupa dengan mereka dan bahkan lebih baik lagi.
Untuk itu perlu langkah-langkah yang dilakukan, yakni mempelajari kehidupan mereka melalui pengamatan, melalui buku atau informasi lainnya. Tentu tidak mungkin semua hidupnya kita teladani; dipilih yang relevan saja, seperti kerja kerasnya, gaya kepemimpinannya, penanganan masalah, cara berbicara, sikap mengasihi, berdoa, dan lainnya. Itu pun tidak hanya di simpan di kepala, perlu dibuat rencana aksi untuk menerapkannya dalam hidup kita, serta dilakukan evaluasi. Kadang, perlu bertanya kepada ahli yang kita pilih sebagai mentor, sebab hidup dan persoalan tidak selalu hitam putih. Mengandalkan pikiran sendiri dapat salah arah.
Tidak ada kata terlambat untuk memilih teladan hidup saat ini dan mencari mentor rohani kita. Dan kita pun dapat sebagai teladan bagi orang lain.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (3) Minggu III Prapaskah 23 Maret 2025
Khotbah (3) Minggu III Prapaskah 23 Maret 2025
ISRAEL DAN PERINGATAN (1Kor. 10:1-13)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu III Pra-Paskah ini diambil dari 1Kor. 10:1-13. Nas ini berbicara tentang Israel sebagai suatu peringatan. Mereka adalah umat pilihan yang diberkati. Umat yang saat keluar dari Mesir berada di bawah perlindungan awan dan diberi mukjizat melintasi laut. Mereka semua "dibaptis" dalam awan dan dalam laut, dan semua memakan makanan rohani yang sama yakni manna (Kel. 16:13-15) dan minum minuman rohani yang sama, air di atas bukit Horeb (Kel. 17:6). Semua bersumber dari batu karang rohani kita: Yesus Kristus. Tetapi mereka ditewaskan di padang gurun dan hanya sedikit yang dapat masuk ke tanah perjanjian, Kanaan (ayat 1-5). Semuanya ini sebagai contoh peringatan bagi kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat (ayat 6).
Ayat 7-10 kemudian menjelaskan kejahatan umat Israel selama dalam perjalanan di padang gurun tersebut, seperti penyembahan berhala (ayat 7), percabulan (ayat 8), mencobai Tuhan sehingga mereka mati dipagut ular (ayat 9), dan bersungut-sungut (ayat 10). Sebagian besar dari mereka terlibat dalam kejahatan yang tidak berkenan kepada Allah. Ini peringatan dan pelajaran bagi jemaat Korintus, dan juga bagi kita semua. Oleh karenanya kita perlu berhati-hati, supaya jangan jatuh, karena menyangka kita sudah teguh berdiri (ayat 12).
Pencobaan pasti datang. Hidup penuh dinamika dan tantangan. Tetapi pencobaan berupa godaan adalah bunga-bunga kertas dari iman. Kedagingan kita kadang-kadang lemah. Dunia ini juga dapat terlihat menawarkan sesuatu yang sangat menarik, tetapi nyatanya hanya fatamorgana di tengah gurun. Iblis yang jahat adalah oknum pencari mangsa. Sebenarnya, terhadap setiap pencobaan, Allah Mahatahu dan atas seizin-Nya. Ingat Ayub saat dicobai iblis (Ayb. 1:9-12). Allah juga mengingatkan kita, bahwa sebenarnya pencobaan yang datang dan kita alami itu adalah pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Allah standby, Roh-Nya bersiaga untuk memberi pertolongan saat kita berseru kepada-Nya. Allah setia, Ia tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita (ayat 13a).
Kejatuhan ke dalam dosa harus merupakan sesuatu yang disesalkan, tidak dikehendaki, apalagi diulang terus-menerus. Betul, ada faktor yang membuat kita kadang-kadang kalah. Iman kita kadang kala lemah. Hal menarik, dalam leksionari Minggu III Pra-Paskah ini, nas bersatu dengan Luk. 13:1-9 yang intinya berpesan, selalu ada kesempatan kedua setelah pertobatan (ayat 8-9). Allah adalah hakim atas semua. Ada penegasan: bebas hukuman bagi yang bertobat (ayat 3-5). Selalu ada jalan ke luar, sehingga kita dapat menanggungnya (1Kor. 10:13a) dan menjadi pemenang. Tetapi kita dituntut untuk berbuah, seperti pohon ara yang perlu dirawat dan dipupuk kembali, agar tidak ditebang, karena percuma (ayat 6-9). Maka, berjaga-jagalah. Hosiana....
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu II Prapaskah 16 Maret 2025
Khotbah Minggu II Prapaskah 16 Maret 2025
YERUSALEM, ENGKAU YANG MEMBUNUH NABI-NABI (Luk 13:31-35)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kej 15:1-12, 17-18; Mzm 27; Flp 3:17-4:1
Pendahuluan
Pada minggu kedua pra-paskah ini perjalanan Tuhan Yesus menuju Yerusalem semakin mendekat. Semenjak Tuhan Yesus menubuatkan bahwa Ia akan dibunuh dan mati namun akan bangkit pada hari ketiga tampaknya tidak ada lagi kekuatiran dalam diri Yesus akan apa yang terjadi pada-Nya dalam menggenapi nubuatan tersebut. Dalam nats ini juga Yesus menubuatkan bahwa Ia akan mati di Yerusalem. Yesus percaya bahwa jalan itu harus Ia tempuh, meski Ia tahu bahwa jalan itu tidak mudah sebab akan penuh dengan penderitaan.
Bagaimana persis detail jalan penderitaan itu mungkin Yesus belum mengetahuinya. Akan tetapi suatu kali Yesus sempat "mengeluhkan" beratnya jalan itu sehingga berdoa kepada Bapa-Nya: Jikalau Engkau mau, Ambillah cawan ini dari pada-Ku (Luk 22:42).
Pertama: Jangan menyamaratakan (ayat 31)
Dalam nats ini diceritakan beberapa orang Farisi mengingatkan Yesus agar pergi meninggalkan daerah (Galilea) itu karena Herodes bermaksud akan membunuhnya. Ia tidak disukai Herodes karena dianggap membuat keonaran dan permusuhan khususnya dengan para imam dan orang Farisi lainnya. Hal menarik yang mengingatkan Yesus adalah beberapa orang Farisi yang kita ketahui secara umum mereka tidak menyukai apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Meski ada kemungkinan pemikiran bahwa beberapa orang Farisi ini meminta Yesus pergi agar mereka tidak pusing, tetapi kita lebih menafsirkannya sebagai rasa kesetujuan mereka terhadap Tuhan Yesus atas langkah-langkah pemberitaan-Nya tentang pertobatan dan kerajaan sorga yang sudah dekat. Kisah ini sama kejadiannya dengan Nikodemus yang datang bertanya diam-diam kepada Yesus tentang lahir baru, yang memperlihatkan simpatinya kepada Tuhan Yesus (Yoh 3:1-dab).
Pelajaran yang dapat kita tarik dari peristiwa ini adalah jangan kita mudah menyamaratakan segala hal dan menarik kesimpulan yang salah. Kalau selama ini kita ketahui betapa jahatnya kaum Farisi dan para Imam kepada Yesus, tetapi fakta-fakta cerita di atas memperlihatkan adanya beberapa orang atau sekelompok orang yang sebenarnya mendukung atau bersimpati terhadap Yesus. Menyamaratakan berarti berpotensi berbuat kesalahan dan dosa. Kira tidak mungkin mengatakan semua pegawai negeri atau pejabat itu koruptor, sebab banyak yang tidak melakukannya. Hal inilah yang harus kita hindari dalam pergaulan dengan lingkungan dan masyarakat. Kita tidak boleh membuat stereotype penghakiman bagi seseorang atas sifat-sifat sekelompok orang atau suku, terlebih hal itu menyangkut sifat-sifat yang kurang baik. Bahkan kita harus mencari pola yang umum dari kebaikan suatu kelompok atau suku sehingga menimbulkan simpati dan damai sejahtera dalam pergaulan, yang secara otomatis kita menjadi garam dan terang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa manusia itu pada dasarnya baik, meski ia memiliki kecendrungan berbuat dosa. Namun kecendrungan “jahat” tersebut bisa dikalahkan dengan kebaikan dan pendekatan sehingga hasilnya tetap kebaikan. Menilai buku dari cover adalah sebuah kesalahan. Menilai rasa makanan dari bungkusnya jelas bisa fatal. Maka dengan itu kita diminta untuk lebih berhati-hati dalam membuat kesimpulan penilaian terhadap seseorang berdasarkan pendekatan stereotype tersebut. Untuk menghindarinya hanya bisa dilakukan dengan hikmat yakni membersihkan pikiran kita dari prasangka-prasangka, dan terus berusaha menarik kesimpulan dari pembuktian yang kuat dan sah.
Kedua: Ancaman dan sikap yang teguh (ayat 32-33)
Perjuangan selalu membutuhkan keberanian. Tuhan Yesus menyadari perjuangan-Nya bukanlah jalan yang mudah melainkan via dolorosa, jalan penderitaan. Oleh karena itu informasi dan saran yang diberikan oleh orang Farisi tersebut ditanggapi-Nya dengan sikap yang konsisten atas jalan itu. Ancaman pembunuhan atau pengusiran tidak digubris-Nya. Sikap Yesus tersebut juga berdasar karena mengetahui tidak mungkin Ia terbunuh di Galilea, melainkan harus di Yerusalem sebagaimana disebutkan dalam ayat 35. Oleh karena itu Ia tidak takut.
Ia juga tidak mengambil jalan kompromi dengan berusaha menyenangkan hati Herodes. Ia mengambil sikap tegas. Yesus mengetahui cara berfikir Herodes yang lebih kepada safety player - bermain aman - tidak mau mengambil resiko. Herodes juga berpikiran bahwa mungkin saja Yesus adalah Yohanes Pembaptis yang bangkit (band. Luk 9:7). Oleh karena itu Yesus menjawab orang Farisi tersebut dengan menyebut Herodes adalah serigala. Binatang serigala adalah gambaran kelicikan dan kepengecutan. Yesus tidak perlu memenuhi ancamannya. Sebab bisa saja informasi itu sengaja disebarkan Herodes dengan tujuan agar Yesus menyingkir dari wilayahnya. Membunuh Yesus secara langsung juga tidak mudah bagi Herodes karena akan menimbulkan kericuhan.
Hikmat yang bisa kita tarik dari nats ini adalah bahwa dalam memperjuangkan sesuatu, tantangan dan ancaman selalu ada. Ancaman tersebut bahkan dapat menyangkut nyawa kehidupan. Akan tetapi, Yesus tidak takut. Abraham tidak takut karena memegang janji Allah (Kej 15:1-12). Hal yang membuat Yesus tidak takut adalah karena Ia sudah mengetahui akhirnya. Ia tidak kuatir karena arahnya sudah jelas. Ini bisa diibaratkan dengan nasehat Stephen Covey dalam bukunya yang terkenal tentang Seven Habit, begin from the end. Kalau kita sudah tahu ujung kepastiannya maka kita biasanya lebih kuat dan semangat dan tidak takut. Hal demikian juga bagi seseorang yang menderita sakit parah, dengan iman yang kuat kepada Yesus, orang tersebut tidak akan takut lagi pada kematian, sebab ia sudah mengetahui bahwa ia akan menuju sorga kekekalan bersama Yesus. Oleh karena itu, usahakanlah mengetahui konsekuensi akhir jalan atau perbuatan kita, maka kita lebih dikuatkan dan akan teguh konsisten menuju tujuan kita. Sebagaimana Yesus memperlihatkan sikapnya, Ia tidak mau pergi dan tetap menyelesaikan tugas-Nya.
Ketiga: Penyesalan yang menyedihkan (ayat 34)
Tuhan Yesus selama hidup dan pelayanan-Nya sudah beberapa kali mengunjungi Yerusalem. Sebagai orang Yahudi, Yesus selalu merindukan Yerusalem dan melihat kota itu sebagai lambang kota suci dan Bait Allah ada disana. Ia juga mengetahui dari sejarah bahwa nabi-nabi besar zaman perjanjian lama banyak dibunuh di Yerusalem. Namun Yesus tidak menghindari bahwa Allah Bapa telah memintanya untuk ke Yerusalem menuntaskan pelayanan-Nya. Oleh karena itu Yesus meratap menangisi kota tersebut dengan rasa sedih yang dalam. Mengapa sejarah buruk mesti berulang? Mengapa tempat yang kita sayangi dan kasihi itu kembali dikotori oleh perbuatan jahat dengan mengorbankan para nabi dan diri-Nya sendiri?
Kita jadi ingat beberapa peristiwa di zaman sekarang terjadinya pertikaian massal karena sekelompok orang mencemari tempat suci, apakah itu gereja, kuil, kelenteng, mesjid dan lainnya. Bahkan kejadian menamai restoran dengan tokoh Buddha tentu sangat disesalkan. Itulah sifat-sifat yang perlu kita hilangkan dalam bermasyarakat. Kita harus saling menghormati dan tidak melecehkan pihak lain. Semua Tuhan keragaman berikan demi keunikan dari persaudaraan. Keberhasilan dalam mempertahankan damai dan sukacita bersama itu yang diminta dari kita sekalian.
Tuhan Yesus sangat memberikan kasih-Nya kepada bangsa Israel. Tapi umat Israel tidak menerima-Nya. Ada pepatah Batak yang mengatakan: Hancit tangan mulak manedek, humacittan dope tangan mulak mangalean. Artinya, kurang lebih, menyakitkan hati apabila tangan meminta kembali hampa, tetapi lebih menyakitkan lagi kalau tangan kembali karena pemberian ditolak. Inilah yang dialami Yesus sehingga ratapan-Nya demikian menyedihkan. Bahkan Yesus menyatakan telah berkali-kali Ia rindu untuk mengumpulkan anak-anakNya, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi tidak mau (ayat 34). Kasih Yesus kepada Yerusalem hanyalah melambangkan kasih-Nya kepada Israel. Ratapan Yesus adalah ratapan buat umat Yahudi. Sayangnya, hanya sedikit yang dapat diselamatkan. Inilah pesan yang diberikan melalui ayat ini yang sejalan dengan bacaan lain yakni Flp 3:17-4:1, bagaimana kita bisa terus mengikuti keteladanan Yesus dalam perbuatan kasih.
Keempat: Hukuman bagi Yerusalem (ayat 35)
Kasih yang diberikan Tuhan kepada umat Israel tidak secara otomatis menghilangkan Maha Adilnya Allah, sehingga segala hal yang tidak berkenan kepada Allah akan dikenai hukuman. Ayat 35 jelas merupakan hukuman yang diberikan bagi Yerusalem atas semua yang terjadi di kota tersebut. Tuhan Yesus berkata: "Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi."
Dan itulah memang yang terjadi. Hanya sekitar 40 tahun setelah ucapan Tuhan Yesus tersebut, pada tahun 70M kota Yerusalem dan Bait Allah dihancurkan oleh Kaisar Titus dan Nero serta dilanjutkan dengan pengusiran umat Yahudi dari kota tersebut pada tahun 135 M oleh Kaisar Hadrian. Kota Yerusalem akhirnya diluluh-lantakkan beserta seluruh keberadaan umat Yahudi di tanah kecintaan mereka.
Namun Tuhan Yesus mengutip Mzm 118:26 dalam nats ini: "Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!" Apa yang dimaksudkan-Nya adalah bahwa Ia adalah Mesias dan akan kembali ke Yerusalem dengan penuh berkat kemuliaan, dan Yerusalem menjadi Yerusalem baru dengan semua orang menyambut kedatangan-Nya.
Allah kita adalah Allah yang Maha Perkasa yang kerajaan-Nya tidak tergoyahkan. Sebagaimana Mazmur 27 yang juga bacaan kita minggu ini mengatakan: Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN! (27:13-14)
Penutup
Firman Tuhan Minggu ini menyampaikan beberapa pesan penting, agar kita tidak menyamaratakan seseorang dengan anggapan umum atau berpikir stereotype yang dapat membuat kesalahan dan berakibat dosa. Kita juga diingatkan bahwa dalam memperjuangkan sesuatu ancaman selalu ada dan untuk itu kita diminta untuk tetap teguh dengan langkah yang sudah diambil. Mengetahui akhir dari perjuangan berikut konsekuensinya merupakan alat yang ampuh untuk memegang konsistensi tersebut.
Meski keinginan kita berbuat kasih namun tidak selamanya itu ditanggapi atau diterima dengan baik. Hati kita mungkin menjadi sedih. Meratap. Namun kesabaran Allah terhadap Yerusalem sebagai lambang umat Israel tetap menerima kemahaadilan Allah sehingga Yerusalem (umat Israel) dihukum, sampai tiba nanti Tuhan Yesus datang dengan berkat kemuliaan-Nya. Itulah pengharapan Kristiani kita.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu XVIII Setelah Pentakosta - 12 Oktober 2025Khotbah Minggu 12 Oktober 2025 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu XVIII Setelah Pentakosta - 12 Oktober 2025Khotbah Minggu 12 Oktober 2025 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu XVIII Setelah Pentakosta - 12 Oktober 2025Khotbah Minggu 12 Oktober 2025 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 74 guests and no members online